Menuju
“Holding” BPD
Gunoto Saparie ; Fungsionaris
ICMI Jateng
|
KORAN
JAKARTA, 06 November 2014
Belakangan muncul keinginan bank pembangunan daerah (BPD) membentuk sebuah holding yang memayungi semua bank daerah agar tak perlu repot-repot membangun
jaringan ke seluruh provinsi. Apalagi
sebentar lagi, tahun 2015, kita
memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA). Sunarsip, ekonom The Indonesia
Economic Intelligence, pernah mengemukakan bahwa pembentukan holding menguntungkan BPD dari sisi
permodalan dan membuka peluang ekspansi
bisnis.
Total aset seluruh BPD sekitar
400 triliun rupiah, keempat dalam jajaran bank terbesar di bawah
Mandiri, BRI, dan BCA. Pembentukan holding juga bisa mengembalikan
peran BPD sesuai namanya sebagai
bank pembangunan. Apalagi sejauh
ini BPD ikut larut dalam irama bisnis bank komersial pada umumnya. Holdingjuga bisa menjadi solusi atas
kendala BPD, terutama permodalan dan
kesiapan dana jangka panjang yang
murah melalui penerbitan obligasi. Pemerintah
daerah sebagai shareholder cenderung
tidak dapat menjamin aksi korporasi di
pasar modal. Bahkan, melalui
pembentukan holdingbisa membuat BPD
naik kelas lagi menjadi bank yang membiayai infrastruktur.
Praktik semacam ini di sejumlah negara sudah sangat lazim. Contohnya, di Jerman, peran bank komersial hanya sekitar 25 persen dari seluruh aset perbankan.
Selebihnya, dikuasai bank-bank
pembangunan seperti Kreditanstalt für Wiederaufbau di tingkat nasional
dan di level regional terdapat Sparkassen (saving bank), Landesbanken (semacam BPD), dan bank koperasi.
Sebagai institusi daerah yang
selalu memimpin bank-bank lain,
Bank DKI tentu memahami pentingnya strategi pembentukan holding.
Meski demikian, keinginan itu
tidak serta-merta bisa diwujudkan karena keragaman bank dan
kepentingan. Akan tetapi, ini tidak
membuat bank milik Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta itu surut langkah. Bank
DKI rencananya akan menggelar strategi
awal dengan membuka peluang merger atau
mengakusisi BPD lainnya. Opsi ini dapat terjadi dengan mekanisme voluntary merger dengan
bank yang memiliki hubungan bisnis
dengan Provinsi DKI Jakarta. Sulit
Direktur Utama Bank Jateng,
Supriyatno, mengatakan skema
holdingBPD memang perlu dilakukan demi menghadapi tantangan industri
perbankan yang semakin berat.
Namun, dia mengakui wacana tersebut tidak mudah diterapkan karena harus menyamakan pemahaman banyak pihak, khususnya pemegang saham yang sebagian besar pemerintah daerah. Ada beberapa bank daerah
yang cukup besar, seperti Bank DKI, Bank Jatim, Bank Jateng, dan Bank Kaltim. Meski menilai
skema holding cukup layak, Supriyatno
pesimistis berujung merger sebab
kinerja sejumlah bank daerah cukup bagus sehingga belum tentu pemegang saham
bersedia melepaskan. Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda)
yang juga Direktur Utama Bank DKI
Jakarta, Eko Budiwiyono, menambahkan sejumlah
BPD tengah menjajaki kemungkinan konsolidasi melalui skema holding.
Menurutnya, BPD memiliki potensi
menjanjikan. Penyatuan BPD akan memunculkan kekuatan besar
perbankan, salah satunya dari sisi
aset. Kiprah BPD menjanjikan
harapan baru melalui terobosan kerja
sama di bidang teknologi informasi.
BPD Net Online, yang telah
menghubungkan 23 dari 26 BPD, sudah
diluncurkan beberapa tahun lalu. Hal ini memudahkan nasabah bertransaksi di seluruh kantor cabang secara realtime. Ini sungguh
terobosan berkelas internasional sejajar
the Cantonal Bank Group (BPD
Group) di Swiss. Dalam Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) yang mulai berlaku empat tahun lalu, BPD dikategorikan sebagai bank fokus daerah.
Di kelas ini, BPD
diharapkan memiliki modal inti antara 100 miliar dan 10 triliun.
Namun, sebetulnya yang diharapkan API tidak sekadar pemenuhan syarat minimal kepemilikan modal, tapi menciptakan struktur perbankan domestik sehat agar mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta
mendorong pembangunan ekonomi nasional
berkesinambungan. BPD sulit berperan
secara maksimal, bila hanya bermodal
minimal. Maka, mau tak mau, BPD perlu
konsolidasi diri guna meningkatkan peran
dalam pembangunan perekonomian
nasional.
Ada beberapa langkah yang
dapat ditempuh, di antaranya menambah modal inti pemilik,
privatisasi, merger ataupun membentuk
holding. Namun, hendaknya pilihan
penambahan modal dipertimbangkan secara
masak-masak. Dengan demikian, keseluruhannya berdampak positif bagi pengembangan BPD. Jadi, jangan sekadar
menambah kekuatan permodalan. Sebagai
contoh, Cantonal Bank di Swiss memilih
beraliansi strategis dalam koordinasi the Cantonal Bank Group pelayanan konsumen secara nasional dari dan ke seluruh cabang sebagaimana BPD Net Online.
Namun lain di Jerman, Sparkassen yang melayani distrik membangun holding
company dalam naungan DSGV Sparkassen-Finanzgruppe.
Keunggulannya, kekuatan permodalan
untuk mencapai economies of
scale. Dalam bisnis keuangan,
nilai optimum skala ekonomis biasanya
cukup besar sebab semakin besar kemampuan
modal, tambah baik dalam mengadakan perangkat keuangan canggih. Ini akan meningkatkan efisiensi dan competitiveness.
Selain itu, dia akan
memiliki mobilitas teritorial hampir
tanpa batas. Langkah lain
diversifikasi sumber dana agar tidak hanya mengandalkan pihak ketiga, pemda, atau penerbitan obligasi. Hal ini penting untuk mengatasi mismatch kebutuhan pembiayaan
proyek-proyek infrastruktur daerah.
Perlu juga diversifikasi dalam penempatan dana maupun produk
perbankan. Dengan demikian, BPD dapat
mencapai economies of scope memadai,
tanpa melupakan jati diri sebagai bank
fokus menunjang dan mendorong pembangunan daerah. Jangkauan ke
daerah-daerah merupakan keunggulan
yang tidak dimiliki bank lain. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar