Selasa, 24 Juni 2014

Janji Kesejahteraan untuk Rakyat

Janji Kesejahteraan untuk Rakyat

Frans H Winarta  ;   Ketua Umum Peradin;
Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapa
KOMPAS, 23 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
PESTA demokrasi pemilihan presiden akan segera berlangsung. Namun, sulit untuk dipercaya bahwa pilpres yang akan datang dapat memunculkan suatu pemerintahan yang kuat, berdaulat, demokratis, anti korupsi, pro rule of law, dan pro rakyat jika melihat situasi dan kondisi saat ini.

Dalam masa jabatan lima tahun ke depan, presiden-wakil presiden terpilih harus menawarkan program komprehensif mengenai reformasi hukum nasional, antara lain mengenai program legislasi, penegakan hukum, reformasi agraria, pendidikan gratis berkelanjutan, sekolah menengah atas, dan program kependudukan.

Mayoritas rakyat Indonesia saat ini masih terfokus kepada bidang agraria, sehingga para petani penggarap tanah kurang dari 0,5 hektar pun harus dijamin kesejahteraannya. Yang paling utama adalah reformasi hukum nasional, agar ke depan pemerintahan Indonesia dapat mewujudkan cita-cita Republik Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat) dengan politik hukum yang jelas dan terarah.

Hukum komprehensif

Belum adanya program dalam bidang hukum yang komprehensif saat ini sangat mencemaskan karena ingar-bingar koalisi lebih berkonsentrasi pada perebutan kekuasaan sehingga transaksi politik di atas kepentingan bangsa dan negara. Prihatin rasanya melihat para politisi sekarang yang akan memimpin bangsa karena perilakunya tidak jujur dan haus kekuasaan.

Siapa bisa percaya pada elite politik bila mereka yang kalah dalam pemilu legislatif dan memperoleh persentase kurang dari 10 persen, dengan berbagai cara, merapat ke partai pemenang pemilu legislatif untuk ”berbagi kekuasaan”.

Muncullah para ”politisi kutu loncat”, bahkan di antaranya ada yang secara terang-terangan mengaku bergabung karena platform yang sama.

Ada suatu pepatah Romawi yang sangat terkenal tentang betapa pentingnya hukum dalam kehidupan manusia, yaitu Ubi societas ibi ius, yang berarti ’ada masyarakat ada hukum’.

Dapatkah program-program pembangunan nasional berjalan tanpa adanya program reformasi hukum nasional? Sulit kiranya hal tersebut terwujud jika program reformasi hukum nasional yang komprehensif absen dari visi, misi, dan program kerja presiden dan kabinetnya.

Selain itu, adalah suatu fakta yang tidak terbantahkan (notoire feiten) bahwa negara- negara maju di dunia, baik di dunia Barat maupun Timur, menjadi bangsa dan negara yang kuat dan berdaulat karena mereka mempunyai rencana pembangunan nasional yang komprehensif dan mencakup berbagai bidang kehidupan dengan didukung program legislasi, reformasi, dan penegakan hukum yang mantap dan konsisten dilaksanakan.

Kenyataannya, isu pemberantasan korupsi yang sudah merupakan isu sentral sejak era reformasi dideklarasikan pada 1998, demikian pula isu pengentasan rakyat dari kemiskinan yang menghantui kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia, tidak tuntas ditangani. Upaya mengurangi tingkat pengangguran ternyata belum berhasil secara signifikan. Bagaimana keluar dari semua dilema ini?

Bangun pendidikan

Dalam membangun bangsa yang kuat dan mandiri mutlak diperlukan sistem pendidikan yang modern, berstandar tinggi, sesuai dengan tuntutan zaman memasuki era globalisasi, biaya pendidikan yang gratis sampai sekolah menengah, dan selanjutnya terjangkau rakyat.

Apakah ke depan ekonomi nasional akan ditata menurut Pasal 33 UUD 1945 yang bunyinya kurang lebih adalah ”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Demikian pula dengan perekonomian nasional yang harus diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Di balik janji ”ekonomi kerakyatan” dan ”revolusi mental”, apakah semua itu akan didukung sistem hukum yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dan adagium hukum yang tertinggi adalah suara rakyat (salus populi suprema lex)? Semoga rakyat Indonesia cukup cerdas dan bijak untuk memercayai dan memilih mana janji yang jujur dan benar dan mana yang palsu atau tidak benar.

Sebagai seorang yuris, penulis merasa galau dengan perilaku para ”politisi kutu loncat” dan janji-janji yang sulit untuk diwujudkan. Ini masih ditambah dengan absennya reformasi hukum nasional dan rencana pembangunan nasional yang berkepribadian Indonesia seperti yang terjadi saat ini.

Saat ini, hingga Pilpres 9 Juli 2014, bangsa Indonesia terpecah dua sebagai konsekuensi negara yang berdemokrasi.

Semoga, seusai Pilpres 9 Juli 2014, bangsa Indonesia akan bersatu kembali untuk membangun bangsa dan negara bersama siapa pun pemenang pilpres. Sebagaimana bunyi syair lagu kebangsaan kita: ”Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya… Indonesia Raya.. Merdeka! Merdeka! Hiduplah Indonesia Raya!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar