Kerja
Sama dan Tantangan IORA
Beginda Pakpahan ; Analis Politik dan Ekonomi Urusan Global
dari Universitas Indonesia; Menyelesaikan
Program PhD dari The University of Edinburgh, Inggris
|
KOMPAS, 07 Maret 2017
Pada
5-7 Maret 2017, Indonesia-sebagai ketua Asosiasi Kerja Sama Lingkar Samudra
Hindia (IORA) periode 2015-2017-menjadi tuan rumah konferensi tingkat tinggi
para pemimpin IORA, bertepatan dengan ulang tahun ke-20 organisasi itu.
Tema
yang diangkat IORA adalah penguatan kerja sama maritim untuk Samudra Hindia
yang damai, stabil, dan sejahtera (strengthening maritime cooperation for a
peaceful, stable, and prosperous Indian Ocean). KTT IORA dihadiri para pemimpin dari 21
negara anggota dan 7 negara mitra eksternalnya.
Pelbagai
pertanyaan yang menarik terkait hal itu adalah: apa visi ke depan IORA dan
agenda utama KTT IORA di Jakarta? Apa tantangan bagi negara-negara IORA dalam
mewujudkan kerja sama di Samudra Hindia?
Visi
dan agenda utama
Pada
masa kepemimpinan Indonesia, IORA memiliki visi jangka panjang. Pertama,
memelihara momentum politik guna menjadikan IORA asosiasi yang kuat, efektif,
dan efisien. Kedua, penguatan arsitektur regional yang memastikan dan menjaga
keamanan dan perdamaian di Samudra Hindia.
Ketiga,
peningkatan kerja sama kolektif dan kemampuan bersama untuk mencapai kerja
sama yang saling menguntungkan dan kesejahteraan bersama. Keempat,
peningkatan kepastian untuk maju ke depan dalam kolaborasi dalam konteks
IORA.
Terkait
dengan hal itu, ada tiga agenda krusial dalam KTT IORA di Jakarta. Pertama,
IORA akan menghasilkan perjanjian hukum dan norma dalam bentuk IORA Concord.
Kedua,
IORA Concord memiliki enam wilayah kerja sama penting dan aksi rencananya,
yaitu keamanan maritim, kerja sama perdagangan dan investasi, perikanan,
penanganan bencana alam, pendidikan, dan pariwisata di Samudra Hindia.
Ketiga, deklarasi negara-negara IORA melawan kekerasan ekstremisme dan
terorisme.
Tantangan
bagi IORA dalam merealisasikan pelbagai kerja sama di atas adalah, pertama,
IORA Concord dan rencana aksi kerja sama menjadi titik awal untuk mendorong
proses kerja sama mega-regionalisme di Samudra Hindia. Namun, kerja sama
mega-regionalisme membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan bukti
konkret dari model kerja sama yang dihasilkan karena jumlah anggota IORA yang
besar dengan bentuk pemerintahan politik dan tingkat pembangunan ekonomi di
antara mereka yang beragam.
Situasi
itu akan membuat pelaksanaan IORA Concord dan rencana aksi serta proses
pengambilan keputusannya membutuhkan waktu yang lama.
Kedua,
mayoritas negara anggota IORA adalah negara berkembang dan sebagian kecil
negara maju. Hal tersebut merefleksikan kekuatan politik, keamanan, dan
ekonomi yang dimiliki negara-negara anggota IORA. Oleh karena itu, IORA perlu
memilih pelbagai wilayah kerja sama yang mudah untuk direalisasikan oleh
negara-negara anggotanya. Tidak bisa dimungkiri IORA hanya akan menjadi ajang
atau forum talkshop atau kumpul-kumpul bagi negara-negara anggota IORA dan
para mitra eksternalnya jika tidak bisa merealisasikan kerja sama yang
terukur dan konkret ke depannya.
Ketiga,
rivalitas negara-negara besar di Samudra Hindia adalah kenyataan yang perlu
direspons dengan efektif dan dikelola dengan baik oleh negara-negara anggota
IORA dan para mitranya. Samudra Hindia adalah kawasan lautan yang strategis
dan memiliki sejarah geopolitik sejak zaman kolonial Inggris. Situasi
kontemporer Samudra Hindia masih menjadi kawasan perebutan pengaruh antara
negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, dan negara-negara lain.
Kerja
sama maritim
Keempat,
kerja sama maritim bagi IORA menjadi mutlak dilakukan dalam rangka merespons
rivalitas negara-negara besar di Samudra Hindia. Kerja sama tersebut perlu
didasari dengan menjadikan Samudra Hindia kawasan yang damai, aman, dan
netral. IORA adalah organisasi yang relevan dalam merealisasikan hal itu
khususnya pembuatan norma dan hukum untuk kawasan tersebut.
Ketegangan
yang meningkat di antara negara-negara yang mengklaim kedaulatan atas
perairan dan gugusan pulau di Laut China Selatan akan berdampak terhadap
perubahan peta kekuatan aliansi tradisional dari negara-negara besar di Asia
dan Pasifik. Konsekuensinya, perkembangan tersebut akan memberikan efek
terhadap perdamaian dan keamanan di Samudra Hindia.
Kelima,
kerja sama IORA perlu menghasilkan pelbagai hal yang konkret bagi
kesejahteraan rakyat dari negara-negara anggotanya. Dengan kepemimpinan
Indonesia di IORA, Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi dalam pernyataan
pers tahunan 2017 menjelaskan perlunya kerja sama maritim Samudra Hindia
sebagai jembatan penghubung antara Afrika dan Pasifik dengan IORA menjadi
arsitektur regionalnya demi menciptakan kerja sama perekonomian, keamanan dan
stabilitas global.
Dalam
kuliah umumnya di Universitas Indonesia, Retno mengatakan, diplomasi harus
membumi. Ini tantangan bagi Indonesia dan negara-negara IORA karena mereka
perlu menghasilkan kerja sama maritim dan ekonomi pembangunan di Samudra
Hindia yang dapat meningkatkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia dan rakyat
dari anggota IORA lainnya.
Keenam,
keterlibatan rakyat perlu ditingkatkan dalam perumusan kebijakan atas kerja
sama dalam IORA. IORA mulai membuka diri dengan pelibatan pelaku usaha dan
bisnis dalam pertemuan tingkat tinggi di Jakarta ini. Tak tertutup
kemungkinan IORA akan memberikan akses untuk pelibatan masyarakat sipil dalam
pelbagai kerja sama, seperti kerja sama perikanan, penanganan bencana, dan
pariwisata yang akan dicetuskan dalam rencana aksi IORA.
Semoga
KTT IORA dan ulang tahun ke-20 IORA di Jakarta bisa berkontribusi positif
bagi perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan rakyat negara-negara yang ada di
kawasan Samudra Hindia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar