Sebelum Bjorka, Siapa
Strovian Pembobol Data BIN Stefanus Pramono : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 18
September 2022
Ia menolak menunjukkan
wajahnya dan menggunakan suara palsu selama wawancara video. Kepada wartawan
Tempo, Ima Dini Shafira dan Stefanus Pramono, ia membeberkan cara meretas
server BIN dan beberapa lembaga negara lain. Pentingkah datanya? Bagaimana
Anda bisa meretas data BIN? Kalau dapat datanya sudah
lama, Oktober-November 2020. Dengan salah satu track server, saya dan tim
bisa menjaring beberapa IP (Internet Protocol) dari banyak tempat. Suatu hari
masuk IP dari Indonesia yang terhubung ke salah satu server BIN. Kami
memiliki satu platform yang bisa mencari loop access dari berbagai tempat.
Kebetulan salah satu bolongnya ada dari IP BIN, yaitu dari Kedeputian I
Intelijen Luar Negeri. Kami melihat banyak kelemahan di sana. Apa
kelemahan itu? Mereka menggunakan salah
satu vendor yang lemah sekali. Mereka menggunakan hosting (layanan untuk
menyimpan data di dunia maya) lokal yang juga dipakai umum. Saya tahu
vendornya, pemiliknya. Saya masuk ke situ dan mempelajari. Saya kaget. Kok,
keamanan data BIN lemah sekali. Setahu saya, intelijen seharusnya memakai server
offline, bukan online. Apalagi kalau terkait dengan nama-nama agen, servernya
seharusnya offline dan hanya bisa dibuka on-site (di tempat). Itu pun dengan
menggunakan semacam two-factor authentication. Anda
orang pertama yang menembus server itu? Saya tidak tahu menjadi
orang keberapa. Bisa saja sebelumnya sudah ada orang lain yang masuk. Kalau
benar begitu, tentu berbahaya sekali. Bagaimana nasib agen intelijen kita di
luar negeri kalau data itu sampai jatuh ke tangan yang salah. Intelijen luar
jadi bisa membaca pola kerja agen kita di luar negeri sehingga bisa
diantisipasi. Apa
yang Anda lakukan setelah menemukan loop access itu? Saya tertawa melihat
melihatnya. Kok, badan intelijen bisa begini. Padahal BIN beli peralatan
mahal. Saya coba memberi tahu BIN. Bagaimanapun, saya masih peduli terhadap
negara saya. Tapi tidak ditanggapi. Kepada
siapa Anda memberitahukan? Saya coba memberi tahu
Wawan Purwanto (Deputi Komunikasi dan Informasi BIN). Tapi tidak ditanggapi.
Dua kali saya kasih tahu. Pertama lewat Instagram. Kedua lewat WA (aplikasi
pesan WhatsApp) pakai nomor privat. Saya bilang ada kebocoran data di BIN.
Dia cuma bilang iya. Setelah itu tidak direspons lagi. Ini seperti kita beli
nasi bungkus ada tulisan rahasia negara. (Kepada sejumlah media, Wawan
Purwanto membantah kebocoran data BIN. Ia menyangkal data lembaganya bocor.
Wawan mengklaim data agen BIN menggunakan nama samaran. “Terenkripsi dan
semua data pakai samaran.”) Data
apa saja yang Anda dapatkan? Nama-nama agen di
kedeputian I. Lengkap dengan lokasi dan jabatannya, dari kepala sampai
subdirektorat di negara lain, seperti Asia-Pasifik, Amerika, Eropa. Ada
laporan pertemuan agen BIN dengan intelijen Maroko dan Sudan. Ada juga
dokumen lain yang kalau saya lihat sifatnya rahasia. Tidak
ada enkripsi terhadap data itu? Bohong kalau disebut ada
enkripsi. Ada data yang ditutupi dengan cara dihitamkan. Saya coba copy-paste
dan ternyata bisa dibaca. Ini artinya mereka tidak menghitamkan secara
offline, tapi online. Kebaca semua. Ada agen yang jadi anggota staf Kedutaan
Besar RI di Amerika Serikat. Namanya juga tercantum di Panama Papers. Kami
harus memverifikasi bahwa Anda benar mendapatkan data tersebut. Bisa Anda
tunjukkan? Pemilik akun Strovian lalu
menunjukkan lebih dari seratus dokumen yang didapatnya. Semua dokumen BIN
bisa dibuka. Untuk memastikan data itu bukan sekadar pajangan, Tempo memilih
beberapa dokumen secara acak. Salah satunya dokumen bersampul merah dengan
judul “Monitoring dan Evaluasi Penataan Sistem SDM Deputi I BIN Tahun 2020”
dan logo BIN di bagian atas. Dokumen lain berjudul “Roadmap Pengelolaan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Deputi I BIN Tahun 2020-2024”. Selain itu,
ada salinan Keputusan Kepala BIN tentang Peta Proses Bisnis Badan Intelijen
Negara. Tempo mencoba memeriksa semua dokumen itu di Google, tapi belum
menemukannya.Anda punya orang dalam di BIN? Tidak ada. Kalau punya
orang dalam, sama saja bunuh diri. Hati manusia bisa berubah setiap saat.
Apalagi dengan uang. Kalau mereka disogok untuk mengetahui keberadaan saya,
bagaimana? Anda
menjual data BIN? Saya buka harga sekitar
US$ 5.000. Iseng aja. Awalnya tidak ada yang beli. Tapi belakangan ada yang
beli US$ 3.000. Anda
bilang masih peduli terhadap Indonesia. Tapi kenapa Anda menjual data itu? Saya sudah beri tahu
mereka, tapi tidak ditanggapi. Artinya data ini tidak penting untuk BIN.
Kalau data ini penting dan tidak boleh dilepas, akan saya tahan. Daripada
nganggur, mending menghasilkan uang. Saya juga butuh pemasukan, ha-ha-ha…. Siapa
pembelinya? Saya tidak tahu. Di forum
itu semuanya anonim. Tapi di luar negeri ada kolektor-kolektor yang
mengumpulkan data intelijen. Namanya juga forum, semua bisa dijual. Yang
valuable untuk buyer pasti dibeli. Tidak
mencoba mencari tahu? Mereka terenkripsi semua.
Perangkatnya juga. Data apa saja yang Anda
berikan? Semuanya. Total ada 188
file. Satu bundel itu. Di dalam server itu saya tarik semua. Saya jual semua. Ini
data pertama yang Anda jual? Saya dulu pernah menjual
database Kepolisian RI yang saya tarik pada 2021. Isinya identitas 400 ribu
anggota, lengkap dengan pangkat, alamat, dan nomor telepon. Bentuk SQL
(Structured Query Language). Saya masih menahan data lengkap. Ada foto
mereka, kartu anggota, bahkan buku nikah. Saya pilih simpan saja. Kenapa
memilih disimpan? Kasihan kalau tersebar.
Harapan saya, mereka bisa memperbaiki. Kalau ada keteledoran, diakui saja.
Kalau membantah, itu namanya menantang. Anda
menjual mahal? Cuma US$ 700. Anda
melapor juga ke Polri? Iya. Sama seperti BIN,
mereka tidak peduli. Ada maling malah dibilang hoaks. Data
apa lagi yang Anda jual? Cuma tiga. Polri,
Bea-Cukai, dan BIN. Kalau
yang Anda retas? Perlindungan data milik
lembaga negara di Indonesia lemah. Saya pernah dapat data Tentara Nasional
Indonesia. Anda
jual juga? Tidak. Saya lapor ke
bagian intelijen Angkatan Darat. Sambutannya positif, jadi tidak saya jual.
Ada beberapa kodam (komando daerah militer) juga yang saya kasih tahu, dan
mereka juga merespons positif. Saya akhirnya bekerja sama dengan mereka.
Anggaran siber mereka kecil dan dibagi untuk tiga matra. Kebanyakan yang
memegang siber juga orang tua yang skill sibernya rendah. Apa
yang Anda laporkan? Saya bilang saya tahu
posisi semua prajurit dan kekuatannya. Mereka kaget. Saya juga pernah
melaporkan data anggota OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang dicari-cari TNI.
Saya kasih tahu posisinya dan nomor teleponnya. Saya bisa mengakses situs
kelompok Papua Merdeka. TNI
percaya? Mereka meminta bukti dan
meminta saya menulis kata tertentu di situs itu. Saya tulis beneran. Anda
dibayar ketika membantu? Tidak. Saya kan mencoba
memberi tahu mereka: “Ini lho, Pak, ada kebocoran.” Di luar negeri, kalau ada
kebocoran diapresiasi. Di Indonesia, terima kasih saja tidak. Kalau orientasi
saya hanya uang, semua saya jual. Tapi data Polri yang lengkap tidak saya
jual. Belakangan
ramai soal peretasan yang dilakukan Bjorka. Anda kenal pemilik akunnya? Saya tidak tahu dia siapa.
Tapi saya melihat dia mencoba membuat sesuatu yang viral saat kasus besar
bergulir, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak. Kalau mau jual data, ya,
jual saja. Tapi dia muncul dan membahas politik. Jadinya seperti pesanan. Apa
analisis Anda terhadap data yang dibocorkan Bjorka? Yang dibuka itu data lama.
Saya juga punya data PeduliLindungi, tahu data menteri. Tapi buat apa disebar
atau dijual? Saya mempertimbangkan imbasnya. Kasihan masyarakat. Bagaimana
kalau data itu sampai digunakan untuk pinjaman online? Anda
melihat ada yang istimewa dari data Bjorka? Tidak ada. Orang Indonesia
biasa dengan euforia. Makanya jadi heboh. Padahal datanya biasa saja. Apa
kesamaan dan perbedaan Anda dengan Bjorka? Saya akui menjual data.
Tapi saya tidak peduli soal politik. Dia kan politis. Omong-omong,
Anda ini siapa sebenarnya? Bukan siapa-siapa. Hanya
orang tidak berguna, ha-ha-ha…. Anda
bekerja sendiri? Tidak. Kami berempat. Tiga
orang Indonesia, satu orang asing. Semua
bekerja dari luar negeri? Tiga di luar negeri, satu
di Indonesia. Saya sendiri ada di luar negeri. Apa
saja tugasnya? Kalau yang di Indonesia
hanya membantu mengecek akses. Lainnya meriset, ada juga yang mengeksekusi.
Kebanyakan saya eksekusi sendiri. Setelah mereka riset, laporannya diserahkan
kepada saya dan saya eksekusi. Bagaimana
rekrutmennya? Kami kan punya kebutuhan.
Selain bekerja, kami sama-sama bikin usaha yang berkaitan dengan teknologi.
Kami bikin usaha cyber security. Tahun
ini sudah menyedot data apa saja? Banyak, lah, ha-ha-ha…. Posisi
Anda ada di negara mana? Di mana aja. Di hatimu
juga boleh, ha-ha-ha…. Kenapa
Anda memilih bekerja di luar negeri? Di luar lebih dihargai
daripada di dalam. Mereka tidak melihat apa pendidikan atau agama kita. Yang
penting apa yang kita bisa. Ada perusahaan meminta saya menunjukkan apa yang
saya bisa lakukan. Lalu saya tunjukkan sistem keamanan siber mereka rentan.
Setelah itu mereka hire saya untuk menjaga sistem keamanannya. Gaji
Anda besar, dong? Ya, lumayan. Buat beli
Indomie sebulan dapat, lah, ha-ha-ha…. Anda
masih warga negara Indonesia? Multiple citizenship. Dari
mana Anda belajar meretas? Otodidak. Sejak
kapan? Sejak 2013 saya nyebur di
dunia teknologi. Belum
satu dekade…. Saya belajar dari
ketidaktahuan, akhirnya jadi tahu. Saya cari solusinya. Kalau belajar di
universitas, terbatas hanya itu lingkupnya. Tidak detail. Tidak mendalam. Latar
belakang pendidikan Anda teknologi informasi? Enggak. Wong SMA aja tidak
lulus. SMP itu bahasa Inggris saya merah. SMA saya sampai kelas I saja. Mau
naik ke kelas II, saya keluar karena tidak betah. Ingin bekerja. Orang tua
juga tidak sanggup bayar sekolah karena mahal. Saya tidak mau memberatkan
orang tua. Saya jual koran juga pernah. Dari situ saya bisa beli buku.
Belajar dari situ. Anda
mungkin sudah dikenali? Saya tidak tahu. Saya
kalau hubungi mereka pakai nomor anonim. Kalau pun tahu, ya, sudah, lah.
Mereka tidak peduli juga sama saya. Sudah saya coba sampaikan kebocoran data.
Salah dia kenapa tidak peduli. Dari
mana nama Strovian? Ada salah satu tokoh di
Eropa yang saya baca bukunya. Namanya Strovian. Itu buku lama, saya lupa
judulnya. Saya suka aja nama itu. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/nasional/166967/sebelum-bjorka-siapa-strovian-pembobol-data-bin |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar