Selasa, 02 Juli 2013

Menanti Generasi Baru

Menanti Generasi Baru
M Hernowo ;  Wartawan KOMPAS
KOMPAS, 28 Juni 2013


Regenerasi menjadi salah satu tema yang sering disampaikan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufiq Kiemas sebelum meninggal pada 8 Juni lalu. Taufiq bahkan berharap istrinya, Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-5 RI, tak lagi bertarung di Pemilu 2014. Bagi Taufiq, Pemilu 2014 sebaiknya milik generasi yang lebih muda.

Karena disampaikan oleh politisi, pernyataan Taufiq itu sering dilihat dengan berbagai perspektif politik, misalnya untuk mendorong sosok tertentu. Namun, Ketua Partai Amanat Nasional Bima Arya Sugiarto mengatakan, ”Setelah beberapa kali bertemu Pak Taufiq, saya melihat ada ketulusan di pernyataannya. Ada kegelisahan pada dirinya melihat regenerasi politik saat ini.”

Kegelisahan serupa mungkin juga dirasakan banyak kalangan di negeri ini. Kegelisahan yang akan muncul, misalnya, ketika melihat pimpinan tertinggi tiga partai terbesar di Indonesia yang semua sudah berumur di atas 60 tahun. Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono tahun ini berumur 64 tahun. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie berusia 67 tahun, sedangkan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri berumur 66 tahun.

Pertanyaan sederhana, bagaimana nasib Indonesia jika usia telah membatasi para pemimpin senior tersebut, sementara generasi yang baru belum punya cukup pengalaman?

Partai yang cenderung oligarki dan tidak menerapkan jenjang karier yang jelas banyak dituding sebagai salah satu sebab sulitnya pemimpin baru muncul, terutama di kancah politik. Kalaupun ada sosok baru, mereka umumnya dari lingkaran elite saat ini.

Keberhasilan Anas Urbaningrum memenangi pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat pada tahun 2010 sempat memberi harapan munculnya gerbong baru kepemimpinan nasional. Saat itu Anas baru berumur 41 tahun. Namun, harapan itu seperti harus layu tiga tahun kemudian ketika Anas ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.

Di saat hampir bersamaan sejumlah politisi muda bernasib seperti Anas. Mereka, misalnya, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin (35), mantan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Angelina Sondakh (36), serta Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng (50).

Sejumlah kasus itu sempat memunculkan pandangan bahwa anak muda belum siap dipercaya untuk memegang jabatan utama. Mereka amat mudah silau dengan materi. ”Kekuasaan memang berjalan beriringan dengan materi. Dalam sistem politik saat ini, modal untuk meraih kekuasaan sering kali juga tidak murah. Akhirnya, semua kembali ke pilihan hidup,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo saat ditanya tentang kasus hukum yang menimpa sebagian rekannya.

”Namun, belajar dari sejarah, saya yakin masih banyak politisi atau tokoh muda yang teguh memegang nilai dan komitmen. Sejarah akan memunculkan mereka,” kata Arif (45) yang salah seorang politisi produk reformasi. Saat reformasi 1998, dia menjadi anggota presidium nasional sebuah organisasi mahasiswa.
Keyakinan Arif tidak berlebihan. Jika ditelusuri, masih banyak tokoh baru yang memberikan harapan. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), yang tahun ini berumur 52 tahun, merupakan contoh. Tanpa reformasi, Jokowi mungkin akan kesulitan beralih dari pengusaha mebel menjadi politisi.

Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan (44) juga banyak menebarkan virus optimisme dan inspirasi bagi masyarakat, antara lain lewat program Indonesia Mengajar. Deretan sosok muda pemberi harapan akan lebih banyak lagi ditemukan jika kita menyusuri berbagai wilayah di Indonesia dan menggali berbagai profesi.

Regenerasi politik sebenarnya juga berjalan meski belum secepat yang diharapkan. Sejumlah jabatan penting di negeri ini juga sudah diisi oleh mereka yang berumur di bawah 50 tahun. Dari empat wakil ketua DPR, pada tahun ini semuanya maksimal berumur 50 tahun. Tahun ini Pramono Anung berusia 50 tahun, Priyo Budi Santoso berumur 47 tahun, Taufik Kurniawan berusia 46 tahun, dan Sohibul Iman berusia 48 tahun.
Dari 11 komisi di DPR, beberapa di antaranya juga dipimpin politisi berumur di bawah 50 tahun. Tahun ini Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq berumur 47 tahun. Ketua Komisi III Gede Pasek Suardika berusia 44 tahun dan Ketua Komisi IV Romahurmuziy berumur 39 tahun. Di jajaran eksekutif, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, yang dikenal getol memberantas korupsi, juga berumur 41 tahun.

Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, melihat para politisi dan sosok muda tersebut umumnya lebih terbuka dan punya kemampuan lebih dalam mempertautkan diri dengan orang lain. Kondisi itu antara lain dipicu oleh kemampuan mereka menggunakan teknologi komunikasi.

Latar belakang mereka juga beragam, antara lain penggiat gerakan masyarakat sipil, pengusaha, akademisi, dan mantan aktivis kepemudaan. ”Beragamnya latar belakang membuat orientasi mereka jadi bermacam-macam. Ada yang masuk politik atau kekuasaan untuk mengejar posisi strategis di lembaga negara, ingin mengubah kebijakan, atau memburu rente ekonomi,” kata Ari.

Meski demikian, lanjut Ari, optimisme tetap pantas ditaburkan ketika melihat sosok-sosok baru itu. Meski ada beberapa dari mereka yang harus ”jatuh” karena sejumlah kasus, tetap masih ada yang berusaha menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.

Yudi Latif dari Reform Institute juga berpendapat, masih banyak orang baik di kelompok baru politik saat ini. Permasalahannya adalah sifat baik itu masih cenderung bersifat personal. ”Ketika mereka berkumpul bersama, sifat baik itu sering tidak tampak. Justru wajah negatif seperti persekongkolan jahat yang terlihat,” tutur Yudi.

”Ini karena orang-orang muda yang baik itu belum mampu melahirkan generasi baru. Tidak ada platform bersama yang kuat di antara mereka,” tambah Yudi.

Duduk bersama untuk membicarakan langkah ke depan menjadi jalan untuk melahirkan platform tersebut bagi munculnya generasi baru ini. Jalan lain adalah dengan adanya sosok baru yang kuat yang dapat menghubungkan sejumlah elemen di masyarakat dan menggairahkan berbagai institusi.

”Munculnya sosok baru seperti Jokowi yang banyak dibicarakan karena langkahnya membuktikan bahwa harapan tentang generasi baru itu masih ada,” kata Yudi.

Jadi, optimisme tetap pantas dan harus selalu disemaikan... ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar