Syrianisasi
di Indonesia?
Said Aqil Siroj ; Ketua
Umum PB Nahdlatul Ulama
|
JAWA POS, 14 November
2016
PADA Kamis (20/10/2016) pagi,
seorang terduga teroris yang berasal dari kalangan Anshor Daulah Indonesia
(ADI/simpatisan ISIS) menyerang Kapolsek Tangerang dan dua anggotanya di Pos
Polisi Yupentek, Cikokol, yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan,
Tangerang.
Penyerangan itu dapat menjadi
potret masa depan situasi di Indonesia seandainya ISIS berhasil menjadikan
Indonesia sebagai Syria jilid II.
Sebelum semuanya terlambat,
semua upaya syrianisasi Indonesia yang sedang dilakukan oleh para simpatisan
ISIS harus dihentikan.
Kenali Strategi dan Taktik
Mengenali strategi dan taktik
para simpatisan ISIS untuk mengubah Indonesia menjadi medan konflik seperti
Syria merupakan langkah awal dalam menanggulangi bahaya ISIS dan para
simpatisannya.
Strategi besar para simpatisan
ISIS dalam proyek syrianisasi Indonesia meliputi propaganda kebencian (hate speech), seruan melakukan
kekerasan (hate crime), dakwah
takfiri (pengafiran), penciptaan teror sosial, dan penggulingan pemerintah.
Propaganda yang dimotori ISIS
itu bersifat masif, baik melalui penerjemahan buku-buku, majalah-majalah ISIS
seperti Dabiq (edisi 1-16), bahkan media-media sosial, termasuk grup-grup
Telegram dan WhatsApp untuk menjangkau target yang lebih luas sekaligus
menghindari pantauan dan pelacakan aparat kepolisian.
Buku berjudul Ayaturrahman Fi
Jihadis Suriah (Karomah Jihad di Suriah) adalah salah satu di antara sekian
banyak propaganda yang sangat menguntungkan bagi para pembela ISIS di
Indonesia.
Selain itu, dakwah takfiri
tersebut bertujuan merekrut anggota-anggota baru dan menyiapkan umat Islam
Indonesia agar menerima paham takfiri ISIS.
Melalui kajian-kajian di
beberapa masjid dan diskusi-diskusi online dalam grup-grup Telegram seperti
Grup Pembela Tauhid (GPT), Grup Khilafah Islamiyyah (KI), dan Grup Mudik
Bareng, para simpatisan ISIS mengajak masyarakat untuk turut mendukung ISIS
sekaligus mengafirkan siapa saja yang tidak sepaham dengan mereka.
Karena itulah, saya tidak heran
mengapa selama ini para simpatisan ISIS mengafirkan tokoh-tokoh Islam moderat
dari kalangan semisal NU, Muhammadiyah, atau MUI.
Jangankan ormas-ormas tersebut,
tokoh-tokoh dari ormas-ormas yang selama ini dilabeli sebagai kelompok
radikal semacam FPI, Jamaah Ansharusy Syariah (JAS), dan Jemaah Islamiyah pun
mereka kafirkan.
Bagi para simpatisan ISIS,
terutama yang berasal dari jamaah Amaniyyun (para pengikut paham takfiri Aman
Abdurrahman), siapa pun yang tidak sepaham dengan kelompok mereka masuk
golongan kafir.
Sambil terus menyebarkan ajaran
takfiri, para simpatisan ISIS berusaha sekuat tenaga untuk menciptakan teror
sosial di Indonesia. Mereka percaya dapat beroperasi dengan baik di Indonesia
hanya kalau dalam keadaan kacau dan konflik sosial merajalela.
Skenario lain ISIS adalah
memainkan sentimen keagamaan untuk mengadu domba antar pemeluk agama dan
antar pengikut aliran keagamaan di Indonesia. Di Syria, skenario ISIS itu
berhasil.
Di negara itu, ISIS
membenturkan umat Islam dengan umat agama lain, kaum Sunni dengan kaum Syiah,
dan kelompok takfiri dengan kelompok salafi jihadi.
Di Indonesia, simpatisan ISIS
memprovokasi dan menunggangi kelompok-kelompok masyarakat yang anti-Bhinneka Tunggal
Ika untuk membuat kekacauan sosial.
Jika Indonesia berhasil dibuat
chaos dengan balutan sentimen agama, mereka berharap lebih mudah mengganti
pemerintahan Indonesia yang sah dengan tiga strategi perang yang diadopsi
dari ISIS di Timur Tengah.
Yaitu, perang konvensional,
perang gerilya, dan serangan teror. Nah, saat berhasil menguasai Indonesia,
ISIS akan memusnahkan anak bangsa yang selama ini tidak sejalan dengannya.
Segera Bertindak
Untuk mencegah ISIS mengubah
Indonesia yang damai menjadi Syria kedua yang berdarah-darah, pemerintah
perlu mengambil langkah-langkah tegas berikut.
Pertama, pemerintah perlu
mengidentifikasi dai-dai simpatisan ISIS di Indonesia yang aktif menyebarkan
paham takfiri.
Kedua, pemerintah perlu
memonitor dai-dai tersebut dan segera melakukan tindakan hukum ketika
ceramah-ceramah mereka berisi anjuran untuk melukai atau menghilangkan nyawa
orang lain dan mengagung-agungkan aksi-aksi terorisme yang dilakukan oleh
ISIS.
Ketiga, melalui kerja sama
dengan DKM-DKM, pemerintah perlu segera menutup kajian-kajian takfiri/terkait
ISIS yang selama ini diselenggarakan di masjid-masjid.
Keempat, pemerintah perlu
mengambil langkah hukum yang tegas terhadap kelompok-kelompok anti-Bhinneka
Tunggal Ika yang selama ini ditunggangi agenda ISIS ketika mereka telah
terbukti melakukan pelanggaran hukum.
Kelima, para tokoh ormas Islam
perlu berpikir secara cerdas dalam menjalankan aktivitas dakwah
masing-masing.
Jangan sampai kegiatan-kegiatan
dakwah mereka (tablig akbar dan kaderisasi) tanpa disadari justru ikut serta
menciptakan kondisi sosial yang diharapkan oleh ISIS.
Sebaiknya isu-isu keagamaan
yang sensitif seperti isu-isu Ahmadiyah, Syiah, aliran kepercayaan,
nonmuslim, dan sejenisnya didakwahkan dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika.
Apabila isu-isu itu
dipolitisasi dengan menggunakan kacamata Timur Tengah, kekacauan sosial
karena sentimen keagamaan sangat berpotensi untuk muncul di wilayah-wilayah
Indonesia.
Keenam, pemerintah harus segera
melokalisasi setiap kerusuhan sosial yang terjadi, apa pun latar belakangnya,
dan memproses secara hukum setiap pihak yang terlibat tindak pidana yang
terkait dengan kerusuhan tersebut tanpa pandang bulu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar