Isu
Pendidikan untuk Pilkada 2018
Mohammad Adib ; Dosen FISIP;
Kepala Pusat Penelitian
Kependudukan dan Kebijakan Unair
|
JAWA
POS, 03
Mei 2017
PENDIDIKAN,
meskipun bukan segalanya, nyaris segalanya. Dengan pendidikan, segalanya
nyaris dapat dioptimalkan untuk memantapkan derajat kesehatan, kesejahteraan,
kebahagiaan, dan kemuliaan penduduk dunia yang kini berjumlah sekitar 7,7
miliar untuk lebih bermartabat di masa sekarang dan yang akan datang.
UNDP
(2010) menetapkan, hitungan IPM (indeks pembangunan manusia) dengan dua poin.
Yang pertama adalah indikator kesehatan, pendidikan, dan standar hidup. Di
dalam pendidikan, terdapat unsur harapan lama sekolah (HLS) dan rata-rata
lama sekolah (RLS). Lalu, yang kedua adalah agregasi indeks. Melalui indikator
tersebut di tingkat dunia (2013), negara Indonesia menempati peringkat ke-108
dari 187 negara. Sedangkan di tingkat ASEAN, IPM Indonesia menduduki
peringkat ke-5 (68,4) dari 10 negara dengan angka tertinggi Singapura (90,1)
dan terendah Myanmar (52,4).
Peringkat Ke-15
IPM
Jawa Timur (Jatim) menduduki peringkat ke-15 dari 34 provinsi dengan angka
69,74 (2016). Angka itu meningkat 0,79 poin bila dibandingkan dengan IPM 2015
yang sebesar 68,95. Perinciannya; angka harapan hidup (AHH) saat lahir 70,74
tahun; harapan lama sekolah (HLS) usia 25 tahun ke atas 12,98 tahun;
rata-rata lama sekolah (RLS) 7,23 tahun; dan pengeluaran per kapita yang
disesuaikan Rp 10,71 juta.
Dalam
lima tahun terakhir, peringkat Jatim naik dari ke-19 pada 2011 menjadi ke-18
pada 2012 dan 2013, lalu ke-17 pada 2014. Kemudian melompat dua tingkat ke-15
pada 2015 dengan indeks 68,95 –yang tumbuh tercepat di Jawa (Statistik Daerah
Provinsi Jatim, 2016: 43). Di antara 34 provinsi di Indonesia, provinsi
dengan IPM tertinggi adalah DKI Jakarta (79,60) dan DIJ (78,38). Dengan
demikian, status IPM Jatim ”sedang” dengan nilai 60–70.
Di
antara 38 kota/kabupaten di Jatim (2016); yang tercatat memiliki IPM dengan
kategori ”sangat tinggi” adalah Kota Malang (80,46); Kota Surabaya (80,38), dan
Kota Madiun (80,01). IPM tiga kota itu melebihi IPM DKI Jakarta dan DIJ. IPM
14 kabupaten/kota di Jawa Timur sudah berkategori ”tinggi”. Namun, disparitas
yang jauh merosot dari 20 kabupaten/kota berkategori ”sedang” dan satu yang
berkategori rendah, yaitu Sampang (59,09), menyebabkan Jatim tidak mudah
untuk mendongkrak angka IPM-nya di tingkat nasional.
AHH
terbaik dimiliki Kota Surabaya (73,87 tahun) dengan didukung sarana,
prasarana, dan perlengkapan kesehatan yang memadai untuk diakses masyarakat.
Kesadaran warganya untuk berpola hidup sehat semakin tinggi sehingga
mendukung peningkatan AHH. Sedangkan AHH terendah dijumpai di Situbondo
(65,89).
Indikator
HLS tertinggi dimiliki Kota Malang (15,38 tahun), sedangkan yang terendah
Sampang (11,37 tahun). Adapun indikator RLS tertinggi terdapat di Kota Madiun
(11,09 tahun), sementara yang terendah di Sampang (3,79 tahun).
Untuk
indikator pengeluaran per kapita yang disesuaikan (2016); yang tertinggi
adalah Kota Surabaya (Rp 16,3 juta); diikuti Kota Malang (Rp 15,73 juta) dan
Kota Madiun (Rp 15,3 juta). Sedangkan yang terendah adalah Sumenep (Rp 7,85
juta).
Partisipasi Sekolah
Angka
partisipasi sekolah (APS) penduduk Jawa Timur yang berjumlah 38.48 juta
(2015) pada usia 7–12 tahun mencapai 98,28 persen (2011); 98,66 persen
(2012); 99,06 persen (2013); 99,38 persen (2014); dan 99,45 persen (2015).
Tersisa 0,06 persen sampai 0,55 persen yang tidak bersekolah pada usia SD.
Untuk usia SMP (13–15 tahun); APS 90,04 persen pada 2011; 91,71 persen pada
2012; 92,87 persen pada 2013; 96,36 persen pada 2014; lalu 96,53 persen pada
2015. Pada usia SMP ada sisa 3,47–9,06 persen yang drop out. Untuk usia 16–18
tahun; APS 58,79 persen pada 2011; 61,68 persen pada 2012; 62,11 persen pada
2013; 70,25 persen pada 2014; lalu 70,70 persen pada 2015. Artinya, angka
dropout atau yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA pada usia
remaja (16–18 tahun) 26,99 persen sampai 31,21 persen.
Artinya,
di Jatim terdapat 3–8 persen penduduk usia SD yang tidak melanjutkan
pendidikan ke jenjang SMP. Sedangkan penduduk yang tidak melanjutkan
pendidikan ke SMA pada usia 16–18 tahun 26–31 persen, meskipun terdapat
peningkatan hampir 4 persen selama lima tahun hingga 2015.
Rata-rata
lama sekolah (tahun) penduduk usia 15 tahun ke atas di Jatim 7,71 tahun.
Artinya, penduduk Jatim pada usia tersebut yang tinggal di kabupaten/kota
setara dengan tingkat SD. Kabupaten dengan RLS di bawah 7,71 tahun pada usia
tersebut adalah Bondowoso, Sumenep, Bangkalan, dan Sampang.
Pilkada 2018
Pilkada
Jatim 2018 berlangsung di provinsi dan 18 kabupaten/kota. RLS penduduk usia
15 tahun di wilayah pilkada tersebut pada wilayah perkotaan 10,25 di Kota
Kediri; 10,55 di Malang; 8,80 di Probolinggo; 10,10 di Mojokerto; 11,22 di
Madiun; dan 8,94 di Batu. RLS penduduk Jatim di wilayah perkotaan
penyelengara pilkada 2018 telah berada di atas RLS Jatim 7,71 dengan posisi
tertinggi dimiliki Kota Madiun (11,22).
RLS
pada 13 wilayah kabupaten penyelenggara pilkada 2018 adalah 8,16 di
Tulungagung; 6,26 di Lumajang; 5,85 di Bondowoso; 6,09 di Probolinggo; 7,10
di Pasuruan; 7,34 di Jombang; 7,80 di Nganjuk; 7,54 di Madiun; 8,15 di
Magetan; 7,28 di Bojonegoro; 5,79 di Bangkalan; 4,84 di Sampang; dan 6,54 di
Pamekasan. Di antara kabupaten penyelenggara pilkada 2018, kecuali Tulungagung,
Magetan, dan Nganjuk, sepuluh kabupaten memiliki RLS di bawah RLS perkotaan
dan Jatim. Wilayah tapal kuda (Lumajang, Bondowoso, Probolinggo, dan
Pasuruan) serta Madura (Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan) berkarakteristik
sosial budaya yang hampir sama. Pendidikan yang belum menjadi prioritas utama
tepatlah menjadi perhatian yang lebih ditekankan.
Sejumlah
kendala yang sering klise dan klasik hendaknya segera dibongkar. Argumen yang
harus didekonstruksi, misalnya, kondisi ekonomi yang minim mengakibatkan
sebagian besar penduduk di wilayah ini tidak menyekolahkan anak ke jenjang
yang lebih tinggi. Mereka lebih berharap anak-anaknya dapat bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Pasangan
cawali, cabup, dan cagub pada pilkada 2018, baik yang independen maupun
berpartai, hendaknya lebih berani dalam mengeksplisitkan kehendaknya saat
berkampanye untuk meningkatkan IPM di Jatim. Warga selayaknya juga lebih
kritis dengan pertanyaan yang lebih detail tentang strategi dan teknik
meningkatkan IPM di wilayahnya, memantapkan martabat penduduk yang lebih
cerdas dan bermoral mulia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar