|
REPUBLIKA,
22 Juli 2013
Dalam beberapa tahun terakhir ini kebijakan pemerintah
melalui stok penyangga diterapkan untuk perdagangan hasil pangan strategis
seperti beras. Latar belakang utama timbul nya kebijakan pemerintah tersebut
karena komoditas beras di pasar dalam negeri selalu menghadapi problem
ketidakstabilan harga pasar.
Stok penyangga kembali menjadi topik berbagai surat kabar di
Jakarta. Kali ini yang menjadi sorotan adalah komoditas pangan strategis
lainnya, yaitu daging sapi. Tingginya harga daging sapi di pasar dalam negeri
memaksa pemerintah untuk turun tangan dalam mengontrol daging sapi. Menjadi
pertanyaan adalah, apakah kebijakan stok penyangga oleh pemerintah sesuai untuk
stabilisasi harga daging sapi?
Pelaksanaan stok penyangga pada prinsipnya memanfaatkan salah
satu hukum ekonomi, yaitu bagaimana mengatur jumlah penawaran untuk disesuaikan
dengan naik-turunnya permintaan sehingga harga suatu komoditas dapat dikendalikan.
Caranya, pemerintah menetapkan harga acuan komoditas tertentu pada waktu
tertentu. Harga acuan yang dikehendaki sudah memperhitungkan keuntungan petani
atau peternak, daya beli konsumen, margin keuntungan pelaku pasar, dan harga
komoditas di pasar dunia.
Penawaran kemudian diatur sedemikian rupa melalui pelepasan
stok untuk mendukung harga yang dikehendaki pemerintah. Apabila jumlah
penawaran tidak mencukupi permintaan pasar, maka stok yang tersedia akan
dilempar ke pasar untuk menstabilkan harga. Sebaliknya, jika harga turun karena
penawaran yang melebihi permintaan, maka stok perlu ditambah melalui pembelian
di pasar.
Pemegang stok penyangga harus mengeluarkan dana untuk membeli
komoditas apabila terjadi kelebihan penawaran dibandingkan dengan permintaan.
Pemegang stok juga menanggung biaya simpan,
biaya susut, biaya operasional, biaya investasi, ataupun biaya dalam bentuk
risiko usaha pelaksanaan stok.
Penerimaan akan diperoleh jika permintaan pasar
melebihi jumlah yang ditawarkan, yaitu saat harga membumbung tinggi sehingga
stok yang tersedia perlu dilempar ke pasar untuk menstabilkan harga.
Mekanisme pengoperasian stok penyangga bukan merupakan suatu
hal baru bagi perdagangan dunia dan Indonesia. Perdagangan gula dan karet,
misalnya, sudah melaksanakan sistem tersebut sekitar awal tahun 1970-an. Demikian
pula Bulog juga mempunyai fungsi sebagai badan penyangga stok terhadap sembilan
komoditas pokok di masa lampau. Dan dalam masa sekarang pun, Bulog ditugaskan
pemerintah untuk melakukan stok penyangga terhadap satu komoditas pangan strategis,
yaitu beras.
Berdasarkan pengalaman masa lalu, ternyata tujuan dan mekanisme
stok penyangga dalam jangka panjang menghadapi berbagai permasalahan. Sedikitnya
ada enam permasalahan yang dihadapi dalam mengoperasikan sistem tersebut.
Masalah pertama, stok penyangga tidak selalu sesuai
dilaksanakan untuk semua komoditas pangan. Dalam men- goperasikan stok
penyangga diperlukan persyaratan khusus seperti komoditas harus tahan lama,
biaya penyimpanan harus rendah, tidak kambah. Persyaratan ini membuat komoditas
seperti buah-buahan dan sayuran kurang memungkinkan melaksanakan sistem ini dengan
efisien.
Masalah kedua, menyangkut kemudahan pengadaan stok penyangga
yang bersumber dari impor. Saat harga komoditas yang diimpor sangat rendah,
biasanya negara-negara konsumen dengan relatif mudah mendapatkan komoditas
untuk stok penyangga. Sebaliknya, pada waktu harga komoditas relatif tinggi,
negara-negara konsumen akan mendapat kesulitan memperoleh komoditas.
Pembiayaan pengoperasian stok penyangga merupakan suatu
masalah lain yang cukup rumit. Pengalaman sebelumnya menunjukkan pengoperasian
sistem ini memerlukan biaya yang tinggi. Hal ini tecermin dari biaya apabila
stok penyangga semakin meningkat berarti semakin besar biaya penyim panan.
Dalam pengoperasian stok penyangga, ide
penentuan harga yang ditetapkan pemerintah haruslah berdasarkan harga yang
tidak saja menjamin efisiensi, tetapi juga dapat memperbaiki distribusi
pendapatan yang lebih adil. Satu masalah dari sistem ini, biasanya produsen
atau penjual dalam negeri cenderung mengusulkan harga yang terlalu tinggi
dibandingkan dengan harga pasar.
Akibatnya, pengelola stok penyangga akan membeli
komoditas yang lebih besar daripada yang seharusnya. Sehingga, dalam jangka
waktu tertentu, stok akan menumpuk dan biaya naik. Apabila keadaan ini terus
berlangsung, maka pemegang stok akan menghadapi kesulitan likuiditas dan pada
akhirnya sistem ini akan ambruk.
Masalah lainnya yang cukup mendasar adalah struktur kapasitas
sistem ini sendiri. Stok penyangga diadakan untuk menghadapi situasi di mana
kapasitas produksi dalam negeri komoditas tertentu dapat diserap oleh pasar
pada harga sewajarnya. Apabila ditemukan kapasitas produksi terlalu banyak
dibandingkan dengan kapasitas pasar yang dapat menyerap produksi, maka sistem
ini tidak dapat berjalan dalam jangka panjang.
Dalam kondisi demikian, yang
diperlukan adalah manajemen ekspor yang lebih baik.
Siapa yang mengelola stok penyangga merupakan isu yang
menarik. Pengelolaan stok dapat dilakukan oleh pemerintah dan swasta, tetapi
ada trade off antara stok yang
dilakukan pemerintah dan yang dikelola swasta. Peningkatan stok pemerintah
tampaknya akan menimbulkan pengurangan stok sektor swasta karena mereka dapat
memperoleh komoditas dari stok pemerintah. Dengan demikian, pengurangan stok
swasta akan menimbulkan pengaruh terhadap stok pemerintah.
Pengelolaan stok komoditas strategis, dalam rangka stabilitas
harga, yang menyangkut hajat kehidupan masyarakat (produsen dan konsumen)
biasanya dilakukan oleh pemerintah atau lembaga/badan yang ditunjuk pemerintah.
Asumsi dari kebijakan ini adalah pemerintah bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat seluruhnya, tidak hanya memihak salah satu pelaku pasar
(produsen, konsumen, atau pedagang).
Di beberapa negara maju, pengelolaan stok untuk stabilisasi
harga, dikelola oleh asosiasi produsen. Tujuan pengelolaan stok oleh asosiasi
produsen ini lebih kepada mencegah merosotnya harga yang diterima oleh produsen
komoditas. Oleh sebab itu, untuk kasus Indonesia, pengelolaan stok penyangga
memang lebih tepat dilakukan oleh pemerintah atau badan usaha (BUMN) yang ditunjuk
pemerintah.
Dalam jangka pendek, stok penyangga memang memberikan
kestabilan harga komoditas tertentu. Untuk pasar daging sapi dan beberapa
produk hortikultura (cabai dan bawang) yang harganya meningkat tajam
akhir-akhir ini, stabilisasi harga dalam jangka pendek dapat diperoleh melalui
impor.
Dalam jangka menengah dan panjang, stabilisasi harga dapat
diperoleh melalui peningkatan produksi dalam negeri dan pengelolaan dari sisi
konsumsi melalui diversifikasi pangan produk segar dan produk olahan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar