Selasa, 23 Juli 2013

Janji Pengendalian Harga Seriuskah?

Janji Pengendalian Harga Seriuskah?
Hendri Saparini  ;  Pengamat Ekonomi
MEDIA INDONESIA, 22 Juli 2013


MINGGU lalu dalam rapat terbatas kabinet di Bandara Halim Perdana kusuma, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak hanya mengeluh, tetapi juga menegur keras beberapa menteri secara terbuka. Pasalnya, harga kebutuhan pangan meroket sehingga terus menjadi berita utama media massa dan diskusi di media sosial. Tentu banyak komentar atas teguran terbuka tersebut, baik yang mengkritisi karena dinilai hanya untuk pencitraan dan ingin lepas tangan maupun yang mendukung karena dinilai para menteri memang sangat lemah dalam perencanaan dan lamban dalam melakukan respons kebijakan harga pangan.

Namun, yang pasti teguran tersebut dilakukan karena SBY sudah sangat panik dengan kenaikan harga pangan yang semakin tidak terkendali. Presiden juga makin gusar karena banyak kalangan menilai pemerintah makin sibuk sendiri, bukan untuk urusan pelayanan publik, melainkan dengan urusan partai dan agenda politik. Padahal bagi SBY dan Partai Demokrat, kinerja pemerintah tahun ini, terutama kinerja di bidang ekonomi, akan menjadi penentu penilaian publik atas kinerja Partai Demokrat sebagai partai pemerintah periode 2009-2014. Tahun ini akan menjadi tahun terakhir yang sangat menentukan.

Upaya untuk menjaga citra pemerintah SBY-Boediono telah dilakukan, misal dengan mengurangi potensi kegagalan dalam mencapai target-target APBN 2013. Angka-angka sudah dikoreksi lewat pintu penaikan harga BBM dalam APBN-P 2013. Sebagaimana diketahui, semula target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8%, ekspor 11,7%, dan investasi 11,9%. Akan tetapi, dalam APBN-P 2013 dipangkas habis menjadi hanya 6,3% untuk pertumbuhan ekonomi, sedangkan pertumbuhan ekspor dan investasi dipotong menjadi hampir separuhnya.

Target penerimaan pajak juga te lah diturunkan sebesar Rp53 triliun, sementara target penerbitan surat utang pemerintah ditambah lagi sebesar hampir Rp90 triliun untuk menutup defisit.
Wajar bila kemudian SBY berusaha keras agar target untuk menjaga kesejahteraan masyarakat tidak gatot alias gagal total akibat harga bahan makanan pokok yang melonjak luar biasa. Dipastikan isu kenaikan harga akan menjadi isu paling seksi bagi partaipartai peserta Pemilu 2014 untuk mengkritisi kinerja partai pemerintah.

Tidak sekadar teguran

Namun, teguran keras SBY tidak akan efektif untuk menstabilkan harga pangan bila tanpa adanya political will untuk mengubah arah strategi dan kebijakan. Kurang pas bila SBY membandingkan masalah tingginya harga pangan dengan masalah asap di Riau. SBY mengklaim hanya membutuhkan waktu seminggu untuk menyelesaikan. Ini tentu karena ada langkah jangka pendek yang bisa dilakukan untuk menghentikan asap. Apalagi ada indikasi kuat kebakaran tersebut dibuat bahkan disengaja.

Stabilitas harga pangan memerlukan strategi dan kebijakan yang komprehensif dan bukan hanya solusi yang bersifat ad hoc. Langkah parsial dan tambal sulam bisa dilakukan, tetapi tidak akan efektif menyelesaikan masalah. Statement SBY bahwa jangan pebisnis besar main mata dengan unsur pemerintah atau unsur mana pun yang bikin susah, misalnya. Bila yang dimaksud ialah adanya kartel atau aksi spekulasi, masalah tersebut tidak bisa diselesaikan bila tidak mengubah sistem tata niaga dan pengelolaan bahan makanan. Kartel dan spekulan hanya sedikit akibat dari kelemahan sistem yang dipilih pemerintah saat ini.

Langkah serius pengendalian harga pangan hanya terjadi bila SBY mengajak rezim ini meninggalkan sistem pengelolaan pangan yang menyerahkan pada mekanisme pasar dan menggantinya dengan sistem yang memberikan peran pemerintah lebih besar. Selain itu segera menyusun strategi yang komprehensif dalam pengendalian pangan. Bila pe merintah tidak mengubah paradigma dalam pengelolaan pangan, meskipun ditegur lebih keras lagi, pilihan kebijakan para menteri tidak akan banyak.

Saat ini instrumen yang dimiliki hanya lewat operasi pasar, membuka keran impor, serta memberikan pembebasan pajak untuk komoditas pangan impor. Berbagai instrumen tersebut sudah sangat sering saya kritisi tidak akan efektif karena sangat minimalis. Operasi pasar, misalnya, hanya berfungsi sebagai balsem (obat gosok) yang dapat dilakukan, tetapi sangat terbatas dari sisi waktu dan wilayah.

Pembebasan pajak impor juga tidak menjamin subsidi pangan ini akan dinikmati oleh konsumen akhir dengan rendahnya harga. Sedangkan membanjiri pasar dengan membuka keran impor terbukti tidak mampu menurunkan harga pada level konsumen akhir. Apalagi bila pemerintah tidak menjaga ketat kuota impor yang diberikan. Bukan hanya permainan kartel, permainan jual beli kuota, kongkalikong dengan birokrat, melainkan juga sangat mungkin terjadi penumpukan barang untuk kepentingan industri yang memanfaatkan kemudahan impor.

Melupakan produksi

Berbeda dengan banyak negara, Indonesia hingga saat ini belum memiliki aturan perundangan yang menetapkan komoditas pangan strategis. Dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, DPR dan pemerintah tidak menetapkan pasal yang mewajibkan pemerintah untuk menetapkan pangan strategis. Padahal penetapan jenis komoditas pangan strategis sangat penting karena pengendalian harga untuk pangan strategis perlu kebijakan di sisi produsen dan konsumen yang komprehensif dan jelas. Sementara selama ini strategi pengendalian harga pangan Indonesia sangat bias konsumen. Tidak mengherankan bila pilihan kebijakan pemerintah akhirnya hanya seputar membuka keran impor, melakukan operasi pasar dengan komoditas impor, dan subsidi pajak juga untuk komoditas impor.

Berbeda dengan negara-negara maju yang pengendalian harga pangan mereka selalu dikaitkan dengan kebijakan produksi pangan nasional. Dengan demikian kebijakan anggaran menjadi salah satu perhatian utama pemerintah. Tidak mengherankan bila Uni Eropa, untuk men jaga stabilitas harga pangan di tengah krisis ekonomi, pada 2010 telah mengalokasikan 40% dari total anggaran untuk subsidi sektor pertanian dan perikanan yang ni lainya mencapai 57 juta euro.

Sementara itu, Amerika Serikat melalui US Farm Bills, pada 2009 juga menghabiskan sekitar US$21 miliar untuk me nyubsidi para petani yang menghadapi krisis. Anggaran tersebut di antaranya dialokasikan untuk dana countercyclical guna melindungi petani terhadap perubahan harga, subsidi pinjaman, bantuan pinjaman ketika harga komoditas rendah, asuransi tanaman dan bencana, serta konservasi lahan perta nian.

Menariknya sekitar 70% dari total subsidi langsung di AS ditujukan bagi petani komoditas tertentu, antara lain jagung (29%), kapas (25%), tembakau (15%), gandum (14%), kedelai (7%), dan padi (5%), yang selama ini menguasai pasar global agar daya saing komoditas pangan unggulan AS tersebut terjaga di pasar global. Bukan hanya negara-negara maju, Brasil juga menjadi contoh negara berkembang yang dapat dikatakan berhasil dalam membangun sektor pertaniannya. Keberhasilan tersebut merupakan buah dari kombinasi kebijakan pemerintah yang berkelanjutan dan juga didukung oleh peran swasta.

Pada 1960, rezim militer di Brasil mulai mengembangkan cerrados (hutan savana) untuk memperluas area pertanian. Dua dekade berikutnya, pemerintah melakukan investasi di sektor pertanian yang termasuk di antaranya menyiapkan SDM dan lembaga promosi hasil penelitian para ahli. India dan Vietnam juga memilih untuk mengendalikan harga pangan dan menjaga kesejahteraan petani. Strategi yang dilakukan antara lain dengan mendorong produksi serta menetapkan strategi domestic market obligation (DMO) untuk kepentingan dalam negeri serta memberikan jaminan keuntungan bagi petani. Vietnam, misalnya, menjamin keuntungan misalnya, menjamin keuntungan bagi petani minimal 30%.


Jadi, bila SBY dan juga presiden yang akan datang serius ingin melakukan pengendalian harga pangan strategis, ada sederet syarat kebijakan yang tidak hanya difokuskan untuk melindungi konsumen, tetapi juga melindungi kepentingan produsen. Pengendalian harga pangan tidak boleh lagi dilakukan dengan komoditas pangan impor seperti saat ini, tetapi dengan menjaga stok pangan dengan produksi petani serta menstabilkan harga jual para petani dengan kebijakan yang komprehensif baik di bidang perdagangan, fiskal, maupun dukungan infrastruktur untuk mendorong produksi dan mencapai swasembada pangan. ● 

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus