MASALAH KETIMPANGAN KESEJAHTERAAN
Kemakmuran
Naik, Kesenjangan Menajam
Laporan
Diskusi Panel Ahli Ekonomi
|
KOMPAS,
13 Juni 2014
Pengantar
Redaksi
Harian ”Kompas” menyelenggarakan diskusi panel
ahli ekonomi pada 21 Mei lalu dengan tema "Menyelesaikan Masalah
Ketimpangan Kesejahteraan sebagai Tantangan bagi Pemerintahan
Mendatang". Sebagai panelis Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara,
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Kecuk Suhariyanto, Direktur
Eksekutif Core Indonesia Hendri Saparini, Direktur Eksekutif SMERU Asep
Suryahadi, peneliti Akatiga Indrasari Tjandraningsih, Wakil Rektor IPB
Hermanto Siregar, dan pengajar FEUI Faisal Basri, dimoderatori Guru Besar
FEUI Rhenald Kasali. Laporan ditulis Ninuk M Pambudy, Pieter P Gero, Andreas
Maryoto, Dewi Indriastuti, dan FX Laksana A Saputra, disajikan berikut ini
serta di halaman 6 dan 7.
INDONESIA,
menurut Bank Dunia, merupakan negara dengan produk domestik bruto (PDB)
terbesar ke-10 di dunia berdasarkan paritas daya beli. Negara Asia lainnya
yang masuk kelompok 10 besar adalah Tiongkok, India, dan Jepang.
Namun,
ada perkembangan lain yang memerlukan perhatian serius pemerintahan
mendatang. Tingkat kemiskinan dalam dua tahun terakhir sulit turun, sementara
ketimpangan kesejahteraan melebar.
Secara
rata-rata kemakmuran meningkat 4,87 persen, tetapi distribusinya tak merata.
Pada kelompok 40 persen masyarakat berpenghasilan rendah, peningkatan
kesejahteraan hanya sekitar 2 persen. Adapun pada 20 persen kelompok
berpenghasilan tinggi, kenaikan kesejahteraan di atas 8 persen. Artinya,
kelompok miskin menerima lebih sedikit manfaat pembangunan dibandingkan
dengan kelompok tidak miskin.
Berdasarkan
pengeluaran rumah tangga, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka rasio
gini meningkat dari 0,33 pada 2002 menjadi 0,41 pada 2011-2013, paling
timpang sejak Indonesia merdeka.
Di
perkotaan, ketimpangan jauh lebih tinggi daripada pedesaan, yaitu 0,43 pada
2013, dengan kecenderungan semakin senjang. Di pedesaan, besarnya 0,32 pada
2013, menurun dibandingkan pada 2011 (0,34) dan pada 2012 (0,33).
Ketimpangan
juga terjadi antarprovinsi. Delapan provinsi dengan ketimpangan di atas
rata-rata nasional tahun lalu adalah Sumut, DKI Jakarta, Sulsel, Sultra,
Papua Barat, Yogyakarta, Gorontalo, dan Papua. Ketimpangan tertinggi ada di
Papua dengan rasio gini 0,44 dan terendah di Kepulauan Bangka Belitung
(0,31).
Perhatian
pemerintah harus sangat serius karena peningkatan ketimpangan di Indonesia
termasuk yang tertinggi di Asia Timur.
Ketimpangan
kesempatan dianggap sebagai penyebab mendasar yang harus diatasi, misalnya
dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan dan
kesehatan. Data BPS memperlihatkan ketimpangan kesempatan untuk pendidikan
dan kesehatan antara desa dan kota, perempuan dan laki-laki.
Ketimpangan
kemakmuran disebabkan pilihan kebijakan. Subsidi BBM, misalnya, mengurangi
kemampuan pemerintah membangun infrastruktur serta membuat cakupan dan
manfaat program bantuan sosial relatif rendah.
Terlalu
mengandalkan pada ekspor berbasis sumber daya alam menyebabkan kegiatan
ekonomi menurun di wilayah berbasis sumber daya alamsumber daya alam,
terutama di kawasan timur Indonesia, ketika harga komoditas terus menurun
sejak dua tahun terakhir.
Ketimpangan
antara Jawa-Sumatera dan kawasan timur terlihat dari aliran uang kartal dari
non-Jawa menuju Jawa. Padahal, selama lima tahun terakhir penyaluran transfer
ke daerah dari total APBN dan terhadap PDB relatif stabil, yaitu 30 persen
dan 5 persen. Ketimpangan tingkat kesejahteraan antarkabupaten/kota memang
menurun karena otonomi daerah, tetapi ketimpangan di kabupaten/kota
meningkat.
Jalan keluar
Tidak
ada jalan keluar yang langsung jadi, tetapi melalui perencanaan, strategi,
serta kebijakan jangka panjang dan berkesinambungan.
Upaya
pemerintah mengerem ekspor komoditas berbahan sumber daya alam harus
konsisten dilaksanakan untuk meningkatkan nilai tambah dan menciptakan
lapangan kerja.
Lapangan
kerja harus diciptakan untuk memindahkan sebanyak mungkin tenaga kerja dari
sektor pertanian ke non-pertanian. Artinya, membangun industri manufaktur,
termasuk agroindustri, berbasis pedesaan. Reforma agraria, yaitu memberikan
petani akses lebih adil atas tanah, menjadi syarat mengurangi ketimpangan dan
kemiskinan.
Subsidi
energi perlu dikurangi dan dialihkan untuk membangun infrastruktur serta
program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Negara-negara
Amerika Latin berhasil menurunkan kesenjangan karena melaksanakan program
sosial secara progresif.
Meningkatkan
inklusi keuangan akan menambah jumlah orang yang berhubungan formal dengan
perbankan dan meningkatkan akses UMKM terhadap permodalan.
Semua
permasalahan telah diidentifikasi dan jalan keluarnya sudah terpetakan. Yang
diperlukan adalah komitmen untuk bekerja secara fokus dan berkelanjutan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar