Rabu, 06 Januari 2016

Masih Kusutnya Pembangunan Kereta Cepat

Masih Kusutnya Pembangunan Kereta Cepat

  Agus Pambagio  ;  Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen
                                                    DETIKNEWS, 04 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Melanjutkan kebijakan pembangunan High Speed Train (HST) atau Kereta Cepat Jakarta-Bandung, saya akan membahas perkembangan terkini dari sisi konsorsium BUMN Indonesia (PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia/PSBI) yang sampai hari ini ternyata masih bermasalah, khususnya dari sisi kesanggupan finansial.

Seperti kita ketahui bersama, bahwa komposisi modal PT PSBI adalah 60% berasal dari Konsorsium BUMN Indonesia dan sisanya (40%) dimiliki oleh  Konsorsium BUMN China. Dari porsi 60%, modal yang harus disetor oleh Konsorsium BUMN Indonesia ke  PT PSBI terdiri dari 25% modal sendiri yang disetor oleh 4 anggota Konsorsium, dan 75% sisanya merupakan pinjaman dari perbankan China.

Seperti kita ketahui bahwa PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) sebagai pimpinan Konsorsium BUMN, beranggotakan PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Perkebunan Negara VIII (PTPN) dan PT Jasa Marga Tbk (JM). Mereka masing-masing mempunyai kewajiban untuk setor modal ke PT PSBI sebesar 38% : 25% : 25% : 12%. Sanggupkah mereka, mengingat total ekuitas yang  mereka punyai juga terbatas ?

Untuk itu saya kembali melakukan investigasi perkembangan proses pendirian dan pembiayaan PT PSBI, serta proses pembangunannya yang sejak awal dipayungi oleh kebijakan (Perpres 107/2015 Tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana kereta Cepat Jakarta Bandung) yang patut diduga maladministrasi. Dalam tulisan kali ini akan saya sampaikan beberapa hal penting terkait kusutnya pembiayaan HST yang perlu diketahui oleh publik.

Perkembangan Proses Pembangunan HST Jakarta-Bandung

Belum juga pembangunan HST Jakarta-Bandung tuntas, Menko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya sudah berkoar kembali, bahwa Indonesia akan membangun HST Jakarta-Surabaya. Kalau ini benar-benar terjadi, maka runtuhlah Nawacita karena infrastruktur terus dibangun di Pulau Jawa.

Diperkirakan pembangunan HST versi China pasti akan banyak menemui kendala karena studi kelayakan/feasibility study (FS)-nya patut diduga abal-abal yang dibuat kurang dari 4 bulan. Patut diduga isinya mencontek  FS HST Jakarta-Bandung yang dibuat oleh Japan International for Cooperation Agency (JICA).

Berdasarkan diskusi dengan pembuat analisa keuangan di FS JICA, analisa keuangan di FS China sangat mirip.  Namun beberapa variabel diubah, seperti perhitungan bunga. Sehingga muncul bunga 2% bukan 0,1% per tahun yang  langsung ditarik ke cash flow. Apa mungkin HST dioperasikan dengan harga tiket yang mirip (sekitar Rp. 200.000/pax/naik), padahal besaran bunganya berbeda? Dampak perubahan ini bisa mengakibatkan cashflow mismatch yang merugikan Indonesia dan membuat 4 BUMN anggota Konsorsium bangkrut.

Dari sisi ridership (jumlah penumpang) juga diubah melalui pengumpulan data yang sulit dipertanggungjawabkan akurasinya. Menurut FS yang dibuat oleh JICA, ridership HST adalah 44 ribu orang/hari di tahun-tahun pertama. Sedangkan FS China sebesar 60 ribu orang/hari di tahun-tahun pertama. Sebuah target yang fantastis.

Sebagai referensi, KA Argo Parahyangan untuk mendapatkan penumpang 3.000 orang/hari saja sangat sulit. Kalau asumsi ridership untuk HST adalah 60 ribu /hari, bisa dipastikan konsultan mengabaikan pergerakan orang Jakarta-Bandung dan sebaliknya  yang menggunakan kendaraan pribadi, bus AKAP dan kendaraan travel. Mana mungkin mereka mau pindah semua ke HST, apalagi kalau bepergian sekeluarga. Terlalu mahal tiketnya.

Dari sisi modal, dengan bunga pinjaman investasi dari China sebesar 2%, Konsorsium BUMN Indonesia tidak akan sanggup mengangsur, kecuali jangka waktu pinjaman diperlama, misalnya 100 tahun atau lebih, tentunya tidak masuk akal.

Sejak Nopember 2015, WIKA sebagai pimpinan konsorsium sudah 'kelimpungan' untuk mendapatkan modal sebagai setoran awal ke PT PSBI. Untuk memenuhi persyaratan izin trase, Konsorsium harus menyetor sekitar Rp. 800 milyar ke PT PSBI. Berhubung WIKA tidak mempunyai dana cukup, akhirnya WIKA mencari pinjaman Bank. Sementara PT JM akan menyetor ketika izin trase sudah keluar, sedangkan 2 BUMN lain (PT KAI dan PTPN VIII) keberatan karena tidak ada alokasi dana untuk setoran tersebut.

Sejatinya, WIKA tidak mampu setor modal sekitar Rp. 4,2 T (38%) karena total ekuitas WIKA hanya Rp. 5,5 T. Jadi dapat dipastikan WIKA akan mencari dana pinjaman untuk setoran awal ini. Pertanyaannya, sanggupkah WIKA memenuhi kewajiban membayar bunga yang besarnya 11%/tahun atau sebesar Rp. 462 milyar/tahun ?

Namun sekitar tanggal 11 Desember 2015, WIKA akhirnya menyetorkan Rp. 280 miliar ke PT PSBI dengan status pinjaman, bukan setoran modal karena menurut Komisaris untuk setoran modal harus melalui RUPS. Dana Rp. 280 miliar patut diduga berasal dari pinjaman Bank. Kalau begitu, apakah WIKA sanggup setor Rp. 4,2 triliun yang berasal dari pinjaman Bank dengan bunga diatas 10%? Sementara 3 anggota konsorsium PT PSBI lainnya, belum jelas kapan akan menyetor dananya.

Awalnya WIKA akan meminjam dana Rp. 800 milyar ke PT JM dan kemudian dana itu dipinjamkan lagi ke konsorsium BUMN yang lain, tetapi ditolak oleh Dewan Komisaris karena jumlahnya sangat material dan belum melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Bahkan opini hukum dari bagian legal WIKA juga menyarakan dilakukan RUPS. Akhirnya Direksi WIKA membatalkan skema ini.

Ada skenario lain dari WIKA, dimana anak perusahaan WIKA akan menyewa tanah milik PT KAI senilai Rp. 200 miliar supaya PT KAI bisa menyetor modalnya di PT PSBI. Kemudian PT JM akan membeli unit apartemen milik anak perusahaan WIKA senilai Rp. 200 miliar dan anak perusahaan WIKA akan meminjamkan dana tersebut ke PTPN VIII supaya PTPN VIII bisa setor modal ke PT PSBI. Namun cara ini juga batal dilakukan.

Langkah Pemerintah yang Harus Segera Dilakukan

Melihat kondisi keuangan dan ekuitas keempat BUMN, aturan hukum yang maladministrasi, tidak jelasnya kualitas FS dan mahalnya investasi HST, disarankan sebaiknya Pemerintah mengurungkan niatnya membangun HST Jakarta-Bandung dalam waktu dekat.

Presiden sebaiknya mengurungkan ground breaking yang rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 21 Januari 2015 sebelum Presiden yang didampingi Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Meneg BUMN, BAPPENAS, Menteri Perhubungan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Agraria/BPN dll mendengarkan presentasi Konsultan pembuat FS HST China secara terbuka (undang pakar dan media).

Jika mau aman saya sarankan Presiden segera perintahkan supaya Konsultan membuat FS yang benar-banar baru dan tidak abal-abal. Gunakan data-data yang autentik, sahih dan baru, supaya bangsa ini tidak terjebak pada kebodohan mental untuk kesekian kalinya. Pastikan semua variabel yang digunakan masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan ke publik. Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar