Rabu, 24 September 2014

Informasi Budaya Lokal

Informasi Budaya Lokal

Hadi Priyanto ;   Penulis buku Legenda Jepara, Kabag Humas Setda Jepara
SUARA MERDEKA, 22 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Jauh sebelum  Ratu Sima berkuasa pada abad VI, dalam mitos Jawa nama Ujungpara telah lama dikenal sebagai daerah kekuasaan Sendang Garba, yang kerap dijuluki  ’’rajanya’’ kaum pedagang. Ia anak kedua Raja Medang Kemulan Sri Prabu Kandiawan, yang menguasai wilayah hingga Cajonan atau Juana (kini Juwana, Pati).

Dua wilayah ini berhasil dikembangkan menjadi salah satu pusat perdagangan. Sayang, setelah berkonflik, sang adik bernama Dandang Gendis, merebut dua wilayah tersebut dan memindahkan semua penduduk ke Tuban. Nama Jungpara juga muncul dalam catatan  perjalanan Tome Pires ke Jawa.

Pires menyebut, pada 1470 Masehi wilayah yang baru dihuni 90-100 orang dan merupakan daerah kekuasaan Demak itu dipimpin Arya Timur. Puncak kejayaan Jepara dicapai sewaktu Ratu Kalinyamat berkuasa. Ketika itu Jepara sedemikian penting karena menjadi bandar terbesar di pesisir utara Jawa. Jungpara juga memiliki armada laut sangat kuat.

Perjalanan sejarah Jepara kemudian ditandai kehadiran Raden Adjeng (RA) Kartini  yang dikenal sebagai pahlawan emansipasi. Orang mengenalnya sebagai pejuang kaum perempuan kendati yang dia lakukan jauh lebih besar. Capaian persamaan hak hanya sasaran antara untuk membangun peradaban bangsa.

Kartini sejatinya berperan besar dalam mengubah orientasi seni ukir jadi industri kerajinan. Perjalanan panjang sejarah tentu meninggalkan banyak ragam budaya dan kearifan lokal. Potensi yang sangat lengkap itu makin prospektif andai dikembangkan jadi konsep pembangunan eduwisata, memadukan education dengan tourism.

Bila kita benar-benar ingin mengembangkan pariwisata, dan bahkan mengembangkan masyarakat yang bertumpu pada kearifan dan budaya lokal,  informasi tentang budaya lokal yang tersusun dan terkelola dengan baik merupakan sebuah keniscayaan. Ada beberapa manfaat dari penyusunan dan pengelolaan informasi budaya itu.

Peneguhan Komitmen

Pertama; sebagai media mentransformasikan budaya antargenerasi. Ini sangat penting untuk membangun benteng bagi penetrasi budaya asing yang sedemikian kuat melalui berbagai macam media. Informasi budaya dapat menjadi bahan pembelajaran bagi generasi muda.
Kedua; sebagai salah satu unsur penunjang pembangunan masyarakat, yang memiliki karakter yang terbangun dari akar budaya sendiri. Ketiga; menumbuhkan kebanggaan masyarakat yang pada gilirannya diharapkan mendorong tumbuhnya kesediaan untuk melestarikan dan mengembangkannya.

Supaya budaya dan kearifan lokal bisa menjadi salah satu kekuatan pengembangan pariwisata di daerah, pemangku kepentingan perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama; peneguhan komitmen para pemangku kepentingan. Pengutamaan pembangunan fisik objek wisata ketimbang kegiatan yang bernuansa budaya harus menjadi bagian komitmen bersama..

Kedua; rekonstruksi budaya lokal. Sejujurnya, budaya masa lalu kita makin samar-samar dan tidak dipahami generasi muda. Kesungguhan untuk merekonstruksi budaya lokal akan menjadi bagian penting berkait pengembangan eduwisata yang berbasis budaya.

Ketiga; mengeksplorasi potensi budaya lokal supaya wisatawan lebih banyak mendapat informasi mengenai objek yang bakal dikunjungi atau dipilih. Keempat; dari karyawan biro perjalanan hingga pemandu wisata perlu memiliki pengetahuan lengkap tentang budaya dan kearifan lokal. Data itu diolah jadi informasi menarik untuk disampaikan kepada wisatawan.

Kelima; menyusun paket eduwisata dengan harga kompetitif dan juga memasarkannya  lewat website. Keenam; kreatif mengemas event budaya. Keenam; memperkuat sinergi. Sinergitas antara budaya lokal dan pengeloaan objek wisata bisa menjadi model positif mengingat budaya dan periwisata bagaikan sekeping mata uang logam. Perlu penguatan pengembangan pariwisata yang sejalan dengan pengembangan budaya.

Pembangunan daya tarik wisata harus mendasarkan pembangunan masyarakat sekaligus budaya mereka supaya tidak mengalami kegersangan makna dan lebih membawa arti bagi masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar