Plagiarisme
dan Moral Keilmuan
Biyanto
; Dosen UIN Sunan Ampel,
Ketua Majelis
Dikdasmen PW Muhammadiyah Jatim
|
KORAN
SINDO, 23 Februari 2014
Kasus plagiarisme yang melibatkan akademisi perguruan tinggi
kembali terjadi. Kali ini lakonnya adalah Anggito Abimanyu (Anggito),
akademisi dan pejabat negara yang dikenal memiliki rekam jejak hebat dan
sangat berintegritas.
Meski menjadi pejabat negara dan harus menghabiskan waktu di Ibu
Kota, Anggito masih tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis
(FEB) UGM. Anggito pun selalu menyempatkan hadir untuk mengajar di UGM,
kampus yang membesarkan namanya. Selain sebagai akademisi, Anggito juga
menjabat Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama
(Dirjen PHU Kemenag). Sebelumnya Anggito menjadi Kepala Badan Kebijakan
Fiskal (BKF Kementerian Keuangan). Di bidang olahraga, Anggito juga dipercaya
sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Basket Seluruh Indonesia (PP
Perbasi).
Beberapa jabatan yang diraih Anggito menunjukkan bahwa beliau
sosok yang multitalenta. Dengan talenta yang hebat itulah, terasa tak percaya
tatkala menyimak berita bahwa Anggito tersandung kasus plagiat sehingga harus
mundur dari UGM (KORAN SINDO, 18/2).
Pemberitaan di media online ternyata juga tidak kalah ramai. Kasus
plagiarisme yang melibatkan Anggito mendapat respons yang luar biasa dari
pembaca. Banyak di antara mereka yang mencoba untuk berempati pada Anggito.
Sementara yang lain menganggap kesalahan Anggito termasuk yang
tidak dapat ditoleransi di dunia akademik dan karena itu pelakunya harus
dihukum. Kasus plagiarisme Anggito bermula dari seorang penulis di Kompasiana
yang menulis kolom dengan judul Anggito
Abimanyu Menjiplak Karya Orang? Penulis dengan akun ”Penulis UGM” itu
mengungkapkan bahwa ada kesamaan redaksi dalam beberapa paragraf dan
substansi tulisan Anggito dengan tulisan yang terlebih dulu dimuat di Kompas.
Kesimpulan itu diperoleh setelah membandingkan artikel opini
Anggito berjudul ”Gagasan Asuransi Bencana” (Kompas, 10 Februari 2014) dan tulisan Hatbonar Sinaga dan Munawar
Kasan berjudul ”Menggagas Asuransi Bencana” (Kompas, 21 Juli 2006). Setelah kasusnya ramai diberitakan di
media, Anggito pun menggelar konferensi pers. Intinya, Anggito mengakui telah
berbuat khilaf karena mengutip tulisan orang tanpa menunjukkan referensi yang
jelas. Sebagai bentuk tanggung jawab keilmuan, Anggito pun memutuskan untuk
mundur dari profesi sebagai dosen di UGM.
Keputusan ini memang terasa berat, tetapi harus diambil demi
menjaga integritas seluruh sivitas dan institusi UGM. Sangat disayangkan,
Anggito harus mengakhiri karier sebagai akademisi karena kasus plagiarisme.
Padahal jika melihat rekam jejaknya, kesalahan itu tidak seharusnya dilakukan
orang sekaliber Anggito. Sebelum terkena kasus plagiarisme, Anggito termasuk
akademisi andal. Anggito begitu dicintai mahasiswanya. Karena itu, tidak
mengherankan jika banyak kolega yang kaget dengan kasus yang dialami Anggito.
Tak terkecuali Rektor UGM Profesor Pratikno.
Beliau mengatakan bahwa Anggito adalah aset UGM yang sungguh
luar biasa. Tetapi, Pak Rektor lantas memungkasi pernyataan dengan mengatakan
bahwa kejujuran akademik juga menjadi aset yang luar biasa bagi UGM (detik.com, 18/2/2014). Pernyataan ini
terasa sangat tepat karena kejujuran akademik (academic honesty) bagi perguruan tinggi adalah segala-galanya.
Bayangkan, jika ada perguruan tinggi divonis stakeholders- nya sebagai tidak
berintegritas, runtuhlah kewibawaan dan kehormatan (marwah) kampus tersebut.
Memang sempat muncul dugaan bahwa yang menulis artikel opini itu
bukan Anggito, melainkan anak buahnya. Dugaan ini berdasarkan kebiasaan
pejabat publik yang selalu menggunakan jasa penulis (ghost writer). Melalui jasa penulis inilah pejabat publik selalu
menulis di media untuk mencitrakan dirinya intelek dan berpendidikan (well educated). Tetapi, dugaan itu
ditepis Anggito.
Kasus yang dialami Anggito seharusnya menjadi pelajaran bagi
siapa pun. Jangan karena terdorong untuk mencitrakan diri sebagai penulis
produktif, lalu mengindahkan nilai-nilai moral kejujuran. Apalagi jika sampai
melakukan praktik plagiarisme. Dalam kaitan ini plagiarisme atau plagiat
dapat diartikan penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan
sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan atau pendapat
sendiri.
Dengan demikian, plagiarisme dapat dianggap sebagai tindak
pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Karena itulah, plagiarisme harus
menjadi perhatian seluruh sivitas akademika, terutama di perguruan tinggi.
Kasus plagiarisme tidak boleh terusmenerus terjadi. Rasanya sudah waktunya
setiap perguruan tinggi menggunakan software untuk mencegah plagiarisme.
Tetapi, jika memang belum ada software yang memadai, cara efektif untuk
mencegah plagiarisme adalah mendorong sivitas akademika untuk memublikasikan
hasil karyanya.
Publikasi buku, hasil penelitian, artikel jurnal, opini koran,
apalagi jika dilakukan secara online, pasti efektif untuk mencegah
plagiarisme. Jika ada seseorang yang tidak jujur misalnya mengambil artikel
melalui bantuan ”Mbah Google” dan menganggap itu tulisannya, dengan mudah
akan diketahui karena banyak orang yang mengakses. Satu lagi yang juga sangat
mendasar adalah mengandalkan moral keilmuan dari setiap akademisi. Doktrin
utama yang harus ditanamkan pada akademisi adalah sebagai pribadi yang
memiliki keterbatasan boleh saja ia melakukan kesalahan.
Yang tidak boleh adalah melakukan kebohongan. Itu berarti, bisa
saja seorang akademisi melakukan kesalahan dalam menganalisis dan
menyimpulkan. Yang penting semua data dan fakta dikemukakan secara jujur dan
apa adanya. Dengan demikian, seluruh sivitas akademika, terutama dosen dan
mahasiswa, harus menyadari bahwa kejujuran itu jauh lebih penting dari
segalanya. Bahkan gelar kesarjanaan (S-1, S-2, dan S-3) dan gelar tertinggi
akademik (profesor) tidak akan bermanfaat jika ditempuh dengan cara yang
tidak jujur.
Karena itu, mari mencegah praktik plagiarisme dengan mengandalkan
moral kejujuran. Tidak usah menunggu orang lain untuk berbuat jujur. Marilah
mulai dari diri sendiri dengan menjadi akademisi yang berintegritas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar