Menyelamatkan
Kuota Haji
Achmad Djunaidi ;
Direktur
Pengelola Dana Haji Ditjen PHU Kemenag 2009-2011
|
REPUBLIKA,
13 September 2014
Kuota
haji setiap negara merupakan ranah Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Organisasi yang beranggotakan 57 negara berpenduduk Muslim ini telah
memutuskan bahwa setiap negara bisa memberangkatkan jamaah haji sebanyak satu
orang per seribu penduduk Muslim atau 0,1 persen dari total jumlah penduduk
Muslim. Karena itulah, Indonesia pernah mendapat jatah kuota lebih dari 200
ribu orang pada 2011 dan 2012.
Namun,
karena ada proyek pembangunan di Makkah, kuota haji tiap negara sejak 2013
dipangkas sekitar 20 persen.
Walhasil,
kuota tahun ini hanya 168.800 jamaah. Meski begitu, inilah kuota haji paling
besar di dunia.
Meski
mendapat kuota terbanyak, jumlah itu masih dirasa kurang karena antusiasme
masyarakat sangat tinggi untuk menunaikan ibadah haji. Antrean pun kini sudah
mencapai belasan tahun.
Karena
itu, satu kuota haji pun sangat berarti bagi calon jamaah haji. Bahkan, ada
yang rela membayar dua atau tiga kali lipat lebih besar agar bisa berangkat
haji lebih cepat.
Sayangnya,
pada Jumat (5/9), Kementerian Agama melalui situs resminya merilis bahwa kuota
jamaah haji masih tersisa 219 kursi, yang terdiri atas 217 kuota calon jamaah
haji dan dua kuota petugas haji daerah. Sisa kuota ini, menurut Direktur
Pelayanan Haji Dalam Negeri Ahda Barori, disebabkan ada calon jamaah haji
yang sudah melunasi biaya haji meninggal, sakit, dan lain-lain sehingga tidak
jadi berangkat ke Tanah Suci.
Menurut
data yang penulis miliki, pada 2011 ada 115 kuota haji hangus alias tak
terpakai dari total 221 ribu kuota. Kemudian pada 2012, jumlah kuota yang
hangus membengkak menjadi 1.452 dari 211 ribu. Ironisnya, hangusnya kuota
kadang baru diketahui pada detik-detik terakhir menjelang keberangkatan. Demi
membantu warga negara yang hendak menunaikan ibadah rukun Islam yang kelima,
pemerintah sudah selayaknya menargetkan "kuota hangus nol persen"
untuk penyelenggaraan haji tahun ini dan seterusnya.
Selain
memperpanjang daftar antrean calon jamaah haji yang sudah pan jang, kuota
hangus juga berarti hangusnya dana haji. Sebab, sewa pemondokan di Makkah
sudah dibayar lunas dan tidak bisa ditarik kembali ketika ada jamaah yang
gagal berangkat. Apabila kuota yang hangus sebanyak 100 saja, ada uang hangus
sekitar Rp 1,5 miliar (dengan asumsi sewa pemondokan 5.000 riyal perjamaah).
Mengapa kuota bisa
hangus?
Kuota
hangus pada intinya disebabkan adanya calon jamaah haji yang batal berangkat,
lalu tidak cukup waktu untuk mengurus visa yang baru atas nama calon jamaah
haji yang akan menggantikan. Penyebab batalnya ke berangkatan calon jamaah
haji bermacam-macam.
Ada
yang batal karena meninggal, sakit, tidak bisa melunasi biaya haji sesuai
tenggat, atau bahkan ka rena kiai yang menjadi pembimbingnya meninggal. Bisa
juga karena adanya keterlambatan pengurusan paspor atau visa oleh
penyelenggara, sebagaimana diberitakan harian ini pada Rabu (10/9).
Jika
ditilik dari waktunya, pembatalan itu adakalanya terjadi saat calon jamaah
haji belum mendapatkan visa dan kadang sesudah beroleh visa. Sering kali,
kuota hangus disebabkan calon jamaah batal berangkat (misalnya karena
meninggal) setelah jamaah mendapatkan visa dan kondisi itu baru diketahui
pada detik-detik terakhir. Hal seperti inilah yang mesti diantisipasi agar
kuota yang "sedikit" itu bisa digunakan semuanya.
Untuk
itu, penulis mengusulkan beberapa hal. Pertama, penyelenggara hendaknya
mempersiapkan calon jamaah haji pengganti jauh-jauh hari sesuai nomor porsi
atau antrean. Artinya, ke tika ada calon jamaah A dari Makassar meninggal,
misalnya, calon yang ada di daftar tunggu nomor urut pertama sudah ada, sudah
melunasi biaya haji, sudah berpaspor, dan sudah siap untuk diurus visa
hajinya.
Kedua,
agar tidak terjadi permainan uang dalam proses penggantian, urutan antrean
calon jamaah haji hendaknya dibuka kepada publik, paling tidak melalui situs
web, sehingga semua pihak bisa mengontrol dan calon jamaah haji juga bisa
mempersiapkan diri.
Ketiga,
penyelenggara perlu mela kukan pengawasan secara berkala--bila perlu setiap
hari--ke daerah-daerah untuk mengetahui kondisi calon jamaah haji yang akan
berangkat. Dengan demikian, jika ada calon jamaah haji yang meninggal,
informasi ini bisa langsung sampai ke penyelenggara dan proses penggantiannya
bisa diurus secepatnya.
Keempat,
penyelenggara hendaknya mempererat kerja sama dengan Ke dutaan Besar Arab
Saudi agar visa calon jamaah haji yang batal berangkat bisa dibatalkan (cancelled) dan digunakan untuk calon
jamaah pengganti secepatnya.
Diharapkan
tahun depan kita tidak lagi mendengar berita soal kuota belum terisi atau
bahkan hangus. Semoga "kuota
hangus nol persen" bisa terwujud mulai tahun ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar