Melawan
Mitos Kemiskinan
Rikard Bagun ; Pemimpin Redaksi Kompas
|
KOMPAS,
05 November 2014
Jeritan kemiskinan, the
crying poverty, yang pernah mengusik sejumlah negara Amerika Latin telah
dibungkam oleh program jaminan sosial yang diluncurkan menjelang akhir tahun
1990-an. Mitos tentang kemiskinan pun terbongkar!
Kemiskinan, keterbelakangan, dan kesenjangan yang begitu lama
membelenggu Amerika Latin menjadi realitas berlapis-lapis, ibarat benang
kusut yang sulit diurai. Jutaan orang terpinggirkan oleh penindasan tuan
tanah, perang kotor, perbudakan terselubung, spiral kekerasan, dan represi
pemerintahan otoriter di kawasan itu.
Sejarah Amerika Latin jelas memperlihatkan pula betapa sulit
mematahkan kemiskinan sebagai persoalan struktural. Aktivis hak asasi
terkenal Amerika Latin, Dom Helder Camara (Brasil), yang meninggal tahun
1999, pernah mengeluh, ”Ketika saya memberikan makanan kepada orang miskin,
saya disebut dermawan. Ketika saya mempersoalkan mengapa mereka miskin, saya
dituduh komunis.”
Gerakan melawan kemiskinan di Amerika Latin mulai terwujud akhir
tahun 1990-an ketika program jaminan sosial diluncurkan. Sesungguhnya program
jaminan sosial tidak baru dalam peta dunia karena sudah diprakarsai Kanselir
Prusia (Jerman Raya) Otto Von Bismarck tahun 1871-1890. Pentingnya jaminan
sosial juga ditegaskan dalam dokumen penting seperti Rerum Novarum (Hal Baru)
tahun 1891. Bahkan, seluruh Eropa Barat menganut sistem negara kesejahteraan
setelah Perang Dunia II.
Program jaminan sosial di Eropa Barat lebih menyangkut pembelaan
nasib buruh di tengah Revolusi Industri. Atas dasar itu, program jaminan
sosial di Amerika Latin tetap dramatis karena menyangkut kepentingan
masyarakat luas yang terempas oleh proses marjinalisasi, yang nasibnya jauh
lebih buruk daripada kebanyakan buruh di negara-negara industri.
Program jaminan sosial, ditambah berbagai lompatan kemajuan
lainnya, membuat prospek kemajuan Amerika Latin lebih terbuka, bahkan mungkin
dapat menjadi salah satu lokomotif perkembangan dunia, seperti disinggung
dalam buku What If Latin America Ruled
The World (2010) karya Oscar Guardiola-Rivera.
Upaya melawan kemiskinan di Amerika Latin mendapat terobosan
penting ketika Meksiko tahun 1997 meluncurkan program jaminan sosial,
Progresa, yang memberikan inspirasi bagi negara-negara sekawasan, bahkan
dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Bolsa Familia
Tanpa letupan senjata, revolusi telah dimulai untuk
kesejahteraan rakyat, yang sudah terlalu lama hanya menjadi bagian dari
piramida pengorbanan. Setelah sukses dengan program pemberian bantuan
makanan, layanan kesehatan dan pendidikan, Meksiko mengubah Progresa menjadi Oportunidades
(Kesempatan) tahun 2002, dan kini disebut Prospera
(Kesejahteraan), yang tidak hanya memberikan bantuan uang kontan yang
bersifat konsumtif, tetapi juga dana usaha.
Efek demonstratif program jaminan sosial di Amerika Latin
menjadi semakin tinggi setelah Brasil sebagai negara terbesar di kawasan
Amerika Latin melancarkan program Fome
Zero (Nol Lapar, Tanpa Kelaparan) dan Bolsa
Escola (Tabungan Sekolah) tahun 1999 di bawah Presiden Fernando Henrique
Cardoso (1995-2003). Program jaminan sosial Brasil menjadi semakin populer
pada era Presiden Luiz Inacio Lula da Silva (2003-2011) dengan mengintrodusir
Bolsa Familia (Tabungan Keluarga)
sebagai gabungan program Bolsa Escola,
Fome Zero, dan berbagai program
sosial lainnya. Bolsa Familia
merupakan program terpadu, yang tidak hanya memberikan bantuan makanan dan layanan
kesehatan, tetapi juga menjadi instrumen efektif agar anak-anak keluarga tak
mampu bisa sekolah.
Uang tunai yang dikirim melalui anjungan tunai mandiri (ATM),
yang tersebar di sekitar 14.000 lokasi di negeri berpenduduk 200,3 juta itu,
dapat ditarik dengan syarat keluarga tak mampu bersedia mengirimkan anaknya
ke sekolah dan divaksinasi. Keluarga yang mengirimkan anaknya ke sekolah
bahkan diberi kompensasi berupa uang tunai, yang nilainya seharga pendapatan
bulanan anak itu hasil mengemis atau bekerja.
Kesuksesan program jaminan sosial di Brasil dan sejumlah negara
Amerika Latin lainnya antara lain karena sistem pendataan dilakukan dengan
teliti agar tidak salah sasaran. Juga sistem kontrol dilakukan dengan portal
transparansi untuk mencegah manipulasi data. Brasil berhasil mengurangi angka
kemiskinan sampai 27,7 persen tahun 2003-2006. Sekitar 11,2 juta keluarga
atau 44 juta orang masih mengikuti program Bolsa Familia saat ini.
Sempat muncul kritik, program jaminan sosial sangat berbau politis
untuk pencitraan penguasa dan hanya menciptakan kemalasan. Kritik itu
kemudian terbantahkan karena dalam kenyataannya banyak orang lebih kreatif
setelah pikirannya terbebaskan dari beban persoalan yang menyangkut urusan
makanan setiap hari.
Lebih-lebih lagi angka kemiskinan Brasil terus turun karena
program jaminan sosial. Tentu saja Bolsa
Familia di Brasil bukanlah program berdiri sendiri, tetapi diperkuat oleh
program pembangunan yang lain, terutama perluasan penciptaan lapangan kerja.
Tanpa penciptaan lapangan kerja, program jaminan sosial hanya akan menjadi
beban berkepanjangan dan tidak akan mampu menjamin kesejahteraan yang
berkelanjutan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar