Membaca
Kabinet Blusukanomic
Eko B Supriyanto ; Direktur
The Finance Research
|
KORAN
SINDO, 27 Oktober 2014
Hampir sepekan publik disibukkan dengan nama-nama yang akan
duduk dalam Kabinet Kerja di bawah pemerintahan Jokowi- JK.
Setiap saat berubah nama, ada yang karena tersangkut Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK). Selama sepakan praktis Indonesia tanpa pemerintahan atau memang
Indonesia masuk ekonomi autopilot— ekonomi yang digerakkan oleh partisipasi
masyarakat dan sektor konsumsi rumah tangga.
Berbagai spekulasi muncul sebelum penyusunan kabinet. Kendati
dalam komunikasi politik langkah Jokowi-JK dikesankan mencari menteri yang
bersih korupsi. Namun, sebagian yakin selain mencari figur yang bersih dari
korupsi, juga ada tarik-menarik di dalam tubuh lingkaran Jokowi-JK-Megawati
selaku ketua umum PDIP atau pemegang saham terbesar pemerintahan Jokowi-JK.
Publik pun percaya mundurnya pengumuman kabinet tidak sesuai janji Jokowi
sebelumnya, tanggal 21 Oktober 2014, karena tarik ulur dan restu dari
pemegang saham mayoritas pemerintahan Jokowi-JK. Efeknya, pengumuman kabinet
mundur dan nama-nama yang terus berubah mengesankan saling tekan dan
tarik-ulur.
Masyarakat juga mempunyai ekspektasi yang sangat tinggi. Lihat saja
ketika pelantikan Jokowi-JK pada 20 Oktober 2014, sepanjang jalan Sudirman-
Thamrin menuju Istana penuh dengan masyarakat yang antusias. Di daerah-daerah
banyak warga melakukan pesta rakyat penuh kemenangan, penuh harapan. Apalagi
selama ini kita dengar dalam kampanye adalah koalisi tanpa syarat dan koalisi
tanpa bagi-bagi kursi. Koalisi JKW-JK berbeda dengan rezim SBY yang terkesan
bagi-bagi kursi.
Miskin Rekam Jejak
Apakah nama-nama yang menjadi menteri seperti diumumkan oleh
Jokowi sudah sesuai dengan ekspektasi masyarakat yang tinggi? Jika melihat
nama-nama yang muncul sebenarnya tidak banyak yang nyaring bunyinya. Tapi
satu hal yang masih tetap ada, yaitu partisipasi partai politik masih tetap
besar. Perwakilan dari partai politik masih sekitar 35%, sisanya profesional
yang didukung partai politik.
Sekilas memang tidak bisa divonis tidak menjawab ekspektasi
masyarakat yang tinggi. Namun, dengan nama-nama yang asing dan masih harus
membuat track record lebih dulu.
Bahkan, kalangan pemimpin redaksi atau media masih belum tahu rekam jejak
para menteri yang diumumkan. Selain memang ada beberapa yang cukup senior
yang duduk, namun itu lebih karena kedekatan dengan partai pemenang pemilu.
Secara umum, boleh jadi para menteri ini relatif bersih karena
memang tidak pernah melakukan transaksi mencurigakan. Atau karena memang
benar-benar transaksinya tidak pernah besar karena portofolionya memang
kecil. Tidak pernah punya catatan korupsi karena memang tidak pernah punya track record yang perlu ditelusuri
oleh KPK, atau karena memang tidak pernah duduk sebagai pejabat publik atau
perusahaan negara.
Jujur, nama-nama menteri yang disebutkan Jokowi jarang beredar
dan jarang disebut di media. Bahkan, ketika dicari di Google pun tak banyak
aktivitasnya. Para menteri yang duduk di Kabinet Kerja ini tidak banyak
diketahui rekam jejaknya. Jika toh dipilih karena berdekatan dengan partai
dan mewakili keterwakilan daerah, mulai dari Aceh sampai Papua.
Kabinet JKW-JK yang diumumkan 26 Oktober 2014 kemarin sekilas
memang mewakili daerah dan partai politik. Ada partai politik, ada daerah
provinsi sehingga tidak mengesankan dominasi Jawa dan Sumatera yang
sebelumnya beredar nama-nama yang berbau Jawa dan Sumatera yang diusulkan
partai-partai. Ada juga yang berasal dari para profesional.
Boleh jadi pasar akan mendiskon kabinet JKW-JK, karena alasan
kapasitas dan kompetensi yang belum terbukti. Lebih tidak bunyi lagi adalah
representasi dari partai yang sebenarnya masih banyak orang partai yang lebih
mumpuni. Bahkan, untukpos-pos menteri yang cukup strategis seperti menteri
pariwisata, menteri perikanan dan menteri ketenagakerjaan tampak terlihat background tidak relevan dengan
tugasnya.
Hal itu memang belum terbukti, masih menunggu statement awaldari
para menteriyang akan duduk mengemudikan kementriannya. Jelas pernyataan awal
menjadi penting karena menunjukkan visi dalam pengelolaan selama lima tahun
ke depan. Namun, pasar sedikit banyak akan mendiskon kabinet JKW-JK ini lebih
rendah dari ekspektasi yang terlalu tinggi.
Blusukanomic dan Ancaman
Krisis
Jika kita perhatikan, namanama menteri dari kalangan ekonomi
relatif lebih bunyi dibandingkan menteri-menteri lain. Ada nama-nama yang
memang benar-benar mempunyai track record
yang baik, namun belum dibilang relatif cukup kuat sebagai sebuah tim. Untuk
menteri keuangan dan perdagangan dapat dikatakan punya rekam jejak yang baik
dan punya kompetensi tinggi.
Nama Sofyan Djalil yang mewakili profesional dan Aceh tentunya
punya pengalaman yang baik selama lebih dari tiga tahun menjadi menteri BUMN
dan beberapa menjabat sebagai menteri ad interim kementerian bidang ekonomi.
Di bawahnya, ada Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang selama ini sudah
menjadi wakil Menteri Keuangan RI yang benar-benar ahli fiskal dan sudah
punya pengalaman dan kompetensi yang baik. Juga, Menteri Perdagangan dan
Menteri Perhubungan.
Namun, yang lebih banyak dibicarakan di kalangan ekonom adalah
hadirnya sosok Menteri Bappenas yang dinilai tidak punya cerita di bidang perencanaan
pembangunan. Mudah-mudahan Menteri Bappenas tidak perlu belajar lebih lama
karena Jokowi selalu bicara kerja, kerja, dan kerja.
Pekerjaan terbesar dalam bidang ekonomi saat ini adalah
bagaimana agar ekonomi Indonesia siap menghadapi guncangan dari pengaruh
global. Satu-satunya negara yang cukup baik pertumbuhannya adalah AS yang
bisa saja menyeret Indonesia ke lembah krisis.
Menurut The Finance
Research, lima tahun ke depan dan khususnya tahun depan adalah likuiditas
yang ketat, suku bunga yang lebih tinggi, nilai tukar yang bergejolak dan
inflasi yang relatif tinggi karena pemerintah harus menurunkan subsidi energi
yang selama ini menjadi beban berat anggaran. Tidak mudah menghadapi
tantangan-tantangan itu. Pemerintah juga segera membuat undang-undang jaring
pengaman sektor keuangan (JPSK) atau protokol krisis. Jika tidak, tentu tidak
akan ada pejabat yang mau ambil keputusan untuk menyelamatkan krisis,
terutama menyelamatkan bank karena krisis.
Ekspektasi masyarakat memang tidak bisa dipenuhi oleh susunan
kabinet yang baru diumumkan. Kabinet Kerja, yang semula Kabinet Trisakti,
lebih bisa disebut kabinet yang relatif bersih karena sudah didiagnosis oleh
KPK dan PPATK, namun bukan berarti bisa langsung bekerja karena banyak menteri
yang baru bikin rekam jejak di bidangnya dan tidak sesuai latar belakang yang
selama ini dilakukan.
Kabinet Kerja ini akan bekerja dengan Jokowi yang akan terus
blusukan. Konsep ini bisa kita sebut ”Blusukanomic” , sebuah ekonomi yang
dibangun dengan persepsi langsung terjun ke bawah dengan diperlihatkan kepada
publik. Hal-hal yang tidak lazim dilakukan, seperti keluar masuk pasar dan
got-got dengan kesan yang lebih dekat dengan rakyat dan seolah-olah bekerja.
Semoga blusukanomic ini tidak hanya berkesan menghibur rakyat
karena selalu direkam dan disiarkan media, sementara ekonomi Indonesia sedang
menghadapi banyak tantangan, salah satunya defisit neraca pembayaran dan itu
tidak mudah dihadapi pemerintah sekarang di tengah ekspektasi yang tinggi. Apalagi,
blusukanomic tidak membuat rakyat kenyang tapi lebih banyak menghibur
masyarakat yang selama ini butuh perubahan yang lebih baik. Apalagi, sektor
konsumsi yang diterjemahkan autopilot .
Ekspektasi yang tinggi itu bukan hanya digambarkan sekadar blusukanomic, tapi juga kualitas
menteri yang bukan sekadar bersih tapi juga punya komitmen kepada rakyat dan
bukan partainya. Jangan sampai, ekonomi Indonesia yang sudah autopilot ini
makin bersentimen negatif hanya karena menterinya kurang kompetensi dan dekat
dengan partai.
Tapi memang ekspektasi masyarakat sangat tinggi, dan nama-nama
menteri yang diumumkan perlu diberi kesempatan membuat rekam jejak yang
benar-benar dapat dicatat, karena sebagian besar menteri yang ada nyaris tak
terdengar. Perlu diberi kesempatan bekerja untuk rakyat, dan bukan sekadar
menghibur publik dengan hanya blusukan semata, karena Indonesia sedang
membutuhkan perubahan besar. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar