Sikap Tercela
Wakil Rakyat
Richo Andi Wibowo ; Dosen
FH UGM,
Peneliti di
Institute of Constitutional and Administrative Law, Utrecht University
|
REPUBLIKA,
20 September 2012
Publik mengecam perjalanan dinas 22 orang wakil rakyat ke
Turki dan Denmark yang (hanya) bertujuan untuk mempelajari symbol palang merah.
Masyarakat juga mengkritik 13 anggota DPR yang melakukan muhibah ke Brasil
untuk mempelajari konsep desa.
Secara akal sehat, publik sulit menerima kenyataan ketika
para legislator tega menyerap anggaran Rp 2,9 milliar untuk bepergian ke
berbagai negara, sementara masih terdapat 30 juta manusia Indonesia yang hidup
di bawah garis ke miskinan (Republika, 14/09/2012). Menghadapi kritik
publik tersebut, DPR beralasan bahwa “kunjungan kerja” yang mereka lakukan
penting untuk studi komparasi atas pembuatan RUU Palang Merah Indonesia dan RUU
Desa.
Namun, rakyat menuding bahwa legislator hanya sibuk
melakukan “kunjungan” dan melupakan “kerja”. Kecurigaan publik tersebut seakan
terbukti ketika salah seorang WNI yang berada di Denmark mengirimkan foto
kepada media yang menunjukkan bahwa wakil rakyat sibuk berwisata. Pelesiran
bergerombol yang boros anggaran tersebut sesungguhnya tidak hanya melanggar
akal sehat, tetapi juga mengkhianati norma agama serta prinsip-prinsip tata
pemerintahan yang baik.
Amanah dan Hemat
Secara agama (Islam), tindakan legislator tersebut
menunjukkan bahwa mereka tidak mengindahkan perintah Allah yang berbunyi, “Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros
adalah saudara setan.” (Surat Al
Isra’ ayat 26-27). Lebih dari itu, mereka juga telah mengabaikan
perintah Allah untuk bersikap amanah (Surat
Al Anfaal ayat 27).
Perintah-perintah Allah di atas sesungguhnya memiliki
koherensi dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, yang menyatakan
bahwa pemerintah wajib untuk bersikap akuntabel serta bertindak secara
efektif-efisien. Anggota DPR dianggap gagal melaksanakan sikap akuntabel karena
dua hal: (i) publik tidak bisa menerima nalar mereka untuk pergi jauh tanpa alas
an yang kuat; (ii) legislator juga gagal menunjukkan output yang jelas
yang dihasilkan dari studi banding.
Lebih dari itu, besarnya anggaran yang dihabiskan juga
menunjukkan bahwa legislator gagal mengindahkan prinsip efisiensi/efektifitas.
Untuk konteks Indonesia, pedoman agar pemerintah bersikap akuntabel, efektif,
dan efisien terbadankan dalam hukum positif (vide: Pasal 3 UU 28/1999; Pasal 20 UU 32/2004).
Inisiasi ke depan
Terhadap “dosa-dosa” yang telah diperbuat, hendaknya DPR
segera membenahi diri. Dalam kapasitasnya sebagai pengawas eksekutif, DPR seharusnya
menjadi institusi bersih yang dapat menjadi contoh bagi perilaku eksekutif.
Dalam dataran normatif, DPR perlu mencontoh bagaimana
Parlemen Uni Eropa (UE) memberikan teladan tentang pengadopsian dan
pengimplementasian prinsip-prinsip good governance di lembaga-lembaga
UE. Parlemen UE menjadi pihak yang paling aktif dalam menindaklanjuti rekomendasi
Ombudsman Eropa mengenai pedoman sikap administrasi yang baik. Rekomendasi
tersebut diadopsi oleh parlemen EU menjadi resolusi A5-0254/2001. Dengan
demikian, rekomendasi tersebut menjadi “meningkat derajatnya” karena memiliki
kekuatan hukum (GH Addink, 2012: 171).
Lebih dari itu, resolusi atas pedoman sikap administrasi
yang baik diterapkan pertama kali juga di parlemen UE. Setelah pedoman
terlaksana, parlemen baru meminta lembaga lain untuk mematuhi pedoman tersebut
(Ibid: 172).
Dalam dataran teknis, upaya untuk mencegah agar
permasalahan ini berulang maka DPR perlu melakukan dua langkah. Pertama, DPR
harus membatasi frekuensi kunjungan kerja, terutama ke luar negeri. Perjalanan
dinas harus didasarkan pada hal-hal yang benar-benar diperlukan dan bukan untuk
mencari tambahan penghasilan dan jalan-jalan.
Kedua, DPR juga harus
membatasi jumlah pihak yang pergi ke luar negeri. Jumlah orang yang pergi harus
rasional dan sebanding dengan beban kerja yang dihadapi. Pengaturan ini penting
untuk dilakukan karena “bergerombolnya” anggota dewan ketika perjalanan dinas
ke luar negeri patut dicurigai sebagai siasat mereka untuk membentuk aksi
kolektif. Aksi ini bertujuan untuk mengesankan agar tanggung jawab
masing-masing individu yang seharusnya mereka emban menjadi kurang terlihat
karena dilakukan secara kolektif (T
Lukmantoro, 2009).
Dengan melakukan hal di atas, pembagian kerja akan jelas
(efektif), biaya yang dikeluarkan untuk studi banding akan mengempis (efisien),
serta pengawasan masyarakat akan menjadi lebih terfokus. Fokusnya sorotan
masyarakat akan memaksa anggota DPR yang melakukan perjalanan dinas menjadi lebih
amanah (akuntabel) karena sorotan publik akan terfokus.
DPR perlu bersungguh-sungguh untuk memperhatikan dan
melaksanakan saran di atas karena apabila DPR secara berkelanjutan mengabaikan,
wibawanya jatuh. Akibatnya, tindakan DPR akan dipandang tidak legitimate di
hadapan
rakyat. Selain itu, masyarakat pada umumnya serta
umat Muslim pada khususnya perlu untuk mengawal DPR dalam mereformasi dirinya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar