Rindu
Pemimpin Beretika
Antonius
Suryo Abdi ; Doktor Ilmu Marketing dari Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga (UKSW), Praktisi Pemasaran
|
SUARA
MERDEKA, 05 Mei 2014
PADA pengujung tahun lalu,
penulis berkesempatan menginap di kastil tua berusia ratusan tahun yang kini
difungsikan sebagai hotel berbintang, dan terletak di sebuah kota kecil
Warwickshire, Inggris. Diselingi kekaguman akan hebatnya pengelolaan sebuah
cagar budaya menjadi hotel prestisius, penulis kagum bertemu dengan beberapa
karyawan hotel yang berasal dari Indonesia.
Meskipun jauh dari kampung
halaman, mereka selalu mengikuti perkembangan di Tanah Air. Mereka bersyukur
dengan kemajuan negara kita saat ini, terutama gencarnya pemberantasan
korupsi oleh pemerintahan saat ini. Mereka bersepakat dan berdoa agar
Indonesia akan dipimpin oleh pemimpin yang beretika tinggi.
Penulis mengibaratkan pemimpin
suatu negara identik dengan pemimpin bisnis dari sebuah perusahaan besar,
sehingga untuk menjadi pemimpin bisnis yang mumpuni perlu mempelajari etika
bisnis, sesuatu yang sangat berharga untuk beberapa alasan.
Etika bisnis tidak hanya
perpanjangan dari etika pribadi individu itu sendiri. Banyak orang percaya
bahwa jika sebuah perusahaan mempekerjakan orang-orang yang baik dengan
nilai-nilai etika yang kuat, maka akan tercipta ’warga-warga baik’ dalam
organisasi. Profesional dalam bidang apapun, termasuk bisnis, harus berurusan
dengan individu.
Pemimpin sering dihadapkan pada
dilema etika, yaitu keharusan memutuskan sebuah situasi padahal keputusannya
sarat konflik pribadi. Hasil keputusan etis sering tidak bisa dikatakan
menghasilkan keputusan yang selalu tepat. Tidak ada formula ajaib, juga tidak
ada perangkat lunak komputer secanggih apa pun yang menjamin dilema etika
dapat diselesaikan dengan solusi paling tepat.
Gaya kepemimpinan memengaruhi
banyak aspek perilaku organisasi, termasuk perekrutan karyawan dan ketaatan
terhadap nilai dan norma organisasi. Gaya kepemimpinan yang berfokus pada
upaya membangun nilai-nilai organisasi yang kuat antara karyawan dan pimpinan
berkontribusi dalam menentukan standar perilaku bersama.
Pemimpin beretika membutuhkan
pengetahuan dan pengalaman dalam membuat sebuah keputusan. Pemimpin beretika
kuat harus memiliki integritas moral yang tepat. Integritas tersebut harus
dilakukan secara terang-terangan tanpa ada yang disembunyikan di depan umum.
Enam gaya kepemimpinan yang
didasarkan pada kecerdasan emosional dan kemampuan untuk mengelola diri dalam
hubungan kita dengan organisasi secara efektif telah diidentifikasikan oleh Daniel Goleman, yaitu pemimpin koersif
yang menuntut ketaatan dan berfokus pada prestasi, inisiatif dan pengendalian
diri.
Meskipun gaya ini dapat menjadi
sangat efektif pada masa krisis, jika tidak dilakukan dengan baik dapat
menciptakan iklim negatif untuk kinerja organisasi.
Pemimpin yang berwibawa,
dianggap sebagai salah satu gaya paling efektif, dapat mengilhami anggota
organisasi untuk mengikuti visi pemimpin, memfasilitasi perubahan dan
menciptakan iklim kinerja yang sangat positif.
Pemimpin yang afiliatif terhadap
nilai-nilai manusia, di mana emosi dan kebutuhan mereka bergantung pada
persahabatan dan kepercayaan untuk mengedepankan fleksibilitas, inovasi dan
pengambilan risiko. Pemimpin yang demokratis bergantung pada partisipasi dan
kerja sama tim untuk mencapai kolaboratif keputusan. Gaya ini berfokus pada
komunikasi dan menciptakan iklim positif untuk mencapai hasil optimal.
Gaya Terbaik
Pemimpin yang perfeksionis, yang
suka mengatur segala sesuatunya secara rinci dapat menciptakan iklim negatif
karena standar tinggi yang ia tetapkan. Namun gaya ini yang terbaik untuk
mencapai hasil yang cepat dan membutuhkan orang-orang yang menghargai
pencapaian target dan aktif dalam mengambil inisiatif.
Menjadi pemimpin yang mumpuni
juga selalu memerlukan pelatihan agar dapat membangun iklim positif dalam
mengembangkan keterampilan untuk mendorong kesuksesan, mendelegasikan
tanggung jawab, dan terampil menghadapi tantangan tugas. Archie Carroll,
grofesor bisnis Universitas Georgia, menyebutkan tujuh ciri-ciri pemimpin
beretika.
Rinciannya adalah memiliki
karakter pribadi yang kuat; memiliki semangat dalam melakukan sesuatu; proaktif; mempertimbangkan kepentingan
semua pemangku kepentingan; menjadi model peran bagi nilai-nilai organisasi;
etis, transparan dan secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan
organisasi, serta berlaku sebagai manajer berkompeten yang berpandangan
holistik terhadap etika budaya organisasi.
Mempelajari etika bisnis dapat
membantu pemimpin untuk mengidentifikasi isu-isu etis yang sering muncul
dengan tiba-tiba dan mengenali pendekatan yang tersedia untuk menyelesaikan
isu etis tersebut. Seorang pemimpin juga akan belajar lebih banyak tentang
proses pengambilan keputusan etis dan cara-cara mempromosikan perilaku
beretika dalam organisasi yang dipimpin.
Dengan mempelajari etika bisnis,
seorang pemimpin dapat mulai mengerti bagaimana cara mengatasi konflik antara
nilai-nilai pribadi dan organisasi tempatnya bekerja. Negara kita sangat
beruntung andai memiliki pemimpin beretika tinggi. Semoga semua itu bisa terwujud melalui keterpilihan presiden baru
pada Juli 2014, sesuai harapan seluruh warga Indonesia, termasuk segelintir
orang Indonesia yang bermukim di Warwickshire tadi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar