Bersih-bersih
Data Pemilih
Ikhsan Darmawan ;
Dosen Departemen Ilmu Politik FISIP UI
|
TEMPO.CO, 13 Februari 2017
Dalam bukunya,
Why Electoral Integrity Matters
(2014), Pippa Norris, profesor di Harvard University, mengungkapkan mengapa
pemilihan umum yang berintegritas begitu penting. Menurut Norris, idealnya,
ketika berjalan dengan baik, pemilihan umum berguna untuk memilih pejabat dan
pemerintah, menentukan kebijakan prioritas, dan manfaat positif lainnya.
Sayangnya, banyak hajatan politik di dunia gagal mencapai tujuan itu. Salah
satunya karena pendataan pemilih yang tidak diperbarui.
Pemilihan
kepala daerah serentak 2017 termasuk yang terancam digelayuti masalah data
pemilih. Padahal, sejak tahun lalu, Badan Pengawas Pemilihan Umum telah
merilis indeks kerawanan pemilu, yang menyebutkan bahwa data pemilih adalah
salah satu aspek kerawanan yang semestinya diantisipasi sejak dini secara
maksimal.
Setidaknya ada
tiga jenis sengkarut dalam isu data pemilih. Pertama, e-KTP ganda. Dugaan
e-KTP ganda di DKI Jakarta sempat jadi perbincangan di media sosial beberapa
waktu lalu. Namun Menteri Dalam Negeri dan Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI
telah mengkonfirmasi bahwa dugaan itu tidak benar. Foto dalam dua dari tiga
KTP yang sempat beredar itu dipalsukan oleh orang yang tidak bertanggung
jawab.
Secara teknis,
e-KTP memang tidak bisa digandakan karena ada nomor induk kependudukan, data
iris mata, dan sidik jari pemilik identitas. Namun ada pendapat logis bahwa
masih terdapat celah "permainan orang dalam" yang dapat menyiasati
agar input data iris mata dan sidik jari dapat dilompati, sehingga bisa ada
e-KTP tanpa ada orangnya. Saya belum yakin dengan pendapat ini. Namun tak ada
salahnya Kementerian Dalam Negeri menjernihkan kekhawatiran tersebut.
Kedua, calon
pemilih belum terdaftar. Seharusnya ini tidak boleh terjadi. Meskipun
semangat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun
2016 adalah calon pemilih harus mendaftar untuk menjadi pemilih, bukan
berarti penyelenggara pemilu dan pihak terkait tidak perlu mendorong agar
semua calon pemilih bisa menggunakan haknya.
Karena e-KTP
menjadi salah satu syarat untuk memilih, calon pemilih yang belum melakukan
perekaman e-KTP sangat didorong untuk segera melakukannya. Hingga 3 Februari
2017, masih tercatat 9.147 pemilih yang belum pernah melakukan perekaman data
diri. KPU akan menanyakan data mereka ke dinas kependudukan dan pencatatan
sipil setempat dan mengirimkan surat kepada para pemilih yang belum terdata
itu.
Ketiga,
pemilih yang mencoblos lebih dari sekali. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
memang sudah memagari orang yang mau bertindak curang. Pelanggarnya diancam
hukuman 24-72 bulan penjara dan denda Rp 24-144 juta. Namun bukan berarti
tindak pidana semacam itu hilang. Apalagi sistem verifikasi pemilih yang
digunakan KPU masih manual.
Hal yang
mendesak adalah mekanisme verifikasi elektronik (e-verifikasi). BPPT sudah
mempraktekkannya pada 2016 dalam e-voting pemilihan kepala desa di Kabupaten
Batang Hari, Boyolali, Musi Rawas, dan Pemalang. Dengan e-verifikasi,
kemungkinan satu orang memilih dua kali sangatlah kecil.
Saya sangat berharap semua pihak yang menangani pemilu dapat
melakukan "bersih-bersih" data pemilih. Dengan demikian, data
pilkada 2017 di 101 daerah bersifat komprehensif, akurat, dan mencerminkan
keadaan yang sebenarnya. Tujuannya tak lain agar pemilihan ini masuk kategori
pemilihan umum dengan nilai integritas tinggi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar