Senin, 01 Juli 2013

Kepemimpinan Kuat Jadi Kunci Sukses China

Kepemimpinan Kuat Jadi Kunci Sukses China
Profesor Yao Yang ;  Universitas Peking
KOMPAS, 28 Juni 2013


Kepemimpinan yang kuat adalah salah satu kunci yang membawa China pada kondisi seperti sekarang. Selama dua pekan pertama Juni 2013, China menjadi tuan rumah dialog antarmasyarakat dengan mengundang sejumlah perwakilan dari negara-negara Asia Tenggara. Dengan tajuk ”China-South East Asia High-Level People to People Dialogue”, China sesungguhnya hanya ingin menegaskan bahwa mereka kini adalah salah satu kekuatan utama dunia, ekonomi dan politik.

Dengan mengusung subtema Chinese Dream, mereka juga berambisi menyatakan kepada dunia bahwa bangsa China punya mimpi sendiri untuk kembali memasuki masa kejayaan, masa kemakmuran yang berkelanjutan.

Sekitar 300 orang utusan dari sejumlah negara memulai rangkaian acara yang padat di kota Nanning yang merupakan ibu kota daerah otonom Guangxi Zhuang. Bukan tanpa alasan kota yang terkenal dengan taman dan hutan kotanya ini dipakai sebagai tempat pembukaan. China ingin menunjukkan, pembangunan yang gemerlap tidak melulu terjadi di Beijing, Shanghai, Guangzhou, Shenzhen, atau kota-kota besar lainnya. ”Kemakmuran sudah relatif merata di negeri itu. Silakan Anda lihat sendiri,” ujar Liu Qiabao, anggota Politbiro Partai Komunis China (CPC).

Dialog antarmasyarakat pada level tinggi ini terbilang cukup efektif sebagai media hubungan masyarakat (humas) Pemerintah China dalam mengomunikasikan kemajuan-kemajuan ekonomi dan terutama stabilitas politiknya kepada dunia. Paling tidak pada level tetangga terdekat, negara-negara kawasan Asia Tenggara. Sebab, di antara ratusan delegasi dari 13 negara itu terdapat kalangan media, tokoh politik, perwakilan tokoh-tokoh muda, dan penggerak lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Dibungkus dialog yang bertujuan meningkatkan kerja sama antarlembaga pemerintah, LSM, dan kepemudaan, forum ini sejatinya digunakan untuk mengomunikasikan hasil-hasil pembangunan ekonomi China yang memang luar biasa pesat kemajuannya sejak tiga dasawarsa terakhir. ”Dalam dialog seperti ini memang tidak pernah akan menyentuh substansi masalah antara China dan negara-negara Asia Tenggara, seperti isu Laut China Selatan, apalagi poin-poin penyelesaiannya,” ujar Ikrar Nusa Bhakti, pengamat politik yang juga tampil sebagai pembicara.

Menurut Ikrar, China memang sedang getol-getolnya menggiring dunia dengan fakta-fakta bahwa mereka sekarang ini adalah sebuah negara dengan kekuatan ekonomi raksasa sehingga segala apa pun yang mereka lakukan bukan hanya berpengaruh terhadap tingkat regional, tetapi juga global.

Pertumbuhan ekonomi

Sejak era kepemimpinan Deng Xiaoping yang meluncurkan reformasi ekonomi pada 1992, China membuka seluas-luasnya kesempatan bagi rakyat untuk menjadi kaya dengan mengombinasikan sistem kapitalis dan sosialis. Dalam dua dekade setelahnya, pertumbuhan ekonomi China mencatat angka fantastis, bahkan pernah mencapai digit ganda.

Dalam sepuluh tahun terakhir, sampai dengan kepemimpinan Hu Jintao yang berakhir November tahun lalu, besaran ekonomi China meroket empat kali lipat dihitung dalam dollar AS. Jaring pengaman sosial saat ini mencapai 95 persen penduduk dengan tekanan pada perlindungan kesehatan. Padahal, pada tahun 2000, lingkup jaring pengaman sosial baru mencapai 15 persen dari total penduduk.

Meski begitu, kepemimpinan Hu Jintao tetap meninggalkan sejumlah persoalan, antara lain jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin yang menganga lebar, di samping korupsi tetap menjadi ancaman.
Sejumlah masalah kebangsaan yang muncul dalam satu dekade terakhir, antara lain, tanah-tanah yang dikuasai pengembang (yang biasanya dekat dengan petinggi CPC), korupsi oleh pejabat-pejabat pemerintahan lokal, regulasi mengenai polusi industri, kondisi kerja yang buruk, serta problem etnis minoritas, terutama Tibet dan Uighurs.

Para sosiolog yang selama ini terbilang kritis memperkirakan, akibat dari kondisi-kondisi ini, terjadi lebih dari 180.000 demonstrasi skala kecil pada 2010 atau melonjak dua kali lipat dari angka pada 2005.
Pada periode saat duet Presiden Hu Jintao dan Perdana Menteri (Premier) Wen Jiabao berkuasa, politik cukup bergejolak sehingga mengganggu liberalisasi ekonomi. ”Bukannya semakin meliberalisasi ekonomi, pemerintah justru meningkatkan kontrol politik. Ini situasi yang sangat absurd untuk kondisi saat ini,” ujar penggiat sosial Zhang Yihe, seperti dikutip Time, Oktober tahun lalu.

Meski begitu, suksesi yang mulus dari duet Hu Jintao-Wen Jiabao kepada duet Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Keqiang, November lalu, dipercaya akan membawa perubahan sangat drastis pada cara-cara China kembali mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi seperti yang terjadi pada era 1990-an.
Para ekonom mengatakan, perekonomian China mengalami perlambatan, tetapi rata-rata pertumbuhannya masih di atas 7 persen per tahun selama 10 tahun terakhir. Tahun lalu, China ”hanya” bertumbuh 7,8 persen dan itu merupakan pertumbuhan terendah dalam 13 tahun terakhir atau sejak 1999. Tahun lalu, produk domestik bruto (PDB) China mencapai 51,93 triliun yuan (sekitar Rp 80.000 triliun). Bandingkan dengan PDB Indonesia yang ”hanya” Rp 8.200 triliun atau sepersepuluhnya.

Stabilitas politik

Kalangan pengamat Barat memperkirakan, Xi Jinping yang sejak awal bertekad tetap mempertahankan kombinasi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik akan membawa China ke arah kemajuan ekonomi yang lebih langgeng. Seperti halnya Hu Jintao, stabilitas politik tetap menjadi kunci bagi pemerintahan Xi Jinping dan demokrasi dikendalikan dengan cara yang lebih elegan.

Kalangan media mengaku tidak terlalu mempersoalkan demokrasi terkendali seperti yang didengungkan para petinggi CPC. Mereka beranggapan, situasi demokrasi dan kebebasan pers sudah pada taraf ”cukup nyaman” meski masih ada pengekangan, misalnya pemblokiran situs-situs media sosial, seperti Twitter dan Facebook. ”Kami punya microblog, saluran aspirasi yang bebas digunakan kalangan jurnalis untuk menyalurkan berbagai pendapat tentang macam-macam persoalan,” ujar seorang jurnalis grup penerbitan People Daily.

Meski begitu, demokrasi dalam struktur masyarakat China tetaplah sebuah demokrasi yang tersentral, seperti yang dikatakan Gao Yongzhong, Direktur Pusat Penelitian dan Sejarah CPC. Ibaratnya, pemerintah memberikan jalan kepada siapa pun untuk menjadi kaya, tetapi rakyat tidak boleh mempertanyakan kebijakan politik pemimpin.

Profesor Yao Yang, pengajar di Universitas Peking, mengatakan, China bisa sampai dalam taraf seperti sekarang karena mempunyai kepemimpinan yang kuat dan solid. Menurut dia, masalah terbesar yang dihadapi negara-negara yang mengklaim sangat demokratis adalah tidak ada kepemimpinan yang kuat.

”Contohnya adalah beberapa negara Eropa Barat. Mereka tidak punya pemimpin yang mampu mengatakan, ’Dengarkan saya! Saya akan membawa kalian keluar dari masalah’,” ujar Yao yang meraih gelar doktor ilmu ekonomi di Universitas Wisconsin, Madison, Amerika Serikat.

Bahkan, menurut Yao, Presiden Amerika Serikat Barack Obama tidak mampu melakukan hal ini dalam dua tahun pertama masa pemerintahannya sehingga banyak kehilangan peluang membenahi perekonomian. ”Padahal, dia mendapat dukungan yang amat besar dari rakyat, kongres, dan senat. Namun, dia tetap kehilangan banyak kesempatan untuk berbenah,” kata Yao.

Empat elemen dasar

Selain kepemimpinan yang kuat, menurut Yao, China juga mengadopsi empat elemen dasar pembangunan, yakni kesetaraan masyarakat, sistem penghargaan berdasarkan prestasi, pragmatisme, dan pemerintahan yang tidak membeda-bedakan kelompok masyarakat. China punya kebijakan yang solid.
Yang terpenting adalah keadilan sosial. ”Korea dan Jepang juga mendapatkan manfaat luar biasa dari kebijakan pembangunan yang dimulai dengan keadilan sosial masyarakat,” katanya.

Yang kedua adalah mekanisme saat orang-orang yang bekerja keras akan mendapatkan imbalan yang lebih baik. Misalnya, seorang profesor di universitas akan mendapatkan gaji yang kira-kira besarnya lima kali lipat dari gaji seorang dosen biasa.

Di arena politik, sistem promosi juga berdasarkan kinerja. ”Saya tidak mengatakan bahwa lobi politik tidak berpengaruh pada sistem promosi, dan itu terjadi di hampir semua negara. Namun, di China, sistem promosi berdasarkan penilaian kinerja lebih mendominasi. Misalnya, Anda seorang wali kota dan kota yang Anda pimpin mengalami kemajuan ekonomi yang pesat, promosi Anda sudah dijamin dengan itu,” ujar Yao.

Di China, peraturan dan kebijakan yang pragmatis menjadi pilar ketiga. Di banyak negara dengan sistem politik yang rumit, seperti India, pembangunan terkendala politisi yang lebih banyak berdebat tentang cara dan sistem ketimbang bekerja. Terlalu banyak partai politik sehingga setiap faksi mempunyai agenda masing-masing. Rakyat tidak mempunyai pandangan pragmatis bagaimana mereka harus keluar dari problem-problemnya. Di China, ini semua praktis tidak ada karena kebijakan pragmatis.

Hal yang sama terjadi pada partai politik, dalam hal ini partai penguasa, CPC. Ketika China memulai reformasi ekonomi, banyak sekali resistensi karena sudah puluhan tahun menjalankan kebijakan yang tertutup. ”Tanpa pandangan pragmatisme untuk menunjukkan fakta-fakta, saya tidak yakin China akan menjadi seperti sekarang,” ucap Yao.

Bagi China, saat ini, tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah pertumbuhan ekonomi. Tanpa pertumbuhan tidak mungkin ada kemakmuran yang bisa dibagikan merata kepada seluruh rakyat. China pernah mengalami kegagalan karena pada masa lalu tidak bisa menentukan arah, apakah mengambil langkah sosialisme atau kapitalisme.

China pernah mengalami masa-masa berat karena kalah berkompetisi di antara pilihan, jalan sosialisme atau kapitalisme. Oleh karena itu, China berubah.

Akan tetapi, perubahan tidak hanya dialami China. Setiap negara harus berubah karena tanpa perubahan, tanpa pertumbuhan, setiap pemerintahan akan mengalami tekanan.


Pemimpin yang kuat akan meletakkan semua masalah di atas meja, kemudian mengatakan, kita harus menyelesaikan ini semua dengan prioritas pembangunan ekonomi. Untuk menjalankan ini, pemerintah harus punya kekuatan dan mempertahankannya. Untuk menjalankan ini, satu-satunya jalan adalah dengan merealisasikan hasil-hasil pembangunan ekonomi demi meningkatkan kesejahteraan rakyat. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar