Program
yang Dinikmati Rakyat
( Wawancara )
Puan Maharani ; Menteri
Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
|
KOMPAS,
03 November 2014
KETIKA nama Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan Puan Maharani disebut sebagai Menteri Koordinator
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, jagat media sosial riuh. Ada yang
mempertanyakan kemampuannya. Namun, Puan santai menanggapinya.
Dengan nada datar Puan berujar, orang boleh bicara apa saja.
Namun, dia meminta agar diberi kesempatan bekerja dan menjalankan tugas baru
yang baginya merupakan sebuah tantangan.
Tugasnya memang tidak mudah. Putri Megawati Soekarnoputri itu
memimpin sebuah kementerian yang mengoordinasi delapan kementerian lain.
Puan menjelaskan perasaan, peran, dan gagasannya setelah
terpilih menjadi bagian dari Kabinet Kerja dalam wawancara dengan harian
Kompas dan Kompas.com, pekan lalu, di Kementerian Koordinator Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta.
Menjadi menko perempuan
pertama dan menteri termuda, apa maknanya buat Anda?
Ini satu tanda perjuangan dari perempuan. Kita buktikan bahwa
perempuan bisa. Niat (saya) baik, yakni membangun bangsa. Saya harus
membuktikan kepada keluarga, bangsa, dan perempuan.
Saat mendengar pembangunan
manusia dan kebudayaan, kemudian ditunjuk menjadi menko, apa yang terlintas
pertama kali dalam benak Anda?
Yang ada di pikiran saya, sebagai Menko PMK, yang paling
penting, ya, bangsa ini masih membutuhkan sumber daya manusia (SDM) andal
agar bisa bersaing dengan SDM di luar negeri. Pendidikan dan kesehatan adalah
fokusnya untuk menjadi manusia yang sejahtera dan unggul. Ini PR (pekerjaan
rumah) terberat Kemenko PMK dan kementerian terkait.
Apa gagasan Anda mengenai
kebudayaan dan bagaimana membangun manusia dalam konteks kebudayaan?
Kebudayaan itu, kalau saya mengambil konkretnya, langsung saja
masuk ke keluarga. Di keluarga inilah kita berasal, bagaimana kita dididik,
di situlah cara berpikir kita dimulai. Bagaimana kita saling menghormati,
bergotong royong, menghargai kebudayaan, dan cara kita berkehidupan. Itu
semua dimulai dari keluarga. Ini yang akan dibangun, bagaimana
manusia-manusia unggul itu muncul dari awal hingga berkebudayaan.
Berkebudayaan seperti apa?
Saya ingin sesuai dengan Nawa Cita-nya Pak Jokowi.
Manusia-manusia yang unggul adalah manusia yang berkebudayaan. Dalam arti,
mereka memiliki jiwa nasionalisme, sehat jiwa dan rohani, dan memiliki daya
saing luas, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Meski
berkompetisi dan berdaya saing hingga ke luar negeri, tidak lupa akan
nasionalisme dan asal bangsanya. Ini yang disebut revolusi mental.
Lantas penjabarannya
dengan Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar?
Ya, itulah mengapa kemudian pendidikan dan kesehatan menjadi
program prioritas. Dimulai dari pemikiran bahwa SDM harus dibangun dengan
memberikan layanan gratis kesehatan dan pendidikan. Salah satu hal penting
dalam kesehatan ialah perbaikan gizi ibu hamil dan bayi yang baru lahir.
Banyak bayi baru lahir meninggal karena kurang gizi. Kenapa ibu hamil
penting? Karena ibu-ibu hamil inilah yang menghasilkan SDM di masa depan.
Terkait pendidikan, sekarang program wajib belajar baru sembilan
tahun. Nanti, dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP), wajib belajar menjadi 12
tahun pada 2015. Kita ingin seluruh rakyat Indonesia sejak SD hingga SMA bisa
sekolah dengan benar. KIP secara bertahap akan dibagikan untuk meminimalkan
masalah (hambatan menempuh pendidikan) di tengah masyarakat.
Hidupkan Pancasila
Ada yang bilang,
kementerian Anda ini jantung revolusi mental. Tanggapan Anda?
Ya. Saya sudah bilang kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
bahwa kita punya kurikulum Pancasila. Ini harus diterapkan sejak SD kelas I
hingga SMP. Pancasila itu awal bagaimana kita paham dari mana diri kita
berasal, sebagai dasar negara. Pelajaran Pancasila ini beda sekali dengan P4
(Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dulu, P4 yang kita anggap
sebagai alat politik itu.
Pancasila itu NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Contohnya, semua daerah, sejengkal pun, tidak boleh kita berikan kepada pihak
luar. Kita tidak akan tahu soal itu kalau tidak tahu Persatuan Indonesia.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab itu juga visi dari Trisakti, berdaulat
secara politik dan lain-lain. Tapi, anak-anak sekarang tidak bisa tiba-tiba
kita ajak revolusi mental, harus dimulai dari kecil.
Jadi, harus ada kurikulum
Pancasila?
Sejak zaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) ada pelajaran
Budi Pekerti. Kenapa pelajaran itu tidak diintegrasikan dengan Pancasila.
Apa saran atau nasihat
dari Ibu Megawati terkait dengan jabatan Menko PMK?
Kebetulan cita-cita dari Ibu Megawati itu sama dengan cita-cita
saya. Pemikirannya sama. Saya dan Ibu Mega yakin bangsa Indonesia adalah
bangsa besar dan punya sumber daya alam amat kaya. Tetapi, kenapa kita tidak
bisa maju? Itu karena SDM-nya tidak mumpuni. Kalau kita sudah sehat dan
berpendidikan paling tidak SMA/SMK, lebih banyak peluangnya. Dan, ini untuk
mengisi perut. Apa pun masalah yang terjadi di hari ini karena kita
kelaparan. Susah karena kita susah.
Jadi, apa target di
Kemenko PMK terkait dengan rencana jangka pendek, menengah, panjang?
Sekneg (Sekretaris Negara) sedang membuat RPJMN (rencana
pembangunan jangka menengah nasional) yang akan diberikan kepada setiap
kementerian. Sekarang, saya melanjutkan program dan anggaran yang
dialokasikan. Kita harus lihat dulu RPJMN-nya dan disesuaikan dengan
anggaran, lalu dilihat skala prioritasnya.
Sebagai Menko PMK, tentu saja target saya tidak muluk-muluk.
Saya tidak mau terlalu banyak program. Saya mau program yang memang bisa
dinikmati rakyat dan tidak terlalu banyak proses birokrasi berbelit-belit.
Itu saja. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar