Reshuffle
dan Industri Unggulan
Edy Purwo Saputro ; Dosen Pascasarjana di Universitas
Muhammadiyah Solo
|
KORAN
SINDO, 05
Mei 2017
Wacana
reshuffle kabinet kembali disampaikan
Presiden Jokowi, terutama jika target yang telah ditetapkan tidak bisa
tercapai oleh kementerian. Asumsi yang mendasari tidak bisa terlepas dari
komitmen pemerintahan dan kabinet dengan fokus kerja. Terkait hal ini,
capaian target di caturwulan pertama periode Januari —April 2017 menjadi sisi
penting untuk evaluasi kinerja kabinet era pemerintahan Jokowi, apalagi saat
ini telah memasuki tahun ketiga pemerintahan. Karena itu, prospek ekonomi
2017 dan fluktuasi ekonomi era global memicu sentimen terhadap pertumbuhan
ekonomi 2017 yang ditarget 5,1% dan pemangkasan anggaran. Fakta inilah yang
menjadi asumsi dari wacana reshuffle
yang ditegaskan Presiden Jokowi.
Fakta
di balik isu reshuffle tentu tidak
bisa mengelak dari perkembangan global. Paling tidak hal ini mengacu proyeksi
ekonomi versi Bank Indonesia (BI) yang menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi
di semester awal 2017 di bawah ekspektasi. Keyakinan ini terutama dipicu oleh
kondisi perekonomian di kuartal pertama dan kedua yang diyakini lebih rendah
apabila dibandingkan dengan 2016 meski di sisi lain prediksi BI tetap yakin
pertumbuhan ekonomi 2017 akan mencapai kisaran 5,2%.
Argumen
yang mendasari laju ekonomi pada kuartal pertama dan kedua kurang bergairah
adalah perkembangan sektor perbankan dan korporasi yang masih melakukan
konsolidasi. Selain itu, perkembangan ekonomi Amerika Serikat era
pemerintahan Donald Trump yang cenderung proteksionis juga memicu sentimen
negatif, apalagi ada rencana penurunan neraca The Fed sebesar USD4,5 triliun.
Unggulan
Kalkulasi
data rata-rata pertumbuhan sejak 2005-2015 di kisaran 5,8% sehingga target
terhadap pencapaian ekonomi 2017 masih prospektif meski semua kementrian
harus kerja ekstra untuk mencapai semua target yang ditetapkan. Persepsi
reshuffle bisa diganti atau digeser
sesuai hak prerogatif Presiden.
Karena
itu, beralasan jika Bappenas perlu untuk memetakan sektor industri unggulan
yang mampu mendukung bagi pencapaian target pertumbuhan ekonomi 2017. Hal ini
penting karena selama ini pertumbuhan domestik lebih banyak didukung oleh
konsumsi. Padahal, fakta ini rentan terhadap daya beli dan inflasi. Karena
itu, perlu memacu laju pertumbuhan dengan dukungan sektor produktif yang bisa
dicapai dengan peran dari sektor industri.
Keyakinan
terhadap pentingnya pemetaan sektor industri unggulan juga tidak terlepas
dari penetapan sejumlah target pada 2016 yang tidak tercapai misalnya di
sektor pajak yang gagal mencapai target Rp1.539,2 triliun karena kurang Rp219
triliun. Artinya, sukses tax amnesty
yang diyakini akan mendorong kegiatan ekonomi domestik tidak menjamin
terhadap perolehan target pajak sehingga pada 2017 harus lebih realistis.
Padahal, perolehannya diharapkan dapat menyokong pendanaan pembangunan.
Terkait
ini, bisa dipastikan pemangkasan anggaran menjadi pilihan alternatif yang
konservatif untuk menyelamatkan anggaran, sementara beban utang luar negeri
sudah berat. Karena itu, beralasan bila Menkeu Sri Mulyani menegaskan
keuangan saat ini minim dengan sejumlah konsekuensi yaitu menunda dan
memangkas anggaran, termasuk salah satunya dana alokasi daerah sehingga daerah
diharap memahami kondisi ini dan menjalankan program prioritas.
Setali
tiga uang dengan pemerintah pusat bahwa pemerintah daerah juga harus cermat
memetakan potensi sektor industri unggulan dan program prioritas sehingga
orientasi terhadap pertumbuhan tetap tercapai.
Wacana
ini menegaskan komitmen dari Bappenas yang akan memprioritaskan tiga sektor
unggulan untuk bisa memacu pertumbuhan 2017. Asumsi yang mendasari peran dari
tiga sektor unggulan adalah kontribusi terhadap produk domestik bruto.
Padahal, pemerintah dan DPR sepakat merevisi pertumbuhan 2017 dari 5,3%
menjadi 5,1% dan diyakini ini target realistis di tengah beban pendanaan dan
krisis global misalnya kasus di semenanjung Korea yang memanas.
Tiga
sektor unggulan yang mampu mendukung laju ekonomi pada 2017 yaitu industri
pengolahan, pertanian, juga sektor perdagangan. Asumsi yang mendasari
pemilihan sektor industri pengolahan adalah peran penting terhadap
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Data
dari Bappenas menunjukkan bahwa sektor industri ini memberikan kontribusi
terhadap perekonomian sebesar 21,7% dan terbesar jika dibanding sektor lain.
Karena itu, sangat beralasan jika pemerintah memetakan sektor industri
pengolahan sebagai prioritas yang pertama dalam target untuk memacu
pertumbuhan pada 2017. Selain itu, peran sektor ini pada penyerapan tenaga
kerja juga cukup besar yaitu 19,4% dan pada 2017 ditarget menyerap 614.000
tenaga kerja.
Keyakinan
terhadap peran sektor industri pengolahan tidak bisa terlepas dari rilis BPS
sebagai perbandingan bahwa pertumbuhan triwulan II/2016 mencapai 5,18% atau
naik dibanding periode yang sama pada 2015 yaitu 4,66% dan pada 2014 yaitu
4,96%. Kalkulasi dari ekonomi triwulan II dapat disimpulkan bahwa faktor
pendorong dari optimisme ekonomi yaitu kenaikan harga sejumlah komoditas
unggulan, inflasi terkendali, penurunan BI rate, optimisme pasca-reshuffle dan sentimen terhadap investasi asing,
serta perbaikan ekspor. Aspek lain yang juga perlu dicermati bahwa belanja
pemerintah kini naik menadi Rp474 triliun sehingga ini berpengaruh terhadap
belanja modal bagi penggerak roda ekonomi.
Meski
demikian, prospek pertumbuhan tahun ini masih belum aman karena untuk
merealisasikan pertumbuhan setidaknya harus didukung pertumbuhan investasi
21%.
Komitmen Investasi
Urgensi
investasi menjadi acuan untuk mendukung pertumbuhan 2017 dan karenanya
kekecewaan Presiden Jokowi terkait investasi dari Arab menjadi beralasan.
Terkait hal ini, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) harus bisa memacu
daya tarik investasi karena target investasi pada 2017 mencapai Rp670 triliun
dan pada 2018 naik menjadi Rp840 triliun.
Karena
itu, beralasan jika Kepala BKPM Thomas Lembong gencar melakukan promosi
investasi ke sejumlah negara demi mengejar target perolehan investasi
termasuk realisasinya. Di sisi lain memacu daya tarik investasi ke negara
potensial seperti Singapura, AS, Jepang, Korsel, dan China juga perlu
ditingkatkan, terutama untuk sejumlah proyek infrastruktur, bidang
kelistrikan, dan manufaktur. Prospek investasi juga harus didukung iklim
sospol dan kepastian regulasi. Karena itu, komitmen pemerintah mereduksi
korupsi dan suap di sejumlah bidang menjadi acuan penting untuk memacu daya
tarik investasi.
Konsekuensi
peningkatan realisasi investasi berpengaruh positif terhadap penyerapan
tenaga kerja yaitu mampu menyerap 327.170 tenaga kerja yang terdiri atas
190.610 dari proyek PMA dan sisanya 136.560 orang dari proyek PMDN. Fakta
dari investasi dan peran sektor industri pengolahan sebagai penopang utama pertumbuhan
ekonomi 2017 memberikan gambaran perekonomian 2017 cukup berat dan karenanya
pemangkasan anggaran menjadi alternatif untuk memberikan stimulus terhadap
ekonomi domestik.
Karena
itu, pemerintah pusat dan daerah perlu membuat skala prioritas terhadap
target pertumbuhan sehingga sinkron antara pembangunan nasional daerah
sehingga target terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bisa tercapai.
Artinya,
prioritas peran sektor industri pengolahan harus juga didukung peran daerah,
terutama melalui program unggulan daerah dan potensi sumber daya lokal
melalui basis ekonomi kreatif dan penggunaan dana desa secara maksimal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar