MEDIA
INDONESIA, 01 Agustus 2013
|
TUMBANGNYA Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir menandai
melemahnya salah satu poros baru yang belum lama terbentuk di Timur Tengah.
Poros baru itu diikat oleh sentimen ideologis yang sama yakni Islamis Ikhwani.
Poros itu terdiri dari Turki di bawah pemerintahan AKP, Tunisia di bawah
al-Nahdhah, Mesir di bawah Partai Hurriyah wa Adalah, dan pada tingkat tertentu
Maroko di bawah Hizbal-Adalah wa al-Tanmiyyah. Kelompok-kelompok gerakan Islam
yang sangat signifikan seperti di Palestina, Yordania, Suriah, Kuwait, dan di
banyak negara Arab serta dunia Islam juga menjadi bagian dari poros baru ini.
Seluruh
kekuatan itu sedang menghadapi tantangan yang sangat berat di dalam negeri
masing-masing, terutama mereka yang sedang berkuasa di pemerintahan. Skenario
`Mesir' menjadi bayang-bayang mengerikan.
Poros
itu sebenarnya diharapkan kehadirannya di kawasan terutama untuk mencairkan
ketegangan panjang di antara dua poros utama di Timur Tengah yang telah
mengeras sejak 1980-an. Yakni, poros negara-negara Arab pro-Barat versus poros
Iran yang terdiri dari Iran, Suriah, Hezbollah Libanon, dan pada tingkat
tertentu Irak di bawah Nurial-Maliki. Dalam berbagai isu besar, dua poros lama
itu berhadapan dan membuat kawasan sulit menciptakan solusi kreatif untuk
keluar dari konflik. Kedua kelompok tersebut bertarung hebat di Irak, di
Libanon, di Palestina, dan puncaknya dalam perang Suriah hingga sekarang ini.
Pemecah kebuntuan
Kehadiran
poros baru yang dipelopori Mesir dan Turki itu sebenarnya sangat mem bantu
untuk memecahkan berbagai kebekuan hubungan antarkekuatan yang ada di Timur
Tengah sekarang. Poros ini sejak semula mulai memperlihatkan `kemandirian'
dalam pergaulan di kawasan. Mereka dekat dengan poros Barat, tetapi juga tidak
antipati dan cukup luwes bergaul dengan Iran. Mesir di bawah Mursi, misalnya,
sangat dekat dengan kelompok pertama terutama dengan negara-negara Arab teluk
khususnya Qatar. Namun, pada sisi yang lain mereka juga berani membangun
hubungan yang dekat dengan Iran. Turki juga demikian, sangat dekat dengan d
negara-negara Barat dan pron Barat sekaligus dengan negaranegara dan
kekuatan-kekuatan islamis poros Iran.
Patut
disesalkan poros yang belum lama terbentuk itu seperti `buyar' seketika dengan
tumbangnya IM di Mesir. Secara mental dan historis, IM di Mesir ialah induk di
Mesir ialah induk dan pemimpin dari kekuatan-kekuatn yang berada di poros ini.
Oleh karena itu, negara dan kekuatan yang berada di poros tersebut sangat
terpukul dengan peristiwa tragis itu. Apalagi, kejatuhan pemerintahan IM yang
dipilih melalui proses demokrasi diakibatkan gerakan massa yang didukung oleh
kekuatan bersenjata, bukan melalui pemilu.
Hamas
diam, hampir tak berkomentar apa pun me ngenai peristiwa itu kendati mereka
sangat memerlukan kedekatan dengan penguasa baru Mesir untuk memperingan beban
mereka akibat isolasi Israel. Para pemimpin Turki dan Tunisia melontarkan kecaman
sangat keras terhadap apa yang terjadi di Mesir.
Di kedua negara itu, massa `Islamis Ikhwani' melakukan unjuk rasa besar-besaran
mengecam `kudeta' Mesir. Mereka menyatakan secara tegas bahwa yang terjadi di
Mesir ialah kudeta militer terhadap pemerintahan yang sah. Peristiwa itu,
menurut mereka, tak bisa diterima sama sekali. Lebih dari itu, Turki di bawah
Erdogan sepertinya memainkan peran penting dalam memimpin perlawanan Islamis
Ikhwani terhadap kudeta itu. Erdogan tampaknya juga terus menggalang dukungan
untuk mengisolasi Mesir di bawah rezim `militer'.
Isu kunci
Ada
beberapa perubahan nyata yang barangkali segera terjadi dalam isu-isu yang
masih hangat di kawasan terkait dengan peristiwa ini. Pertama, isu perjuangan
Palestina untuk merdeka. Dukungan Mesir terhadap Hamas diperkirakan turun
tajam. Jika pemerintahan Mursi mulai menganakemaskan Hamas, pemerintahan
transisi itu hampir bisa dipastikan lebih dekat kepada Fatah. Isu perjuangan
Palestina tetaplah sesuatu yang penting bagi Mesir, tetapi mereka mungkin akan
membangun hubungan yang sedikit lebih baik dengan Israel daripada masa Mursi. Proses
perundingan dalam soal Israel-Palestina jelas akan lebih menonjol daripada
pilihan perjuangan senjata seperti dilakukan Hamas.
Kedua,
mengenai Suriah. Tak ada perubahan secara drastis yang mungkin akan terjadi di
Suriah akibat tumbangnya IM di Mesir. Mesir hampir bisa dipastikan tetap
mendukung pejuang oposisi. Perbedaannya, kemungkinan ialah jika pada masa Mursi
porsi terbesar dukungan diarahkan kepada oposisi Islamis Ikhwani, pada masa
transisi ini akan difokuskan kepada kelompok yang lain. Porsi keterlibatan
Mesir di Suriah mungkin sedikit turun mengingat hal itu satu poin kelemahan pe
merintahan Mursi menurut pemerintah sekarang.
Hanya
saja, reim Mesir baru zim Mesir baru mungkin tak selincah rezim Mursi dalam mer
acik hubungan kuartet kawasan untuk penyelesaian krisis Suriah. Kuartet yang
pernah diga lang Mursi itu terdiri dari Mesir, Iran, Turki, dan Arab Turki, dan
Arab Saudi. Mereka akan mudah menjalin hubungan dengan negara yang disebut
terakhir yang begitu bersukacita dengan kejatuhan IM, tetapi dengan Turki
dipastikan rezim ini akan mengalami hambatan serius. Dengan Iran, pemerintahan
baru Mesir diperkirakan juga sedikit lebih menjauh. Sebab, salah satu kritik
yang sering dilontarkan untuk pemerintahan Mursi ialah kedekatannya dengan
Iran. Apalagi, beberapa tokoh Iran juga melontarkan pernyataan sangat keras
terhadap apa yang terjadi di Mesir.
Ketiga,
mengenai nasib pemerintahan `Ikhwani' di Turki, Tunisia, dan Maroko. Secara
umum, tumbangnya IM di Mesir sangat berpengaruh terhadap mental
kekuatan-kekuatan poros Islamis Ikhwani di Timur Tengah. AKP Turki yang
memiliki prestasi gemilang sekalipun akan dibayang-bayangi skenario Mesir
terjadi terhadap mereka. Apalagi, protes yang dipicu pengembangan kawasan
Taqsim belum sepenuhnya reda.
Demikian
pula dengan pemerintahan Islamis Ikhwani di Tunisia, mereka tentu mencemaskan,
apa yang terjadi di Mesir mendorong musuh-musuh dalam negerinya untuk melakukan
hal yang sama. Apalagi, kondisi Tunisia pasca-Bin Ali juga tak jauh lebih baik
daripada Mesir pada masa Mursi. Musuh-musuh al-Nahdhah sudah mulai
menyebut-nyebut kemungkinan skenario Mesir terjadi di negeri itu. Bahkan
Jenderal Sisi, `penguasa baru Mesir' menyerukan kekuatan oposisi Tunisia untuk
menjatuhkan penguasa Islamis al-Nahdhah.
Di
Maroko, gelombang demo untuk menjatuhkan pemerintahan `Ikhwani' sangat kencang.
Penulis yang tak kurang dari 20 kali melebur dalam demo antipemerintah di
Maroko sangat yakin jatuhnya Ikhwani membawa pengaruh signifikan terhadap
mental gerakan rakyat itu terutama dalam menuntut mundurnya pemerintahan
Islamis di bawah kepemimpinan Binkiran. Wallahu
a'lam. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar