Aturan Baru Skema
Gaji Pensiunan PNS Khairul Anam : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 18
September 2022
PEMBICARAAN tentang skema
gaji pensiunan PNS atau pegawai negeri sipil (PNS) antara Kementerian
Keuangan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PAN-RB) belum berjalan. Namun, kata Deputi Bidang Sumber Daya
Manusia dan Aparatur Kementerian PAN-RB Alex Denni, materi diskusi ini
memanas sejak akhir Agustus lalu. “Materi sudah kami sampaikan April lalu,
belum dijawab oleh Kementerian Keuangan,” tutur Alex kepada Tempo, Jumat, 16
September lalu. Materi yang dimaksud Alex
adalah rancangan peraturan pemerintah tentang penghargaan bagi pegawai negeri
sipil. Dalam materi tersebut terdapat pasal yang mengatur sistem baru bagi
pensiunan PNS. “Bukan hanya soal perubahan skema pensiun, tapi juga mekanisme
penggajian, bonus, dan lain-lain,” ujarnya. Wacana perubahan skema
gaji pensiunan PNS pun menjadi bola panas setelah Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati menyebutkan sistem yang berlaku saat ini asimetris. Dalam
rapat kerja dengan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Agustus lalu,
Menteri Sri mengatakan aparat negara seperti PNS, tentara, dan polisi membayar
iuran pensiun dengan 4,75 persen dari gaji pokok plus tunjangan keluarga yang
mereka terima saban bulan. Tapi, saat masa pensiun tiba, gaji PNS tetap harus
dibayar oleh pemerintah, bukan diberikan dari akumulasi iuran dan
pengembangannya. Padahal skema ini berlaku umum di dunia kerja, seperti yang
dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan atau BP
Jamsostek. Dengan sistem saat ini,
menurut Sri, pemerintah harus membayar gaji pensiun PNS setiap bulan sampai
pegawai itu meninggal, berlanjut sampai dua anaknya lepas dari usia
tanggungan keluarga, yaitu maksimal 25 tahun atau sudah menikah. "Ini
akan menimbulkan risiko dalam waktu yang sangat panjang. Apalagi nanti kalau
kita lihat jumlah pensiunan meningkat," ucapnya. Beban belanja gaji
pensiunan PNS sebetulnya sudah lama terdeteksi. Setiap tahun belanja itu
menjadi perhatian Badan Pemeriksa Keuangan ketika memeriksa Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP). Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan LKPP 2021, misalnya,
realisasi belanja pegawai tahun anggaran 2021 mencapai Rp 387,752 triliun.
Sebanyak 33 persen atau Rp 128,337 triliun di antaranya digunakan untuk
membayar manfaat pensiun PNS. Tahun ini pemerintah memperkirakan belanja gaji
pensiunan PNS sebesar Rp 119 triliun. Beban anggaran ini muncul
karena pemerintah belum menerbitkan regulasi turunan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pasal 91 ayat 6 undang-undang itu
menyebutkan program pensiun PNS akan diatur dalam peraturan pemerintah. Pasal tersebut sebetulnya
memberi peluang untuk mengubah ketentuan program pensiun PNS yang mengacu
pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969. Pasal 11 undang-undang itu
menyebutkan sistem gaji pensiun PNS memakai skema manfaat pasti atau fully
funded. Nilai gaji pensiun setiap bulan sudah dipatok sebelum masa tugas
mereka selesai. Jumlahnya 2,5 persen dikalikan masa kerja, kemudian dikalikan
gaji pokok terakhir. Dengan formula itu, pensiunan PNS minimal menerima 40
persen dan maksimal 75 persen dari gaji pokok terakhir. Sedianya pembiayaan gaji
itu memakai dana pensiun. Namun, selagi skema dana pensiun belum terbentuk,
pemerintah akan menanggungnya dengan anggaran negara. Walhasil, sistem
tersebut memaksa pemerintah menerapkan formula pay-as-you-go. Dalam skema
ini, pemerintah baru membayar gaji pensiun jika pegawai sudah purnatugas dan
haknya telah jatuh tempo. Berdasarkan hasil
penghitungan aktuaria, akumulasi kewajiban jangka panjang program pensiun
pemerintah 2021 mencapai Rp 2.929 triliun. Sebanyak Rp 935 triliun di antaranya
berupa kewajiban kepada pegawai pemerintah pusat dan Rp 1.994 terhadap
pegawai pemerintah daerah. Dari jumlah tersebut, kewajiban terhadap pegawai
aktif sebesar Rp1.427 triliun dan kepada pensiunan Rp 1.502 triliun. Direktur Jenderal Anggaran
Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan nilai sebesar itu adalah
kewajiban yang harus dibayarkan kepada pegawai yang sudah pensiun beserta
keluarganya. Risiko jangka panjang ini yang membuat pemerintah ingin meniru
sistem pensiun pegawai swasta, menggunakan skema manfaat pasti. Dalam skema
ini, pegawai dan pemberi kerja membayar iuran setiap bulan kepada lembaga
pengelola pensiun seperti BP Jamsostek. Hasil akumulasi iuran dan
pengembangan digunakan untuk membayar manfaat pensiun pegawai. Niat pemerintah ini
ditangkap berbeda oleh publik. Sebagian kalangan menilai pemerintah cuma
menganggap pensiunan, yang sudah diperas keringatnya selama puluhan tahun,
sebagai beban. ••• UNDANG-UNDANG Nomor 11
Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai sudah
memerintahkan pemerintah membentuk dana pensiun. Sumber dananya adalah iuran
peserta dan pemerintah sebagai pemberi kerja. Namun regulasi turunan tentang
dana pensiun ini tak pernah terbit. Pada 1974, pemerintah
mulai mengenakan potongan gaji buat iuran pensiun. Mulanya ada iuran sampai
10 persen dari gaji plus tunjangan pegawai. Rinciannya: 2 persen untuk
perumahan, 4,75 persen buat pensiun, dan 3,25 persen untuk tunjangan hari
tua. Gaji pegawai mulai
dipotong, tapi pemerintah tidak membayar iuran selaku pemberi kerja.
Pemerintah pun tidak menyisihkan porsi pembayarannya di awal, melainkan
membayar kewajibannya setiap kali jatuh tempo. “Saat pemerintah membentuk
dana pensiun, akumulasi iuran PNS itu akan dimasukkan ke lembaga tersebut,”
kata Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata. Di pihak lain, PT Dana
Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) atau Taspen dan PT Asuransi
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri terus
mengumpulkan iuran pegawai. Dua pengelola dana pensiun itu mengelola dan
menginvestasikan iuran tunjangan hari tua. Hasilnya akan dibayarkan kepada
PNS ketika mereka pensiun dalam bentuk lumpsum, seperti jaminan hari tua
untuk pegawai swasta. Taspen bertindak sebagai
pengumpul iuran pensiun PNS. Pemerintah telah menunjuk bank-bank negara
sebagai penyimpan uang tersebut. Pada masa Orde Baru, iuran ini kerap dipakai
sebagai dana talangan guna membayar tagihan pensiun jika anggaran negara
sedang seret. Per 2021, jumlah akumulasi
iuran pensiun dari gaji pegawai yang dipotong mencapai Rp 189,639 triliun.
Dana ini dikelola Taspen. Sedangkan iuran tentara, polisi, serta PNS yang
bekerja di lingkungan institusi tersebut sebesar Rp 23,356 triliun. Selain buat menalangi
tagihan pensiun, dana ini digunakan Taspen dan Asabri untuk berinvestasi
serta membayar uang muka kredit pemilikan rumah khusus prajurit dan pegawai
di Kementerian Pertahanan dan Kepolisian RI. Adapun jika peserta berhenti
bekerja tanpa hak pensiun, dana dikembalikan. Misalnya jika pegawai berhenti
bekerja sebelum masa tugas 20 tahun atau belum berusia 50 tahun. Kini pemerintah
menimang-nimang sistem pensiun yang pas dan efisien. Menurut anggota Komisi
Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN),
Indra Budi Sumantoro, lembaganya sudah menyodorkan ringkasan kebijakan sistem
pensiun PNS kepada pemerintah. DJSN, Indra menjelaskan,
memberikan ringkasan kebijakan itu setelah Mahkamah Konstitusi menganulir
Pasal 57 huruf e dan f serta Pasal 65 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal itu mengatur bahwa program
tabungan hari tua dan pensiun yang dikelola Taspen dan Asabri dialihkan ke BP
Jamsostek paling lambat pada 2029. Saat ini, Indra menambahkan,
sistem jaminan sosial Indonesia menganut paham fragmentasi dan segmentasi.
Mayoritas pegawai swasta menggunakan sistem iuran pasti dengan pembiayaan
fully funded, yaitu pekerja dan pemberi kerja sama-sama membayar iuran di
depan yang dikelola oleh BP Jamsostek. Sedangkan PNS dan prajurit memakai
sistem manfaat pasti dengan pembiayaan pay-as-you-go oleh pemerintah. Sistem
fully funded menjanjikan manfaat pensiun per bulan yang lebih tinggi
dibanding pay-as-you-go, jika imbal hasil investasinya bagus. Selain dua model itu, ada
skema multipilar. Cara ini mewajibkan pemberi kerja mendaftarkan karyawannya
kepada BP Jamsostek sekaligus mengikutsertakan mereka dalam skema jaminan
pensiun komersial. “Ini agar perusahaan bisa mendapatkan orang-orang terbaik di
pasar kerja dan mempertahankannya,” ujar Indra pada Jumat, 16 September lalu.
Dia memberi contoh, Amerika Serikat memakai skema multipilar bagi pegawai
negeri. DJSN, Indra melanjutkan,
menyarankan pemerintah mempertimbangkan kembali rencana peralihan skema
pay-as-you-go menjadi fully funded. Sebab, dia menjelaskan, dalam skema fully
funded ada risiko fluktuasi manfaat yang diterima pensiunan karena
pembiayaannya bergantung pada pengembangan iuran oleh lembaga pengelola.
Sedangkan skema pay-as-you-go menjanjikan manfaat pasti. Apalagi, menurut
Indra, berdasarkan hitungan aktuaria, anggaran negara masih mampu menanggung
gaji pensiunan. “Tapi Menteri Keuangan punya pendapat lain. Apalagi beban
anggaran makin berat,” tutur Indra. Di luar dua skema itu,
Indra menyebutkan alternatif seperti notional defined contributions (NDC) dan
career average revalued earnings (CARE). Dalam skema NDC, peserta membayar
iuran setiap bulan tapi manfaat yang mereka terima kelak tidak didasari
persentase gaji terakhir, melainkan bergantung pada imbal hasil yang telah
ditentukan pemerintah. Adapun sistem CARE memakai basis rata-rata pendapatan
pegawai sepanjang karier yang dapat disesuaikan dengan beberapa indeks,
seperti indeks harga konsumen. Deputi Bidang Sumber Daya
Manusia dan Aparatur Kementerian PAN-RB Alex Denni mengakui opsi sistem
pensiun PNS yang disiapkan pemerintah kini mengerucut pada iuran pasti. Itu
artinya model pay-as-you-go bakal ditinggalkan. “Masih terlalu dini untuk
dijelaskan,” ujarnya. Namun pemerintah masih
menimbang risiko penggantian sistem itu. Ketika pemerintah memilih fully
funded, akan ada kewajiban pembayaran ganda, yaitu “manfaat pasti” bagi
pegawai yang sudah dan sebentar lagi pensiun serta iuran bagi pegawai yang
masih aktif dan telah beralih ke sistem fully funded. Yang jelas, Alex
menambahkan, pemerintah sudah bulat berniat membentuk lembaga dana pensiun.
Opsinya adalah memodifikasi skema Taspen dan Asabri, mengalihkan dana pensiun
kepada BP Jamsostek, atau mendirikan lembaga baru di bawah Kementerian
Keuangan. Menurut Alex, pemerintah telah menargetkan aturan turunan tentang
sistem gaji pensiunan PNS selesai dalam waktu dekat. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/166959/aturan-baru-skema-gaji-pensiunan-pns |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar