Pulau
Tidak Dijual
Arie Afriansyah ; Dosen
Departemen Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
|
KOMPAS,
08 November 2014
BEBERAPA waktu lalu ramai
diberitakan ada pulau di Indonesia yang dijual kepada pihak asing. Pulau itu
adalah Pulau Kiluan, berlokasi di Provinsi Lampung, yang ditawarkan oleh
situs privateislandsonline.com seharga tiga juta dollar Amerika Serikat.
Keriuhan serupa pernah terjadi
tahun 2007 dan akhir tahun 2012 ketika Pulau Panjang, Pulau Meriam, Pulau
Gambar, dan Pulau Gili Nanggu juga ditawarkan kepada pihak asing.
Dalam perspektif hukum,
mungkinkah pulau di bawah kedaulatan NKRI dijual kepada pihak asing?
Jawabannya perlu dikaji dari dua hukum, yaitu hukum internasional dan hukum
nasional.
Dalam hukum internasional,
hanya negara yang dapat memperoleh dan memiliki wilayah beserta
kedaulatannya.
Semenjak berakhirnya Perang
Dunia II, perolehan wilayah lazimnya diperoleh dengan cara penentuan nasib sendiri
yang mungkin berujung pada kemerdekaan. Peralihan kepemilikan wilayah secara
individu dalam hukum internasional tidak berdasar.
Namun, pernah juga tercatat
praktik peralihan kepemilikan atas suatu pulau oleh individu asing di
beberapa negara kepulauan seperti Karibia atau Bahama.
Contohnya, penjualan Pulau
Exuma Cays Bahama kepada produser terkemuka Tyler Perry tahun 2009. Ada pula
yang dijual kepada pemimpin spiritual Aga Khan, aktor Jhonny Depp, dan David
Copperfield.
Walaupun pulau dijual dalam artian
harfiah, dalam praktiknya segala aturan administrasi pengolahan tunduk pada
aturan negara Bahama.
Dengan demikian bisa
disimpulkan bahwa walaupun ada praktik peralihan wilayah pada kepemilikan
pribadi, peralihan wilayah tersebut hanya sebatas pemanfaatan semata.
Kedaulatan atas wilayah dalam hukum internasional tetap berada di bawah
kekuasaan pemerintahan Bahama.
Hukum nasional
Dalam konteks domestik,
sebagaimana diamanatkan UUD 1945, kepemilikan wilayah Indonesia beserta
kedaulatannya hanya ada di tangan negara. Negara mempunyai hak untuk
menguasai tanah yang merupakan milik bangsa Indonesia yang diejawantahkan
pada Undang-Undang Dasar Pokok Agraria (UUPA).
Substansi penguasaan negara ada
di balik hak penguasaan. Negara juga berkewajiban untuk menggunakan dan
memanfaatkan tanah sebagai sumber daya ekonomi bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat dalam bentuk hak pemanfaatan yang diberikan oleh negara,
yaitu hak ulayat dan hak perorangan, seperti hak milik, hak guna bangunan,
hak guna usaha, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, hak sewa, hak
membuka tanah, dan hak memungut hasil hutan.
Dalam UUPA, hak pengelolaan
atas tanah oleh warga asing yang dimungkinkan hanyalah hak pakai. Pengaturan
mengenai hak pakai ada pada Pasal 41 dan 42 UUPA, dijabarkan lebih lanjut
dalam PP No 40/1996.
Hak pakai ini dapat diberikan
kepada orang asing atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia. Jangka
waktu pemberian hak pakai adalah 25 tahun.
Selain itu, pada 2007 juga
diterbitkan suatu undang-undang untuk mengatur wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
Menurut UU No 27/2007, setiap
pemanfaatan pulau-pulau kecil beserta dengan perairan di sekitarnya oleh
asing harus mendapatkan persetujuan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengelolaan pulau oleh asing tidak serta-merta membuat
pulau tersebut menjadi milik asing dan terdisintegrasi kedaulatannya dengan
NKRI. Pulau-pulau tersebut tetap milik bangsa Indonesia yang selanjutnya
dikuasai oleh negara, hanya pemanfaatannya oleh asing.
Oleh karena itu, tidak perlu
diperdebatkan lagi soal penjualan pulau ini karena tidak ada peralihan
kepemilikan, apalagi kedaulatan kepada pihak asing.
Yang ada adalah peralihan hak
atas tanah yang dibatasi hanya untuk warga asing, seperti hak pakai dengan
persyaratan sesuai UUPA. Bahkan, pemanfaatan pulau oleh asing pun harus
seizin Menteri Kelautan dan Perikanan.
Kenyataannya pulau-pulau yang
sebelumnya ditengarai ”dijual” kepada pihak asing, yaitu Pulau Gambar dan
Pulau Gili Nanggu, hingga kini masih dimiliki oleh warga negara Indonesia
dengan strata hak milik.
Kekhawatiran akan hilangnya
kedaulatan wilayah NKRI dapat diminimalisasi jika Pemerintah Indonesia aktif
mengampanyekan sosialisasi menyeluruh tentang peraturan yang ada.
Meskipun kepemilikian hak atas
pulau dimungkinkan terhadap warga asing, Pemerintah Indonesia harus memeriksa
secara rutin dan konsisten untuk menjaga penggunaan hak atas tanah sesuai
dengan peruntukannya (display of
sovereignty). Dengan demikian, kedaulatan atas wilayah Indonesia tetap
terjaga.
Maka, hal utama yang perlu
diselesaikan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla adalah melaksanakan amanat
PP 40/1996 untuk membuat peraturan pemerintah terkait hak atas tanah di
pulau.
Hal ini untuk memberikan
kepastian dan keseragaman hukum bagi aparatur negara, baik di tingkat pusat
maupun daerah yang wilayah kewenangannya kerap bernilai strategis. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar