|
KOMPAS,
28 Juni 2013
Dalam beberapa tahun belakangan ini,
sebagian orang sudah berkomunikasi melalui media sosial seiring dengan kemajuan
dan perkembangan teknologi informasi. Jadi tidak heran, dalam praktiknya, pola
baru dalam berkomunikasi ini justru ”menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang
jauh”.
Seorang teman mengeluhkan perilaku
anaknya yang masih remaja karena saat diajak berwisata ke luar kota pada akhir
pekan, anaknya justru asyik sendiri dengan gadget-nya, berhubungan secara
virtual dengan teman-temannya, terkesan seolah-olah dia tidak menikmati liburan
tersebut.
Pola komunikasi generasi tua dan
anak-anak muda saat ini boleh jadi berbeda, tetapi ada juga orangtua-orangtua
yang berusaha beradaptasi dan mengikuti kebiasaan yang dilakukan generasi muda
yang menggandrungi media sosial.
Sebagian orangtua tidak menggunakan
media sosial sangat boleh jadi karena merasa gagap teknologi. Akan tetapi, ada
juga yang menganggap media sosial, seperti Twitter dan Facebook, sekadar media
untuk narsis. Bahkan ada juga yang menggunakan media sosial hanya untuk
mengungkapkan keluhan, ketidakpuasan, sinisme, prasangka, dan bahkan
memaki-maki orang lain.
Namun, pada akhirnya penggunaan
media sosial bergantung pada kebutuhan setiap orang. Bagi sebagian orang, media
sosial kini telah menjadi kebutuhan, baik untuk memperluas pertemanan, promosi
usaha dan bisnis, melakukan gerakan sosial, sarana untuk menggalang dukungan
dan simpati, maupun untuk membangun citra diri yang positif alias pencitraan.
Keith Lin, pengajar pada Nanyang Technological University (NTU)
Singapura pada pelatihan tentang media sosial yang diberikan kepada sejumlah
wartawan Indonesia di Singapura, beberapa waktu lalu, membeberkan sejumlah data
tentang pertumbuhan serta penetrasi penggunaan jejaring media sosial di Asia,
khususnya di Indonesia.
Pengguna jejaring sosial
Mengutip data yang yang dirilis ComScore, Februari 2012, Keith Lin
menjelaskan, 33 persen pengguna jejaring sosial di dunia berada di kawasan Asia
Pasific, sementara di Eropa 30 persen, Amerika Utara 18 persen, Amerika Latin
10 persen, dan sisanya di kawasan Timur Tengah dan Afrika yang hanya 9 persen.
Dalam tiga bulan terakhir tahun
2012, sebanyak 43,8 juta penduduk Indonesia termasuk pengguna jejaring sosial
Facebook. Ini telah menempatkan Indonesia pada urutan keempat di dunia dalam
penggunaan Facebook setelah Amerika, Brasil, dan India.
Demikian pula dalam penggunaan
Twitter, saat ini Indonesia masuk dalam lima besar pengguna jejaring sosial
tersebut.
Pesatnya perkembangan media sosial
saat ini karena semua orang seperti bisa memiliki medianya sendiri.
Sekarang hampir semua orang bisa
mengakses media sosial melalui jaringan internet, tanpa biaya besar, tanpa alat
yang mahal dan dilakukan sendiri, di mana dan kapan saja. Bahkan sekarang
peristiwa besar bisa segera diketahui dengan cepat di media sosial.
Kehadiran media sosial juga menjadi
tantangan bagi media konvensional, seperti koran, televisi, dan radio.
Kecepatan informasi dari media sosial biasanya lebih cepat dibandingkan dengan
media konvensional. Ini bisa dimaklumi karena memang jurnalisme harus mengedepankan check and recheck.
Sering kali di lingkungan pelaku
industri media massa terungkap kekhawatiran, apakah media sosial akan mematikan
media konvensional?
Menghadapi gelombang perubahan
teknologi yang disertai dengan arus deras informasi, industri media massa
konvensional memang dituntut untuk bisa melakukan langkah-langkah kreatif dan
inovatif agar produk-produk media yang dihasilkannya bisa diterima dan
dinikmati masyarakat.
Saat ini, masyarakat membutuhkan
informasi yang lebih dinamis, interaktif, dan ingin tahu lebih banyak dari yang
disediakan oleh media konvensional. Dulu, informasi bersifat pasif. Pengusaha
media dan para pelaku di media konvensional menggelontorkan informasi hanya
satu arah.
Sekarang sudah mengalami
pergeseran, konsumen tidak mau seperti itu lagi. Sekarang masyarakat
menginginkan sajian informasi yang lebih interaktif seperti di media sosial.
Selain itu, keinginan masyarakat
sekarang terhadap informasi semakin beragam, bahkan harus lebih cepat
dibandingkan dengan media sosial, baik Facebook maupun Twitter. Oleh karena
itu, mau tidak mau, suka atau tidak suka, sekarang pengusaha dan pengelola
media harus menyesuaikan bisnis media konvensional dengan media sosial.
Penyesuaian tersebut dilakukan
dengan cara membuat media konvensional menjadi lebih interaktif, lebih instan,
dan bisa menyampaikan informasi dengan cepat tanpa mengorbankan akurasi, lebih
mudah diproses dan didistribusikan melalui media sosial, dan lebih bervariasi
dengan diperkaya melalui foto dan grafis yang menarik.
Pengusaha dan pengelola media
konvensional tidak bisa melawan arus terhadap kehadiran media sosial ini.
Justru dengan begitu, dituntut untuk lebih kreatif dalam menciptakan konten
yang berkualitas. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar