Jumat, 02 Agustus 2013

Demokrasi Kerakyatan

Demokrasi Kerakyatan
Subiakto Tjakrawerdaja  ;   Sekretaris Yayasan Damandiri
          SUARA KARYA, 01 Agustus 2013


Kurang sebulan lagi, tepatnya 17 Agustus 2013, bangsa Indonesia akan memperingati 68 tahun kemerdekaannya. Pertanyaan yang menyeruak, apakah dalam rentang hampir tujuh dekade kebebasan ini, bangsa Indonesia telah mengecap kemerdekaan dalam arti sebenar-benarnya--ekonomi, politik, dan sebagainya?

Tak mudah menjawab pertanyaan yang sederhana itu. Banyak ukuran yang bisa digunakan untuk menilai sukses tidaknya pemerintahan, khususnya setelah era reformasi. Orde Reformasi yang digadang-gadang menjadi jembatan emas (golden bridge) untuk mencapai cita-cita bangsa pada praktiknya telah meleset dari apa yang pernah dicita-citakan pendiri bangsa (founding fathers) negara ini.

Tujuan nasional bangsa ini seperti dijelaskan dalam Pembukaan UUD 1945 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial.

Dengan melihat fakta yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945 itu, tampaknya pemerintahan pascareformasi gagal mengejawantahkan semangat dan keinginan bapak bangsa negara Republik Indonesia ini. Masih banyaknya rakyat yang hidup dalam kemiskinan--meski di sisi lain klaim pertumbuhan ekonomi tinggi selalu didengung-dengungkan pemerintah--hal itu menjadi salah satu indikasi kegagalan itu.

Fakta lain menunjukkan kehidupan masyarakat juga tidak lebih baik dibandingkan dengan masa lalu. Sistem kenegaraan yang diterapkan saat ini dapat ditegaskan telah menyimpang. Kita cenderung menggunakan prinsip demokrasi liberal, suatu sistem yang tentu saja tidak sesuai dengan demokrasi yang diidamkan oleh pendiri negara yang memberikan konsep tegas dan jelas.

Bahwa demokrasi yang dianut adalah demokrasi yang berpijak pada konsep kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan dan perwakilan. Perlu digarisbawahi bahwa demokrasi ideal yang tepat diterapkan di Indonesia adalah demokrasi yang berdasarkan kebebasan dan kesetaraan.

Bung Hatta sendiri sudah menjelaskan hal itu sejak tahun 1933 dalam sebuah pidatonya. Konsep yang ditawarkan oleh Sang Proklamator waktu itu tidak hanya demokrasi dalam konteks politik, namun juga dalam konteks ekonomi.

Ide itu kemudian dipertegas oleh Bung Karno yang menyatakan bahwa Indonesia memiliki demokrasi yang khas karena menempatkan faktor politik dan ekonomi dalam dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Bung Karno menyebutnya sebagai sosiodemokrasi.


Berpijak pada kenyataan itulah, seharusnya elite-elite bangsa ini dapat menggali dan sekaligus merevitalisasi nilai-nilai yang dahulu terbukti dapat menyatukan bangsa yang majemuk ini. Dengan berkaca pada pengalaman sejarah, demokrasi permufakatan paling tepat dijalankan di Indonesia. Bangsa Indonesia perlu mendukung ekonomi kerakyatan yang sesuai dengan konstitusi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar