Menyambut
Perppu No 1/2017
Nugroho SBM ; Dosen Ekonomi Moneter Fakultas Ekonomika dan
Bisnis
Undip Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 07 Juni 2017
ADA lelucon soal rahasia bank di Swiss. Konon ada penguasa
di zaman Orde Baru yang marah karena mendapat kabar bawahannya menyimpan uang
di bank di Swiss karena bank-bank di Swiss memang terkenal sangat menjaga
kerahasiaan nasabahnya.
Maka sang penguasa itu terbang ke Swiss untuk menemui
direktur utama bank tempat bawahannya menyimpan uang lengkap dengan pasukan
pengawal pribadinya.
Mula-mula sang penguasa bertanya dengan sopan untuk
mengklarifikasi kabar soal bawahannya yang menyimpan uang di situ, tetapi
sang direktur bank tak mau menjawab. Akhirnya habislah kesabaran sang
penguasa.
Ia lalu menyuruh pengawal pribadinya menodongkan senjata
ke arah sang direktur bank dan kembali ia bertanya tentang simpanan
bawahannya di bank tersebut. Sang direktur tetap tak mau menjawab.
Akhirnya sang penguasa berkata: ‘’Oh, ya sudah, saya akan
ikut menyimpan uang saya (hasil korupsi) di sini..’’ Lelucon yang
menggambarkan betapa ketatnya bank-bank di Swiss memegang rahasia nasabahnya
tersebut sekarang ini sudah tidak akan terjadi lagi.
Sebab Swiss termasuk negara yang tergabung dalam
negara-negara G 20 yang menerapkan Konvensi Internasional tentang Pertukaran
Informasi Secara Otomatis (Authomatic Exchange Information).
Negara-negara G 20 sudahmenetapkan konvensi internasional
ini sejak April 2009. Tetapi parlemen Swiss baru menyetujuinya pada 2015 dan
meratifikasi konvensi internasional tersebut pada 2016.
Tujuan konvensi internasional tentang Pertukaran Informasi
Secara Otomatis yang diprakarsai oleh negaranegara G 20 lebih ditujukan untuk
mencegah para penghindar pajak yang menyimpan uangnya di bank.
Bank memang punya komitmen untuk menjaga kerahasiaan
nasabahnya. Negara-negara G 20 menyadari bahwa penghindaran pajak dengan cara
menyimpan uang di bank yang kemudian dijaga kerahasiaannya oleh bank menimbulkan
ketidakadilan.
Pertama, ketidakadilan di internal negara di mana sang
penghindar pajak berada. Tidak adil karena pemerintah atau negara yang
bersangkutan mestinya bisa menerima pendapatan dari pajak yang lebih besar
dan bisa digunakan untuk program prorakyat seperti pengentasan kemiskinan dan
pembangunan infrastruktur. Kedua, ketidakadilan eksternal atau global.
Artinya jika hanya sebagian negara yang menerapkan
keterbukaan informasi maka si penggelap pajak akan menyimpan uangnya di
negra-negara yang perbankannya masih menerapkan kerahasiaan data nasabah.
Tren Positif
Pemerintah Indonesia, sebagai anggota G 20, tampaknya
mengikuti tren positif ini dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) Nomer 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan
untuk Kepentingan Perpajakan.
Dengan Perppu ini maka Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan bisa mengakses data keuangan nasabah di bank-bank dan
lembaga keuangan lainnya untuk kepentingan data perpajakan.
Perppu ini telah menimbulkan kekhawatiran khususnya dari
pihak bank dan lembaga keuangan lainnya. Alasannya, nasabah akan khawatir
rahasia keuangannya akan terbuka dan melarikan atau mengambil uangnya dari
bank.
Padahal jumlah dana pihak ketiga atau dana nasabah di bank
di Indonesia sekarang ini mencapai Rp 4.700 triliun. Banyak pihak seperti
pengamat yang juga menolak Perppu ini dengan berbagai alasan.
Namun seyogianya Perppu ini disambut secara positif. Ada
beberapa alasan. Pertama, Perppu ini hendaknya dipandang sebagai kelanjutan
dari program amnesti pajak yang erhasil menghimpun dana sebesar Rp 147
triliun.
Meskipun ini jauh dari target yaitu Rp 1.000 triliun
tetapi dengan persiapan yang mepet dan sarana dan prasarana terbatas maka
hasil Rp 147 triliun itu merupakan hasil yang luar biasa. Dengan Perppu Nomor
1 Tahun 2017 maka Indonesia bisa mengakses data orang Indonesia yang masih
‘’tercecer’’ yang menyimpan uangnya di luar negeri.
Kedua, nasabah di bank-bank di Indonesia juga tidak akan
melarikan uangnya ke luar negeri karena semua negara sudah menerapkan
keterbukaan informasi keuangan yang tujuannya untuk mencegah penghindaran
pajak.
Bahkan Swiss yang selama ini menerapkan kerahasiaan
finansial tertinggi bagi nasabah bank di sana -seperti disinggung di awal
tulisan ini, sudah mengakhiri era kerahasiaan bank. Jadi nasabah tak bisa
melarikan dananya ke manapun maka bank tidak perlu khawatir dengan pelarian
dana nasabah.
Ketiga, dana pihak ketiga yang sekarang ini disimpan di
bank-bank dan lembaga keuangan lainnya di Indonesia sudah beres secara hukum
karena adanya program amnesti pajak. Semua dana sudah dilaporkan dan sudah
menjadi ‘’bersih’’ karena sudah dilaporkan dan dibayar tebusannya.
Tak ada alasan kekhawatiran nasabah untuk memindahkan
dananya akibat Perppu Nomer 1 Tahun 2017. Keempat, akses kepada informasi
keuangan nasabah di bank dan lembaga keuangan lainnya untuk kepentingan
perpajakan bukanlah sesuatu yang unik untuk Indonesia saja.
Semua negara secara universal akan menerapkan prinsip ini.
Apalagi Indonesia adalah anggota G 20 yang sudah menerapkan akses keterbukaan
informasi keuangan untuk perpajakan.
Jadi mau tidak mau Indonesia juga harus menerapkannya.
Jika tidak menerapkan tentu Indonesia akan dikucilkan dari pergaulan
internasioanl. Dan itu sesuatu yang sangat merugikan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar