Penguatan
Peran Oposisi
Bambang Soesatyo ; Sekretaris
Fraksi Partai Golkar DPR,
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
|
SUARA
MERDEKA, 29 Oktober 2014
PEMERINTAH baru dan Kabinet Kerja di bawah kepemimpinan Presiden
Joko Widodo (Jokowi) sudah efektif bekerja terhitung mulai 20 Oktober 2014.
Karena ekspektasi publik terhadap pemimpin baru itu sangatlah tinggi, Jokowi
dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak pernah boleh lengah hingga 20 Oktober
2019.
Banyak janji diucapkan Jokowi, dan semua elemen masyarakat
mencatatnya sesuai kepentingan masing-masing. Guru, anak usia sekolah,
nelayan, petani, pelaku ekonomi kreatif, komunitas pekerja atau buruh serta
komunitas pengusaha dalam dan luar negeri, mencatat yang dijanjikan
Jokowi-JK.
Tantangan keduanya bukan hanya ekspektasi yang terbentuk dari
janji-janji itu. Menjadikan Indonesia sebagai poros maritim masih jadi
sesuatu yang abstrak bagi masyarakat kebanyakan yang awam. Untuk itu, para
ahli yang dipercaya Jokowi menyusun proposal proyek tersebut diharapkan
segera menyosialisasikannya kepada masyarakat.
Apalagi, mereka yang paham makna strategis Indonesia sebagai
poros maritim sering menilai rencana proyek itu ambisius. Tidak sedikit yang
pesimitis mengingat keterbatasan pembiayaan di dalam negeri. Rencana besar
itu mengingatkan banyak orang pada janji Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)
ketika terpilih sebagai presiden tahun 2004.
Janji SBY
Saat itu, SBY berjanji menjadikan revitalisasi sektor pertanian
sebagai agenda utama atau prioritas pemerintahannya di bidang ekonomi.
Ternyata hingga akhir masa jabatannya, kinerja sektor pertanian dan tanaman
pangan sangat buruk, hampir 50% dari aneka komoditas kebutuhan pokok rakyat
harus diimpor.
Kegagalan SBY memenuhi beberapa janjinya patut dijadikan catatan
oleh Jokowi-JK agar tidak melakukan kekeliruan yang sama. Maka, Jokowi-JK
harus bekerja ekstrakeras agar rencana atau proposal mewujudkan Indonesia
poros maritim tidak dianggap pepesan kosong.
Janji ambisius lainnya adalah target pertumbuhan ekonomi 7%
dalam dua tahun ke depan. Bagi rakyat, angka pertumbuhan tinggi bukanlah yang
utama. Terpenting bagi rakyat adalah kebijakan dan kemampuan Jokowi-JK
mendistribusikan pertumbuhan itu ke semua elemen. Tidak seperti sekarang,
pertumbuhan tinggi hanya dinikmati segelintir orang.
Di atas semua target besar itu, apa yang mengemuka sepanjang
musim kemarau 2014 hendaknya dicatat Jokowi-JK. Muncul keprihatinan karena
terjadi krisis air bersih di berbagai daerah. Juga karena kemarau ekstrem,
beberapa komunitas harus mengomsumsi bahan pangan berkategori di bawah
standar higienis.
Selain itu, ada kecenderungan terjadinya eskalasi masalah pada
komunitas penderita kurang gizi. Pada Juli 2013, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional mengeluarkan catatan tentang lebih dari 8 juta anak Indonesia
mengalami kekurangan gizi.
Hal lain yang tak kalah penting adalah kemampuan Jokowi-JK
mencegah atau memperkecil ruang bagi birokrat berperilaku korup. Masalah ini
pasti dijadikan tolok ukur oleh publik, mengacu kemerebakan korupsi yang
melibatkan birokrat pada pemerintahan sebelumnya. Bahkan dua menteri
ditetapkan sebagai tersangka, sementara seorang lainnya ditahan.
Tantangan berat itu, mau tak mau mengharuskan Jokowi-JK
membangun komunikasi berkelanjutan dengan DPR. Presiden dan wapres hendaknya
tak melihat DPR sebagai lawan kendati didominasi kekuatan oposisi. Saling
curiga antara pemerintah baru dan DPR sudah dieliminasi oleh inisiatif Jokowi
yang menemui pimpinan parpol dalam Koalisi Merah Putih (KMP).
Bahkan Jokowi-JK dicatat sebagai pemimpin yang mampu mewujudkan
clean and good governance jika legawa membiarkan KMP jadi kekuatan mayoritas
di DPR. Karena itu, akan sangat baik bila keduanya mengunci rapat-rapat pintu
koalisi supaya tidak ada lagi partai bergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat
(KIH).
Sejak reformasi mulai berproses hingga kini, belum ada niat
bersama mengefektifkan fungsi checks
and balances yang melekat pada DPR. Tiap rezim pemerintah selalu menggoda
kekuatan politik di parlemen untuk berada dalam satu barisan dengan
pemerintah. Minimal, mayoritas kekuatan politik di DPR didorong-dorong untuk
berkoalisi mendukung pemerintah.
Bila Jokowi-JK benar-benar ingin membangun pemerintahan yang
bersih dan berwibawa, sekaranglah saatnya membiarkan DPR didominasi oposisi
yang sudah dibangun KMP. Keduanya diharapkan tidak terus tergoda
memecah-belah KMP. Bahkan, idealnya mendorong penguatan peran KMP supaya DPR
efektif menjalankan fungsi checks and
balances.
Kuncinya adalah kemauan untuk saling percaya antara pemerintah
dan DPR. Jangan pernah lagi curiga bahwa KMP punya niat buruk terhadap
pemerintahan. Yakinlah, bila fungsi checks
and balances DPR bisa berjalan efektif, pemerintah terdorong membuat
program yang berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara.
Dengan pemisahan secara tegas kewenangan seperti itu, risiko
korupsi bisa direduksi karena pemerintah dan DPR dipaksa konsisten pada
disiplin anggaran. Dengan begitu, peluang Jokowi-JK mewujudkan clean and good governance menjadi
lebih terbuka. Selamat Bekerja, Bapak
Presiden. Selamat bekerja Kabinet Kerja. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar