Mari
Berdayakan Kaum Tani
Usep Setiawan ; Ketua Dewan
Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria
|
SINAR
HARAPAN, 24 September 2012
Ketika kita merayakan Hari Tani
Nasional 24 September 2012, nasib petani tetap tak menentu. Sebagian besar
petani tetap tak punya tanah dan berpenghasilan rendah. Kemiskinan dan
ketidakadilan tetap merata di desa-desa. Petani tetap minim perlindungan dan
lemah daya.
Di tengah minimnya perhatian
negara terhadap petani, secercah harapan baru memancar. Dewan Perwakilan Rakyat
(Komisi IV) tengah menyusun RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Inisiatif ini terasa istimewa dan sejenak mengundang apresiasi.
Namun, setelah membaca draf
naskah akademik dan RUU tersebut, penulis menemukan sejumlah substansi kritis.
Betapa naskah akademik dan RUU yang ada terasa kental nuansa ekonomi-politik
pertanian yang liberal dan kapitalistik.
Substansi RUU ini juga belum
mencerminkan masalah-masalah pokok yang dihadapi petani. RUU ini juga tak
menempatkan konflik agraria sebagai masalah pokok dan tak cukup kuat
menunjukkan ketimpangan penguasaan alat produksi. Tak digambarkan ketidakadilan
proses produksi dan distribusi hasil pertanian. Tak ada uraian butir-butir “hak
asasi petani”.
Lebih jauh, tak dijelaskan peta
jalan (road map) perlindungan dan
pemberdayaan petani yang dimaksud. Tidak pula dipastikan posisi dan peran dari
organisasi tani dan peran berbagai pihak dalam perlindungan dan pemberdayaan
petani.
Yang fatal, naskah akademik dan
RUU ini sama sekali tak menempatkan pembaruan (reforma) agraria sebagai solusi
utama penumpas ketakterlindungan dan ketakberdayaan petani.
Berdayakan Petani
Agenda legislasi ini penting bagi
petani Indonesia. Untuk menyempurnakannya, penulis mengajukan sejumlah saran
substansial. Pertama-tama perlu dipetakan ulang seluruh masalah pokok yang
dihadapi petani Indonesia. Kenapa selama ini petani tak terlindungi dan tak
berdaya?
Dalam hal pilihan ekonomi-politik
pertanian, segi keadilan sosial yang dikandung Pancasila mestilah jadi obor
pemandu. Semangat kebangsaan dan kerakyatan dalam pengelolaan agraria menurut
UUD 1945 jadi landasan konstitusional, dengan memaknai Indonesia sebagai bangsa
besar bercorak agraris.
Masalah-masalah pokok yang
dihadapi petani perlu diuraikan utuh. Masalah yang terdapat di hulu perlu
dikenali, seperti pemilikan tanah, modal dan faktor-faktor produksi utama. Di
tengah (bibit, pupuk, teknologi, dan sarana produksi lain), serta di hilir
seperti pengemasan dan pemasaran produk pertanian. Ketiganya perlu dikaji dan
dicarikan solusi utuh.
Realitas konflik agraria dan
sengketa pertanahan serta ketimpangan pemilikan dan
penguasaan tanah (lahan
pertanian) sebagai alat produksi perlu jadi perhatian khusus. Konflik dan
ketimpangan yang mengalir sepanjang sejarah bangsa, mendesak ditangani dan
dituntaskan.
Sebab-sebab konflik dan
ketimpangan pemilikan/penguasaan tanah pertanian tak lepas dari politik agraria
(khususnya: pertanian) yang tak memihak petani. Diperlukan solusi mendasar dan
komprehensif guna menangani konflik dan mengurangi ketimpangan ini.
Ketidakadilan proses produksi dan
distribusi hasil pertanian masih kuat menjepit petani. Untuk itu diperlukan
penataan produksi pertanian dan pola distribusi baru yang lebih menjamin keadilan
dan kesejahteraan petani sebagai produsen sekaligus konsumen.
Peta jalan perlindungan dan
pemberdayaan petani perlu disusun sistematis dan utuh. Perencanaan perlindungan
dan pemberdayaan petani mestilah matang dan menyentuh semua masalah serta
solusi mendasar. Perlindungan dan pemberdayaan petani dilakukan partisipatif,
demokratis dan konsisten. Monitoring dan evaluasi perlu dilakukan objektif dan
cermat.
Selama ini perjanjian
internasional di bidang pertanian telah menjadikan petani Indonesia makin tak
terlindungi dan kian tuna-daya. Diperlukan peninjauan ulang (renegosiasi)
atasnya agar adil. Petani dan organisasi tani perlu ditempatkan sebagai motor
utama perubahan nasib petani. Pemerintah jadi regulator dan fasilitator
perlindungan dan pemberdayaan petani.
Yang tak boleh luput, seluruh
upaya ini haruslah menyentuh jantung dan akar persoalan sekaligus solusinya.
Pelaksanaan pembaruan agraria sejati merupakan fondasinya. Selain penataan
pemilikan/penguasaan tanah (landreform), mendesak dikembangkan pembangkitan
ekonomi di lapangan pembaruan agraria, melalui koperasi tani atau badan usaha
milik petani.
RUU ini perlu mengakomodasi
aspirasi substansial dari kalangan petani di lapangan. Perlu digencarkan
konsultasi publik dengan kelompok atau organisasi tani sejati yang bergerak di
berbagai wilayah.
Niat dan kemauan politik untuk
melindungi dan memberdayakan petani perlu diapresiasi.
Selebihnya, substansi
legislasi hendaknya memampukan petani berdiri di atas kakinya sendiri. Jika
petani berdaya, niscaya bangsa dan negara berjaya. Selamat Hari Tani Nasional 2012. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar