Etnis
Tionghoa dan Kabinet
Tom Saptaatmaja ; Alumnus Seminari St. Vincent de Paul
|
KORAN
TEMPO, 05 November 2014
Meski ke-34 menteri dalam Kabinet Kerja sudah dilantik Presiden Jokowi
pada 27 Oktober lalu, hingga kini masih ada pertanyaan ke penulis mengapa tak
ada lagi menteri yang beretnis Tionghoa. Pertanyaan itu terlontar karena
sejak 1945-2014 memang selalu ada menteri beretnis Tionghoa.
Sebenarnya, terkait dengan etnis, apa pun etnisnya, kalau sudah
ditunjuk presiden menjadi menteri, setiap menteri harus siap membantu
presiden mewujudkan janji-janji beliau selama kampanye pilpres lalu. Lagi
pula jika etnisitas menjadi pertimbangan utama dalam memilih menteri, boleh
jadi presiden bisa pusing, mengingat di negeri ini ada ratusan etnis atau
suku.
Memang, kalau kita perhatikan, ke-34 menteri dalam Kabinet
Kerja, dari Aceh, Nias, Padang, Sunda, Jawa, Bali hingga Papua, sudah
terwakili. Keterwakilan etnis itu menunjukkan kemajemukan Indonesia.
Maka, ada yang agak heran, mengapa kali ini tidak ada etnis
Tionghoa di susunan kabinet. Padahal, sejak Indonesia merdeka hingga berumur
69 tahun, seperti disebutkan di atas, selalu ada menteri beretnis Tionghoa
yang duduk dalam kabinet. Dari era 1945-1950, dalam kabinet Sjahrir kedua,
Mr. Tan Po Gwan menduduki pos Menteri Negara Urusan Tionghoa. Lalu saat Amir
Sjarifoeddin membentuk kabinet, Siauw Giok Tjhan menjadi Menteri Negara
Urusan Tionghoa dan Ong Eng Die dari PNI sebagai Wakil Menteri Keuangan.
Pada masa Demokrasi Parlementer (1950-1959), seperti dalam
kabinet Ali Satroamidjojo, juga ada nama Dr Ong Eng Die sebagai Menteri
Keuangan dan Lie Kiat Teng untuk pos Menteri Kesehatan. Di masa Demokrasi
Terpimpin (1959-1965), tepatnya dalam Kabinet Kerja IV, Kabinet Dwikora, dan
Kabinet Dwikora yang disempurnakan, ada nama Oei Tjoe Tat sebagai Menteri
Negara yang diperbantukan kepada Presiden RI dan David Gee Cheng diangkat
menjadi Menteri Cipta Karya dan Konstruksi.
Di era Seoharto 1966-1998, juga pernah ada yang jadi menteri,
yakni Bob Hasan sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Sedangkan di
era Reformasi (1998-2009), kita mengenal Kwik Kian Gie sebagai Menteri
Koordinator Ekonomi (1999-2000) dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
serta Ketua Bappenas (2001-2004). Sedangkan di era SBY-Kalla (2004-2009), ada
Mari Elka Pangestu sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Mari
kemudian menjadi Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif (2009-2014).
Itu selintas nama-nama Tionghoa di kabinet selama 69 tahun.
Nama-nama itu ditampilkan sekadar untuk pemaparan sejarah. Jadi, ada fakta
menteri beretnis Tionghoa dalam kabinet kita. Menginformasikan fakta itulah
yang menjadi tujuan utama tulisan ini. Tidak ada pretensi untuk menyalahkan,
membebani, atau menuntut Presiden Jokowi agar memilih menteri beretnis
Tionghoa.
Kabinet yang fungsional tidak mengutamakan unsur representatif,
melainkan produk: kerja, kerja, dan
kerja. Yang penting, di atas semuanya, siapa pun, dari etnis apa pun, selama
sudah dipilih Presiden untuk menjadi menteri, silakan bekerja sebaik-baiknya.
Jangan lupa, menjadi menteri adalah amanah untuk membantu Presiden guna
menyejahterakan rakyat. Sebab, rakyat adalah pemegang kedaulatan sejati. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar