Tata
Kelola Pemilu 2019
Hasyim Asy’ari ; Anggota
Komisi Pemilihan Umum RI
|
KOMPAS, 15 November
2016
Pembahasan
Rancangan UU Penyelenggaraan Pemilu segera dimulai. Fraksi-fraksi di DPR
sudah mulai menyusun daftar isian masalah yang akan dijadikan bahan
pembahasan.
Setidaknya
terdapat dua topik penting yang harus mendapatkan kejelasan dalam
penyelenggaraan Pemilu 2019 karena ini akan berpengaruh pada perencanaan
operasional KPU sebagai penyelenggara pemilu. Pertama, kejelasan tentang apa yang
dimaksud dengan keserentakan pemilu. Kedua, tentang sistem pemilu apa yang
akan diterapkan.
Pemilu
serentak
Apa
yang dimaksud dengan pemilu serentak? Setidaknya terdapat dua varian
keserentakan pemilu. Pertama, pemilu serentak untuk memilih sekaligus anggota
DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, presiden dan wakil presiden,
gubernur dan wakil gubernur, serta bupati/wali kota dan wakil bupati/wakil
wali kota. Pemilu serentak jenis ini dikenal dengan pemilu dengan tujuh kotak
karena masing-masing pemilu akan disediakan kotak suara. Keserentakan di sini
dimaknai waktu pemungutan suara dilaksanakan pada hari yang sama.
Kedua,
pemilu serentak nasional dan daerah. Pemilu serentak nasional adalah untuk
memilih anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden. Sementara pemilu
daerah untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur dan
wakil gubernur, serta bupati/wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota.
Katakanlah pemilu nasional diselenggarakan pada tahun 2019, dan pemilu daerah
dilaksanakan 2,5 tahun berikutnya, yaitu pada 2022.
Dua
varian pemilu serentak itu tentu berpengaruh terhadap tata kelola pemilu.
Secara teknis, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan merancang perencanaan
operasional dengan energi yang lebih besar apabila Pemilu 2019 dilaksanakan
dengan pemilu tujuh kotak suara. Hal itu dikarenakan KPU akan menggelar
pemilu di lebih dari 3.000 daerah pemilihan secara serentak.
Tentu
saja akan berbeda apabila keserentakan pemilu dimaknai sebagai pemilu
nasional dan pemilu daerah. Apabila Pemilu 2019 dimaksudkan hanya pemilu
nasional, KPU akan membuat perencanaan operasional untuk pemilu tiga kotak
suara.
Berdasarkan
pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2014, terdapat sejumlah tahapan yang
berimpitan dengan tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang digelar pada
tahun 2013. Beban kerja penyelenggara pemilu berat dan fokus kerja
penyelenggara terbelah. Dalam Pilkada 2013, pembentukan badan penyelenggara
pemilu (Panitia Pemilihan Kecamatan /PPK dan Panitia Pemungutan Suara/PPS)
dilaksanakan pada Oktober 2012, dan pembentukan badan penyelenggara Pemilu
2014 dilaksanakan pada Oktober-November 2012. Persoalan pertama yang muncul
adalah apakah perlu membentuk badan penyelenggara baru, atau cukup menetapkan
badan penyelenggara Pilkada 2013, sekaligus sebagai badan penyelenggara
Pemilu 2014.
Kegiatan
Pilkada 2013 yang berimpitan dengan tahapan kegiatan Pemilu 2014 adalah
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pada kurun Oktober 2012 hingga Agustus
2013. Kegiatan itu adalah: pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih
pilkada, November 2012-Maret 2013, dan penetapan daftar pemilih tetap (DPT)
pilkada, 1 April 2013; penetapan rekapitulasi DPT, 14 April 2013; pendaftaran
calon Januari-April 2013; kampanye, 9-23 Mei 2013; pemungutan suara, 26 Mei
2013; rekapitulasi, 27 Mei-3 Juni 2013; penetapan calon terpilih, 4 Juni
2013; serta pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada 23 Agustus
2013.
Kegiatan
dalam tahapan Pemilu 2014 yang berimpitan dengan Pilkada 2013 adalah
pembentukan PPK, PPS, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, Desember
2012-Maret 2013; seleksi KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota, Januari-
Desember 2013; pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta
Pemilu 2014, Agustus 2012-Januari 2013; pemutakhiran dan penyusunan daftar
pemilih Pemilu 2014, November 2012-Oktober 2013; serta penataan dan penetapan
daerah pemilihan, Desember 2012-Maret 2013.
Berdasarkan
pemetaan jadwal tahapan penyelenggaraan Pilkada 2013, semua berada dalam
waktu tahapan Pemilu 2014. Beberapa tahapan krusial Pemilu 2014 yang
kegiatannya sama tetapi dilakukan dalam waktu berimpitan adalah pemutakhiran
dan penyusunan daftar pemilih.
Salah
satu masalah serius yang dihadapi pada kegiatan ini berkaitan dengan sumber
data sebagai dasar untuk pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih. KPU
dihadapkan pada situasi untuk menggunakan Data Penduduk Potensial Pemilih
Pemilu (DP4) 2014, atau menggunakan DPT Pilkada 2013 dalam kondisi mutakhir,
sebagai bahan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih Pemilu 2014.
Selain
pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih, kegiatan yang melibatkan hampir
semua kekuatan personel penyelenggara pemilu adalah tahapan pendaftaran,
verifikasi, dan penetapan peserta Pemilu 2014 yang dilakukan pada Agustus 2012-Januari
2013. Kegiatan ini, terutama pada verifikasi calon peserta pemilu (partai
politik dan perseorangan calon DPD), meliputi verifikasi faktual di lapangan
melibatkan penyelenggara di tingkat PPK dan PPS, bersamaan pemutakhiran dan
penyusunan daftar pemilih Pilkada 2013.
Selain
itu, di tengah-tengah kesibukan penyelenggaraan Pilkada 2013 dan Pemilu 2014,
jajaran badan penyelenggara pemilu dihadapkan pada proses seleksi anggota KPU
provinsi dan KPU kabupaten/kota yang masa jabatannya habis pada November
2013. Karena tugas dan wewenang dalam Pilkada 2013 dianggap berbeda dengan
Pemilu 2014, dan sumber pendanaan berbeda, yaitu Pilkada 2013 berasal dari
APBD dan Pemilu 2014 dari APBN, proses pengisian ulang atau penggantian perlu
dilakukan. Situasi ini tentu semakin menambah kerumitan dan sungguh membelah
konsentrasi penyelenggara pemilu.
Pada
titik ini perlu juga dibahas tentang sumber pembiayaan pemilu. Pengalaman
selama ini untuk pemilu anggota DPRD digunakan APBN, tetapi untuk pilkada
menggunakan APBD. Hal ini memunculkan pertanyaan: mengapa kepala daerah dan
DPRD yang sama-sama unsur pemerintahan daerah, sumber pembiayaan pengisian
jabatannya berbeda?
Belajar
dari pengalaman penyelenggaraan Pilkada 2013 dan Pemilu 2014, serta proses
penggantian anggota KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota di tengah-tengah
penyelenggaraan tahapan pemilu, pendefinisian pemilu serentak mendapat tempat
yang relevan di sini.
Sistem
pemilu
Sistem
pemilu apa yang akan diterapkan dalam Pemilu 2019? Pilihan sistem pemilu akan
berpengaruh terhadap tata kelola pemilu yang diselenggarakan KPU.
Apabila
sistem pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD yang diterapkan masih sama
dengan Pemilu 2014, yaitu sistem proporsional daftar calon terbuka, maka
pemilih masih dapat memilih partai politik dan/atau calon dalam surat suara.
Sebagai konsekuensinya, KPU akan mempersiapkan surat suara dengan desain yang
beragam, menyesuaikan jumlah daerah pemilihan. Hal ini karena surat suara
akan mencantumkan nama- nama calon berdasarkan daerah pemilihan
masing-masing.
Situasi
akan berbeda apabila sistem Pemilu 2019 yang dianut adalah sistem
proporsional daftar tertutup. Apabila sistem ini yang diterapkan, pemilih
hanya akan memilih parpol, tanpa memilih calon. Dengan demikian, KPU cukup
membuat satu desain surat suara yang memuat partai politik saja, dan desain
ini berlaku di semua daerah pemilihan.
Demikian sekelumit dua persoalan yang
tampaknya perlu segera dapat prioritas dalam pembahasan RUU Penyelenggaraan
Pemilu. Keputusan berkaitan dengan dua topik strategis itu perlu dibahas di
bagian awal karena, tampaknya, akan memerlukan energi cukup besar untuk
mendapatkan kata sepakat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar