Senin, 26 Agustus 2013

Islam dan Nilai Kebangsaan

Islam dan Nilai Kebangsaan
Marwan Ja’far  ;    Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI,
Ketua Dewan Pembina Gema Saba 
REPUBLIKA, 23 Agustus 2013

Pengakuan seorang orientalis abad ke-19 bernama HAR Gibb tentang Islam dalam karya monumentalnya, Modern Trends in Islam (1978), kiranya layak kita apresiasi kembali. Hal ini penting untuk menguatkan semangat keberagamaan kita sekaligus sebagai perenungan bagi masa depan Islam di Tanah Air. Islam, menurut dia, bukan hanya sebagai agama wahyu yang cuma mencakup ajaran teologi (baca: tauhid) dan ritual (baca: ibadah) semata, melainkan sekaligus meliputi sistem pedoman hidup (way of life) bagi manusia, baik moral, sosial, dan budaya. Dalam konteks negara-bangsa, kesempurnaan Islam tersebut paling tidak telah memunculkan ada nya 3 (tiga) perspektif bagi umat Islam. 

Pertama, perspektif theo-centries, di mana suatu bangsa hanya menjalankan seluruh ajaran agama sehingga tak memiliki otoritas untuk menentukan tata nilai untuk dijadikan dasar dalam kehidupan bersama. Kedua, perspektif antropho-centries, di mana suatu bangsa sepenuhnya memiliki otoritas untuk menentukan tata nilai untuk dijadikan dasar dalam kehidupan kolektif mereka. Ketiga, perspektif theo-antropho-centries, di mana suatu bangsa memiliki otoritas untuk menentukan tata nilai yang dijadikan dasar dalam kehidupan bernegara dan berbangsa meski tetap berpegang pada otoritas ajaran agama. 

Dari perspektif tersebut, melahirkan berbagai tipologi, sistem, dan bentuk negara yang dianut oleh masing-masing bangsa. Secara garis besar, dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) hal, yakni: negara agama dan negara sekuler. 

Konteks Indonesia

Dalam konteks Indonesia, ternyata para pendiri negara dalam menentukan bentuk, sistem, dan dasar negara mengalami proses yang cukup panjang.
Berbagai argumen pun mengemuka. Para pendiri negara ternyata lebih cenderung manggunakan perspektif theo-antropho-centries. Hasil dari rumusan perspektif tersebut akhirnya menjadi dasar negara bahwa Indonesia menganut sistem demokrasi dan dasar negara yang dipakai adalah Pancasila.

Rumusan filosofi Pancasila yang menjadi konsensus segenap bangsa inilah yang dinilai dapat mengakomodasi prinsip moral dan nilai-nilai agama sekaligus nilai-nilai luhur budaya bangsa. Seluruh tata nilai agama, sebagaimana rumusan Pancasila tersebut, merupakan satu kesatuan nilai yang disaripatikan dari ajaran agama dan budaya luhur bangsa sekaligus Revitalisasi nilai kebangsaan. Tak bisa dimungkiri bahwa tantangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara semakin kompleks dewasa ini. Adanya berbagai paham dan ideologi akibat globalisasi, tentu berpengaruh terhadap nilai-nilai kebangsaan. Nilai-nilai kebangsaan yang telah disaripatikan dalam Pancasila harus terus direvitalisasi sejalan dengan semakin menguatnya tantangan yang mendera bangsa kita. 

Secara garis besar ada dua tantangan besar yang memungkinkan memengaruhi nilai-nilai tersebut. Pertama, secara eksternal adanya gelombang demokratisasi yang sedang melanda di hampir seluruh negara di kawasan Afrika, terutama Timur Tengah dan Asia. Gelombang demokratisasi tersebut sangat mungkin merambah ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Berbagai isu yang diembuskan atas nama kebebasan dan demokrasi (demokrasi liberal) terbukti dapat menghancurkan hampir seluruh tatanan di Timur Tengah. Fenomena seperti ini harus diantisipasi secara baik dengan melakukan upaya komunikasi dan diplomasi politik internasional. Membangun komunikasi dan diplomasi politik internasional secara intens akan efektif dapat mencegah berbagai bentuk paham dan ideologi transnasional yang dapat menggoyang kedaulatan bangsa ini.

Kedua, secara internal adanya berbagai isu tentang deligitimasi politik dan konflik kepentingan secara vertikal hingga persoalan kesenjangan sosial yang berpotensi mengakibatkan konflik horizontal merupakan tantangan tersendiri.

Dalam hal ini, langkah-langkah antisipatif untuk merevitalisasi nilai-nilai kebangsaan perlu dijalankan. Pertama, perlu ada gerakan secara inovatif dan masif tentang penguatan pemahaman nilai-nilai kebangsaan. Gerakan seperti ini mutlak diperlukan agar bangsa ini benar-benar memiliki pemahaman dan komitmen kebangsaan yang tinggi. Prinsip utama dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, sebagaimana tertera dalam Pancasila, harus disosialisasikan secara lebih inovatif dan masif. 

Kebijakan negara mengenai cinta Tanah Air harus implementatif berpihak dan beorientasi dalam negeri dalam berbagai sektor: produk industri, pertanian, hingga komoditas makanan. Alhasil, semakin tinggi pemahaman dan komitmen kebangsaan tersebut, bangsa ini semakin solid dan kuat pula. Bangsa yang solid dan kuat komitmennya sudah dapat dipastikan tidak mudah tergoyahkan oleh pihak-pihak lain.

Kedua, perlu ada upaya pengembalian kepercayaan rakyat yang belakangan ini mulai terkikis. Para pemangku kebijakan harus mampu membuktikan kepada rakyat bahwa negara mampu mengantarkan bangsa ini mencapai kehidupan yang lebih adil, makmur, dan bermartabat. Komitmen ini mengandung konsekuensi bahwa cita-cita mewujudkan pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih tak bisa ditawar lagi. Momentum tahun politik (2014) harus bisa dimanfaatkan oleh pemerintah dan seluruh komponen bangsa untuk melakukan konsolidasi nasional. Pendekatan parsuasif, akomodatif, kooperatif, dan integratif, tanpa saling menyalahkan yang menjadi nilai luhur bangsa ini akan mempercepat terwujudnya cita-cita nasional itu. 

Ketiga, perlu membangun kesadaran, keyakinan, dan komitmen kebangsaan bahwa masa Indonesia bergantung pada bangsa sendiri. Hal ini akan memacu semangat kebersamaan, persaudaraan, dan kesetiakawanan nasional yang pada akhirnya mampu meraih cita-cita ma syarakat madani itu sendiri.

Bangsa ini adalah yang paling majemuk di dunia. Pendekatan untuk memecahkan berbagai persoalan yang kian kompleks pun harus variatif. Tak ada tempat lagi bagi mereka yang menolak berbagai kemajuan dengan mengusung nilai-nilai yang sudah usang, seperti eksklusivisme, anarkisme, dan menolak kemajemukan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar