Catatan
Sederhana untuk Ibu Negara
Sely Purbasari Suryani ; Penulis
tinggal di Jakarta
|
JAWA
POS, 22 Oktober 2014
HALO Ibu, saya ucapkan selamat atas dilantiknya suami Ibu sebagai
presiden kami yang baru. Ini bukan surat terbuka buat suami Ibu karena saya
yakin sudah banyak dan bagus-bagus. Ini hanya catatan saya sebagai seorang
warga negara biasa kepada ibu negaranya yang baru.
Ibu Iriana, saya hanya ingin menyampaikan bahwa sebaiknya Ibu tidak
usah terlalu banyak tampil di media sosial, apalagi curhat-curhat di sana.
Cukuplah media sosial sebagai sarana kami berbagi. Ibu menyerap aspirasi saja
dari sana. Kalaupun ingin menjadikan media sosial sebagai sarana agar lebih
dekat dengan rakyat, gunakanlah dengan bijak. Apalagi kalau ada pembaca yang
memberikan komentar ’’gimana gitu’’. Siapa pun paham bahwa pascareformasi
setiap orang seolah bebas berkata apa pun dan bebas ngatain siapa pun. Akan
menjadi hal yang menggelikan andai kata Ibu dikatai kurang piknik atau kurang
selfie cuma gara-gara mencurahkan kegalauan di media sosial. Lagi pula, kami
sudah cukup jengah melihat ibu-ibu pejabat hanya posting selfie, sedang
berada di mana, sedang apa, bersama tokoh siapa, atau mengikuti acara apa.
Lalu, manfaaatnya bagi kami apa? Berdecak kagum ya, tapi jangan harap jatuh
hati. Menangkan hati rakyat dengan mendatangi secara langsung. Jadilah ratu
di hati mereka yang papa. Kami rindu perempuan seperti Lady Diana, yang tak
ragu berjabat tangan dengan penderita kusta sehingga setelah peristiwa
tersebut patahlah mitos bahwa kusta menular lewat berjabat tangan.
Ibu Iriana, negara ini membutuhkan sentuhan seorang ibu agar berkurang
garangnya. Saya mengagumi Ibu Tien Soeharto, Ibu Sinta Nuriyah, Ibu Ainun
Habibie, dan Ibu Ani Yudhoyono. Terlepas dari plus minus masing-masing,
mereka telah memberikan warna berbeda bagi bangsa ini. Ibu Tien, entah mitos
atau bukan (kalau saya percaya bukan mitos), telah berhasil memengaruhi
suaminya agar menerbitkan peraturan yang melarang(menertibkan) poligami di
lingkungan pemerintahan. Dengan begitu, PNS ribuan kali berpikir untuk
poligami. Bukan, bukan saya tidak sependapat dengan poligami, toh itu memang
ada tuntunannya di agama. Tapi, kalau bisa, jangan saya yang dipoligami.
Perempuan mana pun ingin menjadi yang nomor satu dan satu-satunya, kata Mario
Teguh. Ibu Sinta Nuriyah adalah ’’mata’’ bagi suaminya. Ibu Ainun Habibie
cukup menginspirasi lewat kisah cintanya yang kemudian difilmkan. Kemudian,
Ibu Ani Yudhoyono lumayan menghibur lewat keluarganya yang harmonis, terlepas
kadang saya gemes terhadap ibu negara yang terakhir (karena hobi fotografi
dan ber-sosmed-nya). Tapi, saya yakin, Ibu Ani pun membutuhkan hobi untuk
menghindari depresi. Sekali lagi, sukar untuk tidak jatuh hati kepada
keharmonisan keluarga Yudhoyono. Rakyat pasti bahagia melihat keluarga
pemimpinnya bahagia.
Ibu Iriana, negara ini membutuhkan sentuhan seorang ibu. Sedih rasanya
mendengar kabar sekolah tidak lagi nyaman. Pelecehan seksual terjadi di
mana-mana, pembunuhan terjadi begitu mudahnya di kalangan remaja. Bisa jadi
karena salah ambil helm teman, bisa jadi karena patah hati, atau karena
semula just for fun tahu-tahu korbannya mati (kasus Ade Sara). Harga nyawa
begitu murahnya di negeri ini dan makin murah bererapa tahun belakangan ini.
Hadirlah di tengah-tengah anak muda, Bu. Belai rambut mereka. Genggam tangan
mereka. Katakan kepada mereka bahwa negara ini indah dan mereka hadir untuk
memperindah negara ini, bukan sebaliknya.
Ibu Iriana, ibu negara kami yang baru. Anda punya andil besar di balik
kesuksesan suami. Bisa saja rakyat mencintai suami karena Ibu, bisa jadi
rakyat membenci suami karena Ibu. Berat memang menjadi ibu negara, jangankan
ibu negara, ibu dari seorang putri saja sukar minta ampun. Peradaban di
tangan kita, para perempuan. Setelah menikah saya baru menyadari bahwa
menjadi istri itu tidak hanya konco wingking. Ibarat ember yang
dicangking-cangking. Banyak keputusan penting yang sukar untuk diputuskan
suami tanpa memperoleh masukan dari istri. Dan saya pikir, semua pasangan
pasti seperti itu. Entah tentang hal remeh atau hal besar. Entah soal
tetangga atau soal beli rumah. Pasti ada diskusi hebat di balik
keputusan-keputusan berat. Dan saya minta agar Ibu Iriana menjadi kawan
diskusi yang baik, memberikan ide terbaik, support terbaik, dan tetap
mendukung apa pun keputusan suami meski kadang tidak sejalan dengan pemikiran
kita.
Ibu Iriana, selamat bertugas. Tentu kehadiran Anda bukan hanya
pelengkap foto semata, tapi apalah daya seorang lelaki tanpa perempuan.
Berilah suami Anda ide-ide segar yang mengembalikan selera humornya. Saya
makin yakin bahwa negara ini semakin tidak bisa diajak bercanda lagi.
Dikit-dikit marah, dikit-dikit bunuh, dikit-dikit hajar, dikit-dikit menyomasi,
dikit-dikit tersinggung, dikit-dikit adu mulut. Nah, di situlah seharusnya
seorang ibu hadir untuk merangkul anak-anak bangsa yang berselisih. Go ahead, Bu, kamu bisa!!!! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar