Selasa, 23 Oktober 2012

Kurban dan Misi Memerangi Korupsi


Kurban dan Misi Memerangi Korupsi
Sarjuni ;  Wakil Dekan I Fakultas Agama Islam Unissula,
Anggota Dewan Pakar ICMI Jateng
SUARA MERDEKA, 23 Oktober 2012



"Inti ibadah kurban adalah semangat pembebasan dari sifat yang melekat sebagai potensi antisosial"

IBADAH kurban yang secara rutin dilaksanakan oleh umat Islam pada Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban sejatinya memiliki nilai yang sangat penting, tidak hanya dalam konteks kehidupan pribadi tapi juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Namun karena bersifat rutin, perayaan Idul Kurban seringkali menjadi kehilangan makna, dan jauh dari pesan moral yang terkandung di dalamnya. Implikasi lain adalah ibadah sunah itu menjadi rutinitas ritual tanpa makna, bahkan tanpa dampak positif bagi pelaku ibadah kurban dan masyarakat sekitar.

Jika umat Islam dapat mengasumsikan bahwa semangat Idul Kurban itu bersifat dinamis maka sesungguhnya ia tidak berhenti pada semangat untuk menumbuhkan kesalehan ritual secara individual tetapi harus bermuara pada keterwujudan sebuah kesalehan sosial. Karena memang, meminjam istilah Hashem (1995), agama bukan semata-mata berkedudukan sebagai cultus privatus melainkan juga cultus publicus.

Berkurban berasal dari syariat Nabi Ibrahim as yang berpuncak dari kerelaannya hendak menyembelih Ismail, sang anak, semata-mata untuk memenuhi perintah Allah swt. Tuhan hendak menguji apakah cinta dan kasih sayang Ibrahim terhadap anaknya itu melebihi cinta dan imannya kepada Allah yang disembahnya. Perintah menyembelih sang anak diterimanya sejak tiga malam berturut-turut, yaitu tanggal 8, 
9, dan 10 Zulhijjah.

Nabi Ibrahim, pejuang seumur hidup dan tokoh sejarah yang gagah berani, serta tidak terkalahkan ini, mendengar perintah yang berturut-turut itu pada awalnya gemetar, goyah, seakan-akan dunia hendak roboh, dan seolah-olah dirinya sedang mengalami kehancuran. Batinnya teramat goncang menerima wahyu tersebut.

Kecintaannya kepada Ismail merupakan ujian bagi Ibrahim, kecintaan itulah satu-satunya kelemahan Ibrahim dalam perjuangannya melawan Iblis. Namun ia dengan keteguhan hati tetap melaksanakan perintah Allah tersebut. Lalu, Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba.

Misi Pembebasan

Ismail yang hendak dikurbankan oleh Ibrahim di Mina beberapa abad lalu, sebenarnya sebuah simbolisasi. Adapun simbol adalah setiap sesuatu yang dicintai manusia, dan kecintaannya kepada sesuatu itu dapat membelenggu manusia untuk bertakwa kepada Allah swt.

Jadi, jika ’’ismail’’-nya Ibrahim adalah anak sendiri, ’’ismail-ismail’’ manusia saat ini bisa berwujud jabatan, kedudukan, harta, harga diri, atau profesi, termasuk di dalamnya mental korup dan serakah yang menguasai manusia?

Apa yang dikiaskan sebagai ’’ismail’’  sebenarnya adalah tiap sesuatu yang membuat  manusia hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, dan tiap sesuatu yang dapat membutakan mata dan menulikan telinga mereka dari hidayah Allah swt.

Apa dan siapa pun ’’ismail-ismail”  itu maka harus dikurbankan  di bumi yang fana ini, sebagai bukti keimanan dan kecintaan kita kepada Tuhan? Inilah sejatinya makna terpenting Idul Kurban, yakni tumbuhnya sikap kesediaan berkurban dalam konteks sosial yang lebih luas. Yakni kapan dan di mana pun kita berada rela memberikan pengorbanan tulus demi kemaslahatan masyarakat.

Presiden Soekarno pernah mengutip pendapat Sir Oliver Lodge yang menyatakan, ’’There is no life without sacrifice and no sacrifice is wasted’’, yang secara bebas bisa diartikan bahwa tidak ada hidup tanpa pengorbanan dan tidak ada korban (dalam konteks ajaran Islam: menyembelih hewan kurban) yang hilang terbuang. Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa berkorban merupakan inti dari kehidupan.

Jadi, inti ibadah kurban adalah semangat pembebasan manusia dari sifat-sifat yang melekat sebagai potensi antisosial. Sifat antisosial yang paling berbahaya dan dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah nafsu serakah, yang melahirkan perilaku korup.

Dengan demikian semangat Idul Kurban sejatinya sangat relevan dengan upaya bangsa kita memerangi tindak pidana korupsi yang kini makin menggurita dan melanda semua sendi kehidupan. Pada saat upaya-upaya pemberantasan korupsi yang dimotori oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat ujian dan hambatan yang sangat berat maka semangat Idul Kurban bisa menjadi spirit untuk makin memperkuat upaya pemberantasan korupsi.

Karena jika para pelaku kurban dan umat Islam yang merayakan Hari Haya Idul Kurban benar-benar menghayati makna ibadah kurban pasti mereka akan terhindar dari perbuatan korup, bahkan sebaliknya lebih tebal memiliki semangat untuk secara bersama-sama melawan korupsi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar