Meriahnya
Pesta Bola di Negeri Basket
Dahlan
Iskan ; Menteri BUMN
|
JAWA
POS, 19 Juni 2014
EMPAT topik yang paling hangat
dibicarakan publik Amerika Serikat (AS) mengenai Piala Dunia di Brasil saat
ini: kapten tim AS yang lagi meluncurkan album rap, mengapa tim Belanda
menghancurluluhkan juara bertahan Spanyol, tentang kiper Meksiko yang dibenci
Neymar, dan meningkatnya penonton bola di negeri basket itu.
Sambil menunggu pesawat yang
akan membawa saya dari Milwaukee (Wisconsin) balik ke New York, saya membaca
berbagai media yang membahas empat hal itu. Di luar bandara hujan, angin,
halilintar, dan mendung gelap mendominasi suasana.
Kemarin pesawat saya dari
Washington ke Chicago juga cancel karena badai yang lagi musim. Mengapa tim
Belanda begitu dahsyat sampai mempermalukan Spanyol 5-1 dalam pertandingan
awal Piala Dunia Brasil? ’’Itu karena sepak bola Belanda mau belajar dari
permainan hockey,’’ tulis Jonathan Clegg dari The Wall Street Journal (WSJ).
Hah? ’’Dua staf asisten pelatih Belanda Louis van Gaal itu adalah bekas
pemain profesional hockey,’’ tulisnya.
Tim hockey Belanda memang sering
menjadi juara dunia. Bahkan tim wanitanya minggu lalu menjadi juara dunia
tujuh kali secara beruntun. Disebutkan, pengaruh hockey ke sepak bola Belanda
sudah lama. Yakni, sejak pelatih Johan Cruyff memperkenalkan total football.
’’Sistem total football itu sepenuhnya mengadopsi hockey,’’ tulisnya.
Di hockey, perpindahan posisi
pemain sangat fleksibel dan terus terjadi sepanjang pertandingan. Dan itulah
yang menjadi pokok total football. ’’Dan Cruyff hampir selalu menonton
pertandingan hockey,’’ tulis Jonathan.
Pembicaraan lain adalah jumlah
pemirsa sepak bola. Saat AS menundukkan Ghana itu, jumlah penonton siaran
langsungnya mencapai 15 juta orang. Itu perkembangan yang luar biasa!
Mengingat, sepak bola dulu amat asing di AS. Jumlah penonton tersebut hanya
selisih 2 juta dari final basket pada Minggu lalu antara San Antonio Spurs
melawan Miami Heat yang ditonton 17 juta pemirsa.
Kini orang AS mulai tahu di mana
indahnya permainan sepak bola, meski tetap mengeluhkan mengapa skornya amat
kecil, bahkan bisa 0-0. Mereka sudah terbiasa melihat skor basket dan
American football yang bisa mencapai puluhan bahkan lebih dari 100. Mereka
juga masih heran mengapa pertandingan sudah mencapai 90 menit, tapi masih
belum dihentikan.
Dan akhirnya: Clint Dempsey, si
Kapten Amerika. Dia lagi meluncurkan album rap. Judulnya The Redux yang berisi 13 lagu rap, antara lain, ’’Banging Gs’’
(cetak gol) dan ’’Menjadi Kapten Amerika’’.
Dempsey memang seorang rapper.
Memang sudah ada beberapa olahragawan terkemuka yang meluncurkan album. Tapi,
album Dempsey ini bukan sekadar album rata-rata. ’’Dia rapper yang
sebenarnya,’’ tulis WSJ.
Saya selama di AS hampir selalu
bisa nonton pertandingan Piala Dunia. Kadang di bandara sambil menunggu
pesawat. Kadang di hotel dan kadang sengaja nonton bareng di kafe. Misalnya,
saat Brasil vs Meksiko kemarin, saya nonton di pub yang dipenuhi pendukung
Brasil di ibu kota Wisconsin, Madison, di sela-sela rapat yang membahas kerja
sama BUMN dengan penemu sistem produksi neutro tanpa reaktor nuklir.
Semua penonton begitu benci
kepada kiper Meksiko. ’’O-cho-a lagi! O-cho-a lagi!’’ teriak mereka. Memang,
tanpa kiper Ochoa, mungkin Brasil bisa mencetak 4 gol. Gara-gara Ochoa,
Brasil vs Meksiko jadi 0-0. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar