Ekonomi
Dunia dan Program Penyesuaian 2016
Elfindri
; Profesor Ekonomi SDM dan Direktur Center
for Human and Sustainable Development Goals Universitas Andalas (Unand)
|
KORAN
SINDO, 30 Desember 2015
Ekonomi dunia dalam satu tahun terakhir cukup dinamis.
Kedinamisan yang diperlihatkan dari perjuangan untuk keluar dari krisis
ekonomi dialami oleh berbagai negara Eropa Selatan seperti Yunani, Italia,
dan Prancis.
Masalah terutama dipicu oleh krisis keuangan negara Yunani
sehingga memberikan efek domino dampaknya pada daerah sekeliling. Tidak
terkecuali gelombang imigrasi dari negara asal resesi ke daerah yang masih
potensial tumbuh ekonominya seperti Turki dan Jerman (2,9% dan 1,9%). Saat
bersamaan juga diperlihatkan oleh semakin berkurangnya percepatan laju
pertumbuhan ekonomi Asia Timur.
China telah menikmati pertumbuhan ekonomi tertinggi dalam abad
ini, pada kisaran9-11% rata-ratapertahun selama 1995-2013. Namun, pada
tahun-tahun terakhir, 2014 saja, laju pertumbuhan ekonomi China walaupun
masih tinggi, namun berkurang menjadi sekitar 6,9%. Perkiraan pertumbuhan
ekonomi pada 2016-2020, suatu yang relatif optimistis, di mana diperkirakan
Asia Timur akan tumbuh ekonominya pada kisaran 6,2% (Economists, November,
2015).
Jika China ekonominya sudah mulai memanas, Jepang tidak
diuntungkan karena ekonominya tumbuh pada laju yang capaian premium, kisaran
0,7%. Pada 2015 beberapa perusahaan besar yang selama ini menguasai pasar
elektronika dan kendaraan mulai gulung tikar. Ada yang memperkirakan pada
2016 ekonomi Jepang justru jauh lebih sulit. Tidak sepertinya, negara rival
tetangganya, Korea Selatan.
Korea Selatan kembali bangkit ekonominya, mengingat berbagai
perusahaan yang sama bangkrut di Jepang, namun sebaliknya semakin kuat di
Korea Selatan. Ekonomi dunia tumbuh sangat diuntungkan oleh kembalinya
ekonomi Amerika Serikat yang tumbuh 2,4% selama 2015. Pada 2016 juga
diperkirakan sedikit membaik sekitar 3,6%.
Ini buah dari semakin stabilnya nilai dolar dan mulai
mengalirnya investasi ke Amerika Serikat setelah negara ini sebelumnya juga
dilanda pelambatan pertumbuhan ekonomi. Tidak terkecuali Indonesia dan
berbagai daerah yang ada di dalamnya. Pertumbuhan ekonomi selama 2015
diperkirakan 4,73% walaupun gelombang optimisme memperkirakan pada 2016
sedikit lebih baik dibandingkan dengan tahun ini.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh berbagai pihak, ADB
dan Bank Dunia, setelah dilakukan revisi kembali pada kisaran 5,2-5,4%. Bisa
jadi sebagai akibat dari dua hal. Pertama realisasi investasi infrastruktur
dan efek investasi asing ke Indonesia. Tentunya Indonesia, karena masih
tumbuh ekonominya relatif tinggi, dibandingkan dengan negara-negara tetangga,
daerah ini masih cukup dipercaya sebagai daerah tujuan investasi.
Sinyal
Melemahnya Harga Dunia
Laporan harga-harga komoditas dunia dari periode Oktober
2014-2015 memperlihatkan bukti kelesuan ekonomi dunia. Hampir seluruh
komoditas ekstraktif seperti batu bara, besi, emas, tembaga, dan nikel
mengalami penurunan indeks harga. Penurunan tersebut bisa pada rentang 10-
20%. Batu bara misalnya turun harganya dari USD63,7/mt pada 2014 menjadi
USD52,2/mt dengan pertumbuhan penurunan sebesar -18,05%.
Tidak terkecuali komoditas pertanian dan kelautan di antaranya
karet, CPO, dan udang. Tiga komoditas ekspor andalan Indonesia selama ini
juga mengalami pertumbuhan negatif. Harga udang justru turun sekitar - 28,9%,
harga CPO turun-19,11%, karet-19,9%. Hanyaharga cokelat satu-satunya
komoditas pertanian “seksi” yang masih naik selama satu tahun terakhir,
sekitar USD310/kg pada 2014 menjadi USD320/kg.
Tiga komoditas pertanian yakni karet, CPO, dan udang cukup andal
selama ini sebagai komoditas yang banyak menghidupi petaninya. Demikian juga
para petambak udang. Namun, tentu dengan sinyal pelemahan harga seperlima
dari tahun sebelumnya, diperkirakan permintaan akan komoditas tersebut juga
akan menurun.
Jika saja komoditas pertanian adalah inferior (elastisitas harga
kecil dari 1), diperkirakan permintaan akan komoditas tersebut akan melemah
sekitar 10% dari tahun sebelumnya dan akan berlanjut pada 2016. Sinyal
pelemahan dari komoditas pertanian jelas merugikan petani. Perusahaan
perkebunan memang bisa mengalami shock harga. Namun, biasanya karena sifat
pasarnya adalah relatif monopsony, kerugian terbesar sebenarnya ada para
produsen utama yakni petani.
Karena pada pasar monopsony, pembeli tunggal akan melakukan
penundaan pembelian dengan mengontrol stok dan mempermainkan harga.
Pengalaman di lapangan memperlihatkan bahwa memang harga tandan kelapa sawit
menjadi turun secara drastis. Dampak penurunan harga tandan sawit telah
berakibat pada banyak perkebunan kelapa sawit rakyat yang ditinggal pergi dan
dijual.
Atau, penundaan pemupukan akibat sulitnya membiayai
operasionalisasi dari perkebunan. Karet juga demikian, walaupun karet masih
tidak luput dengan waktu dan bisa ditumpuk oleh petani, penyadap karet masih
bisa bekerja. Produk karet bisa tidak dijual oleh petani kepada pengumpul
pada hari ketika harga rendah, namun pada rentang waktu yang terbatas.
Dampak dari pelemahan harga internasional dan kelesuan ekonomi
mesti akan terasa pada peningkatan angka kemiskinan dan pengangguran.
Perusahaan-perusahaan yang menggunakan bahan baku di mana komoditasnya
melemah akan mengurangi tenaga kerja. PHK demi PHK juga akan meningkat. Saat
bersamaan, tuntutan akan kenaikan upah minimum tampaknya sesuatu yang tidak
masuk akal saat ini.
Antisipasi
Penyesuaian 2016
Mengingat kelesuan ekonomi dunia dirasakan juga oleh Indonesia,
dampak terbesar diperkirakan pada petani kecil dan buruh. Maka itu, pada 2016
pemerintah dapat mengantisipasi masalah yang bekal muncul dengan program
tangkal resesi. Program yang diutamakan pada mereka yang paling besar
mengalami dampak yakni petani dan buruh perkotaan.
Ketahanan kehidupan mereka mesti diupayakan melalui berbagai
paket program prioritas. Pertama, program diversifikasi usaha bagi petani
skala kecil. Telah banyak uji ilmiah yang menunjukkan bahwa rumah tangga
petani akan dapat bertahan ketika mereka memperbesar alokasi total waktu
kerja di luar sektor pertanian dan nelayan.
Program perluasan pekerjaan off-farms,
off-fishing employment, salah satu yang strategis untuk didorong dan
dikembangkan di daerah-daerah. Terutama untuk menghasilkan quick yielding
bagi petani dan nelayan. Fokus perluasan lapangan kerja di luar pertanian bagi
rumah tangga tani dan pekerjaan luar perikanan bagi rumah tangga nelayan
adalah suatu pilihan yang dirasa perlu.
Tidak terkecuali untuk wanita. Kedua, bagi buruh perkotaan
persoalan lay-off juga mesti diantisipasi dengan berbagai program public works perkotaan. Berbagai
program peningkatan mutu sarana pelayanan publik, pembangunan perumahan
murah, pembuatan jalan-jalan poros, perbaikan saluran air, dan berbagai
program infrastruktur diharapkan akan dapat membuka lapangan kerja.
Intensitas program infrastruktur diharapkan dapat dipastikan
terjadi di luar Pulau Jawa agar juga dapat memperbaiki ketimpangan. Program
memperbaiki ketimpangan pendapatan melalui pemerataan program infrastruktur
adalah baik. Ketiga, mengharapkan instrumen moneter tentu agak sulit saat
ini, tatkala bunga bank masih cukup tinggi untuk keperluan pengembangan UMKM.
Penurunan suku bunga dalam waktu dekat seperti tidak mungkin.
Apalagi, pada 2015 cukup besar jumlah dari debitor UMKM yang tergelepar
akibat penundaan dari pinjaman yang lebih banyak dialami oleh lembaga bank
dan nonbank. Gejala non-performing loan akan menyebabkan semakin sulitnya
masyarakat akses ke lembaga formal dan nonformal.
Penyediaan modal kerja pada lembaga nonbank dan mendorong
inisiasi pemda dalam membuat program terobosan di daerah-daerah dapat
dilakukan melalui penyediaan skim dana kompetisi untuk pengembangan usaha start up atau program wake up. Sumber permodalan dari zakat
dan dana titipan umat adalah bagian yang masih besar potensinya untuk
dioptimalkan.
Keempat, pemerintah diharapkan selalu mempermudah upaya-upaya
masyarakat untuk menghasilkan tenaga kerja besertifikasi. Pada analisis
penulis sebelumnya pernah mengajukan mendorong agar lembaga selevel akademi
komunitas dapat mendidik dan melatih para pemuda untuk terbekali keterampilan
mereka. Pendidikan kejuruan untuk level tiga dan empat selama enam bulan
sampai satu tahun sangat penting karena permintaannya masih terbuka luas.
Kemudian lembaga sertifikasi BNSP segera siap diri untuk menguji dan menilai
mereka.
Kelima, memastikan agar skema investasi dalam negeri dipermudah,
sekaligus investasi asing agar dibantu dalam penyediaan tenaga kerja sesuai
level yang mereka perlukan. Dinas tenaga kerja setempat dapat membuka
informasi penyediaan tenaga kerja setempat, setidaknya sebagai liaison officer dari
perusahaan-perusahaan yang akan memperluas investasinya di daerah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar