Selasa, 23 Juli 2013

Ramadhan dan Pendidikan Antianarki

Ramadhan dan Pendidikan Antianarki
Ahmad Syafi’i Mufid  ;  Ahli Peneliti Utama
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag RI
MEDIA INDONESIA, 22 Juli 2013


BULAN Ramadan tahun ini membuat kita tak berhenti untuk merasa prihatin mengenai maraknya kekerasan dan anarkisme di tengah masyarakat. Atas nama agama, masih ada saja kita temui beberapa kasus yang melibatkan organisasi sosial keagamaan yang mempertontonkan kekerasan. Belum lagi praktik tawuran antarmasyarakat yang terjadi di Ramadan ini seolah ikut mengotori wajah bulan suci yang dimuliakan kaum muslim seluruh dunia. Apa sebenarnya yang sedang terjadi di masyarakat kita, serta bagaimana sesungguhnya cara kita meletakkan bulan penuh rahman ini dalam konteks pendidikan umat?

Ada episode sangat buruk bagi dunia pendidikan Indonesia yang semakin dikotori perilaku tidak terpuji berupa tindakan anarkistis. Munarman, juru bicara Front Pembela Islam (FPI), Jumat (28/6), pada acara diskusi publik di forum Apa Kabar Indonesia yang di selenggarakan salah satu televisi swasta, secara terangterangan dan tanpa merasa bersalah menunjukkan sikap anarkistis dengan menumpahkan secangkir air teh manis ke wajah Tamrin Amal Tomagola, Guru Besar Sosiologi UI, karena ada perbedaan pendapat.

Sikap tersebut mengundang perhatian pemirsa televisi seluruh Indonesia. Bahkan, peristiwa itu menjadi trending topic di dunia internasional karena videonya secara live diunggah dalam Youtube. Akibatnya luar biasa, kaum netizen di seluruh dunia yang jumlahnya jutaan, bahkan ratusan juta (karena tidak dibatasi negara), mengecam tindakan Munarman. Sekali lagi, itu pun mencemari dunia pendidikan internasional sekaligus memalukan bangsa Indonesia di mata dunia.

Insiden penyiraman air the yang dilakukan Munarman juga dikecam Mendikbud Mohammad Nuh. Ia menilai hal itu tidak pantas dilakukan karena tidak mendidik. “Jelas tidak mendidik. Boleh kita beda pendapat, tapi kalau hal seperti itu sudah tidak pada tempatnya,“ kata M Nuh di Jakarta, (28/6).

Pendidikan anarki

Sekali lagi, M Nuh menegaskan, tindakan Munarman sama sekali tidak mendidik. M Nuh berharap jangan sampai peristiwa yang ditonton banyak masyarakat itu terulang lagi. “Justru kita itu perlu jaga (hal) seperti itu, apalagi itu disiarkan. Kalau sudah mengarah ke fisik, tidak boleh dilakukan,“ cetus mantan Rektor ITS tersebut.

Kasus Munarman hanya salah satu kasus dari `pendidikan anarki' di Indonesia. Masih banyak kasus lain serupa itu, bahkan lebih tragis. Misalnya, guru menempeleng muridnya di saat apel. Seorang pengasuh pesantren di Depok, misalnya, di Youtube terlihat memukul salah seorang guru di hadapan para santri. Di sebuah sekolah dasar di Jawa Timur, misalnya, ada guru yang menendang muridnya hanya karena murid itu terlambat masuk beberapa menit.
Masih banyak kasus semacam itu yang tanpa disadari menjadi `pendidikan anarki' kepada anak didik kita.
Apa yang dikatakan M Nuh benar. Tindakan ekstrem Munarman, bila dilihat anak-anak kecil dan remaja Indonesia, bisa menjadi `virus anarki' yang bisa berkembang biak di manamana, mulai rumah, tempat kursus, sekolah, sampai di tempat-tempat umum. Kasus-kasus tersebut merupakan kasus besar dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan anakanak dan remaja yang rentan pengaruh buruk. Jika suatu ketika anak-anak Indonesia terlibat diskusi panas dengan topik tertentu di luar negeri, lalu melakukan hal yang sama seperti Munarman kepada rekan-rekan diskusi nya dari negara asing, mau dikemanakan wajah moral dan etika bangsa ini?

Teladani Nabi

Kasus siraman teh dan penempelengan guru di depan para santri tadi benar-benar telah mencoreng wajah pendidikan di Indonesia, bahkan secara khusus telah mempermalukan dunia pendidikan Islam. Beberapa aspek keislaman dan keimanan telah dicabik-cabik orang-orang yang seharusnya menjadi teladan umat. Seorang muslim yang baik seharusnya bisa meneladani Rasulullah, Muhammad SAW. Beliau amat sabar, mau mendengar, dan menerima perbedaan pendapat dengan santun.

Nabi Muhammad, misalnya, tidak pernah berbuat anarki terhadap orang-orang yang menyerang dan menghinanya. Sewaktu berdakwah di Thaif, Rasul dilempari batu dan kotoran unta oleh penduduk setempat. Nabi tidak membalas, bahkan mendoakan mereka agar diampuni Allah. “Ya Allah,“ kata Rasul, “mereka melakukan itu karena ketidaktahuannya.“ Peristiwa lainnya, Nabi diejek dan dihina seorang perempuan tua beragama Yahudi. Padahal, Nabi tiap hari memberinya makanan, bahkan menyuapi perempuan itu. Nabi tidak marah. Hasil dari akhlak Rasul yang pemaaf itu ternyata sangat bagus, penduduk Thaif akhirnya masuk Islam dan menjadi pembela Rasul. Perempuan Yahudi itu pun masuk Islam setelah tahu siapa orang yang selalu dimakinya.

Nabi Muhammad juga sangat menghormati manusia meskipun dia tidak beragama Islam. Bahkan terhadap manusia yang telah mati pun, Nabi masih menghormatinya. Suatu ketika ada iring-iringan orang yang sedang membawa mayat. Rasul menyuruh sahabat-sahabatnya berdiri untuk menghormati mayat tersebut. Seorang sahabat bertanya, “Kenapa ya Rasul kami harus berdiri menghormati mayat orang kafir?” Jawab Rasul karena dia adalah manusia. Itulah akhlak Rasul dan Rasul adalah suri teladan umat. “Sesungguhnya dalam diri Rasulullah terdapat suri teladan yang baik bagimu.” (QS 33:21).

Lebih jauh lagi, Islam sangat menghargai kemanusiaan. Sejahat apa pun manusia itu, tapi nilai kemanusiaan harus dihargai. Allah, misalnya, ketika menyuruh Harun dan Musa menemui Fir'aun untuk mengajak sang raja beriman kepada-Nya, memberi tahu Musa untuk menghormati Fir'aun dengan berbicara sopan dan lembut. Dalam Surah Thaha 44, misalnya, disebutkan, Allah menyuruh Musa dan Harun untuk berbicara dengan lemah lembut kepada Fir'aun. Dengan kata-kata yang lembut itu bisa diharapkan, Fir'aun akan luluh dan kemudian beri man kepada Allah. Meski akhirnya terbukti bahwa Fir'aun tetap tidak mau beriman, ada pelajaran yang amat berharga dari ayat tersebut, yaitu manusia ha rus menghormati manusia lain.

Dengan demikian, penghormatan kepada kemanusiaan merupakan substansi keberimanan seseorang kepada Tuhan. Dalam hal berdebat, Islam mengajarkan berdebat harus dilakukan dengan santun dan baik.
Dalam Surah An-Nahl ayat 125, Allah mengajarkan etika berdiskusi (berdebat). Jika terjadi perdebatan, lakukanlah dengan cara yang baik. Barangkali, itulah seni berdiskusi dalam Islam. Berdebat boleh panas, tapi materi perdebatan jangan menyimpang dari jalur masalah sehingga menghina individu. Pada ujung perdebatan jika tidak ditemukan kesepakatan, Allah mengajarkan untuk bersikap saling menghormati pandangan masingmasing. Soal benar dan salah nya pandangan tersebut, Allah yang akan menilainya.

Demikian tinggi penghormatan Allah kepada manusia sehingga Alquran menyatakan bahwa barang siapa membunuh manusia yang tidak bersalah berarti ia telah membunuh seluruh manusia. “Barang siapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolaholah dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.” (QS 5:32).

Ayat tersebut jelas mengingatkan kepada manusia betapa berharganya nilai kemanusiaan. Penghargaan kemanusiaan inilah yang di kemudian hari, di abad ke-20, diberi label hak asasi manusia (HAM). Eksplorasi terhadap nilai-nilai kemanusiaan makin lama makin luas. Nilai-nilai kemanusiaan itu mulai dari pemberian hak bermain kepada anak-anak hingga hak mendapat penghormatan orang tua dari orang yang lebih muda.


Dari paparan tersebut, kita bisa mengetahui sejauh mana pendidikan antianarki--yaitu pendidikan yang lebih mengedepankan dialog, menghargai manusia dan kemanusiaan, serta menerapkan sopan santun dalam pergaulan--dihayati kaum muslimin. Beberapa kasus yang disajikan di awal tulisan ini menggambarkan bahwa umat Islam belum benar-benar menjadikan akhlak Rasulullah yang ramah, santun, dan pemaaf sebagai teladan dalam kehidupan sehariharinya. Karena itu, mumpung bulan Ramadan, mari kita belajar dan menyimak kembali akhlak Rasul yang ramah dan menyejukkan itu. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar