Infrastruktur,
Pendidikan, dan Kesehatan
Rhenald
Kasali ; Pendiri Rumah Perubahan
|
JAWA
POS, 20 Juni 2014
SEPERTI Anda, perasaan saya
trenyuh menyaksikan foto dan video anak-anak SD yang berangkat sekolah dengan
menyeberangi jembatan gantung yang rusak. Anak-anak kita itu berpegang
erat-erat ke sisa-sisa tali di jembatan. Ketika saya browsing, ternyata fenomena semacam itu sangat banyak.
Pada bagian lain, ditemui
anak-anak yang harus bersekolah dengan menyeberang dengan menggunakan rakit
seadanya. Bahkan, ada yang berjalan di atas air sungai yang mengalir deras
tanpa alat bantu apa pun.
Apa jadinya jika air bah datang?
Mungkin mereka tidak bisa bersekolah lagi. Sungguh tidak layak orang dewasa
seperti kita membiarkan anak-anak bertaruh nyawa demi bersekolah.
Potret kecil yang menimpa
anak-anak SD kita tersebut merupakan gambaran besar tentang betapa lalainya
kita mengurus kebutuhan dasar masyarakat: infrastruktur, terutama jalan dan
sarana transportasinya.
Saya, dan mungkin Anda, sudah
bosan mengeluhkan dampak buruknya infrastruktur kita bagi dunia bisnis.
Sebab, gambarnya sangat terang benderang. Karena itu, saya ingin mengajak
Anda melihatnya dari dunia yang selama saya geluti, yakni pendidikan. Mungkin
dengan sedikit tambahan, kesehatan.
Kita tahu, peningkatan
kesejahteraan dan kualitas hidup suatu bangsa hanya bisa terjadi jika
masyarakatnya terdidik dan sehat. Sudah banyak cerita tentang orang-orang
yang kualitas hidupnya meningkat berkat pendidikan, dan tentu karena dia
sehat. Saya mungkin termasuk salah satunya.
Pendidikan dan kesehatan adalah
hak setiap kita. Negara wajib menyediakannya. Mungkin karena itu pula isu
pendidikan dan kesehatan menjadi bahan kampanye favorit dua pasangan capres
kita.
Hanya, mudah-mudahan kelak
terjemahannya tidak semata dengan membangun gedung-gedung sekolah atau rumah
sakit-rumah sakit dan puskesmas di mana-mana. Bukannya tidak perlu, tetapi
tidak cukup. Saya justru peduli dengan aksesnya.
Maksudnya begini. Gedung-gedung
sekolah akan kosong kalau murid-muridnya tidak bisa datang karena akses ke
sana sangat buruk. Apalagi kalau sarana transportasinya tidak ada.
Orang-orang yang sakit juga
tidak akan bisa datang ke puskesmas kalau jalan dan transportasi untuk ke
sana tidak tersedia. Bagaimana mungkin orang yang dalam keadaan sakit bisa
melintasi jalan yang rusak parah?
Kita adalah negara kepulauan
terbesar di dunia dengan lebih dari 13.000 pulau yang berserak di wilayah
lautan seluas 7,9 juta kilometer persegi.
Kita juga memiliki sekitar 250
juta penduduk yang terdiri atas lebih dari 300 suku. Selain bercakap-cakap
dengan bahasa Indonesia, mereka berbicara dengan bahasa daerah masing-masing.
Karena itu, kita memiliki lebih dari 600 bahasa daerah. Keanekaragaman itu
merupakan berkah bagi kita. Karena itu, kita perlu menjaganya dengan
membangun banyak pilar untuk menopang kesatuannya.
Kita beruntung memiliki
Pertamina yang juga berperan sebagai salah satu pilar penjaga NKRI. Berkat
Pertamina, setiap orang di pelosok Nusantara seharusnya bisa membeli BBM atau
gas dengan harga yang sama dengan harga di Jakarta. Tetapi, begitu akses
jalan terputus, harganya bisa naik lima hingga sepuluh kali lipat.
Kita tentu berharap adanya
perusahaan-perusahaan lain yang bisa berperan sebagai pilar-pilar penjaga
NKRI. Di antara banyak pilar yang perlu kita bangun, dan perlu dipercepat
pembangunannya, salah satunya adalah infrastruktur, terutama jalan dan sarana
transportasinya. Dalam konteks itulah kita mungkin perlu menegaskan bahwa
infrastruktur adalah salah satu pilar penting untuk menjaga NKRI.
Kalau infrastruktur tersedia,
akses anak-anak kita terhadap pendidikan dan kesehatan pasti akan lebih
terbuka. Saya pun percaya, kalau kita bisa membuat rakyat kita lebih sehat
dan terdidik, akan banyak masalah bangsa yang langsung teratasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar