Sabtu, 18 Januari 2014

Bijak Mengelola Pajak Koperasi

Bijak Mengelola Pajak Koperasi

Adenk Sudarwanto  ;  Konsultan Manajemen,
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Semarang
SUARA MERDEKA,  18 Januari 2014
                                                                                                                       


“Menghindari pajak bukan sesuatu yang dilarang sepanjang dilakukan dalam bingkai peraturan perpajakan”

TIAP akhir tahun, semua badan usaha, termasuk koperasi, wajib menyusun laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan, perhitungan pendapatan, arus kas, dan bahan ekuitas. Dari laporan keuangan akan diketahui berapa kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi dan dibayarkan kepada negara.

Koperasi sebagai badan usaha yang memiliki kesetaraan dengan badan usaha lain (BUMN dan swasta) punya kewajiban yang sama sebagai wajib pajak, yang harus memenuhi ketentuan perpajakan. Secara umum perkembangan koperasi di Indonesia tercatat sekitar 190 juta, sebagian besar berskala ekonomi menengah ke bawah.

Keberadaannya belum memiliki mindset entrepreneurship yang kuat, dan tetap berharap mendapat bantuan dari pemerintah. Karena itu, anggapan bahwa koperasi masih identik dengan masyarakat kelompok menengah ke bawah tidaklah keliru. Karakteristik  koperasi umumnya kurang peka terhadap perubahan lingkungan bisnis.

Di tengah persaingan ketat, eksistensi koperasi terhadap lingkungan memang kian terasa. Terutama oleh anggota yang loyal memanfaatkan koperasi. Membangun loyalitas anggota perlu kreativitas dan harus betul-betul memberikan bukti nyata kemanfaatannya. Jika tidak maka koperasi akan ditinggalkan anggotanya.

Permasalahan yang dihadapi koperasi pada umumnya berkait dengan kewajiban perpajakan. Sementara era bisnis saat ini dituntut cepat dan akurat, termasuk soal informasi keuangan. Di sisi lain, Ditjen Pajak ditugasi pemerintah untuk mencapai target penerimaan negara yang jumlahnya terus meningkat tiap tahun.

Cepat atau lambat, dengan melihat indikasi saat ini sudah seharusnya koperasi menyadari  posisinya sebagai wajib pajak dan konsekuen melaksanakan kewajiban. Permasalahan yang harus dicari solusinya adalah bagaimana mengelola pajak tapi dengan tetap meningkatkan kesejahteraan anggota.

Prinsip dasar berkoperasi adalah dari, oleh, dan untuk  anggota. Dengan kata lain kehadiran koperasi harus bisa meningkatkan kesejahteraan anggota. Karena itu, partisipasi anggota memegang peranan penting supaya koperasi berkemampuan going concern. Jadi, peningkatan kesejahteraan anggota sangat bergantung pada partisipasi anggota.

Untuk itu, wajar bila anggota yang berpartisipasi memperoleh porsi kesejahteraan lebih besar dibanding yang tidak berpartisipasi. Bentuk kesejahteraan sebagai balas jasa atas partisipasi anggota selama ini hanya berupa bagian SHU. Berpijak pada filosofi dasar koperasi, yaitu peningkatan kesejahteraan anggota maka perlu gagasan transformasi pendapatan koperasi ke bentuk lain, semisal simpanan atau sertifkat modal koperasi (SMK).

Pendapatan negara dalam wujud pajak digunakan untuk membiayai pembangunan. Di sisi lain, koperasi berkewajiban menyejahterakan anggota. Dengan kewajiban membayar pajak tentu kesejahteraan (SHU) yang diperoleh anggota koperasi akan berkurang. Karena itu, saatnya kita menyikapi dan mengelola kewajiban perpajakan secara bijak supaya kesejahteraan anggota juga tetap terwujud.

Upaya meminimalisasi pajak secara eufimisme sering disebut perencanaan pajak (tax planning). Perencanaan pajak merujuk proses merekayasa usaha atau transaksi wajib pajak supaya pajak berada dalam jumlah minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun perencanaan pajak juga dapat berkonotasi positif sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap dan tepat waktu.

Bingkai Peraturan

Menghindari pajak bukan sesuatu yang dilarang, sepanjang dilakukan dalam bingkai peraturan perpajakan. Artinya upaya itu dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan anggota koperasi namun tetap melaksanakan kewajiban tanpa harus memanipulasi besar pajak. Secara logika upaya mengurangi beban pajak adalah dengan mengurangi jumlah pendapatan sebagai objek pajak.

Sumber penerimaan terbesar negara kita adalah dari sektor perpajakan. Karena itu, perlu menyadari bahwa pajak bukan sesuatu yang merisaukan dan tidak perlu menghindari. Melalui perpajakan aktivitas pembangunan untuk menyejahterakan bangsa bisa diwujudkan. Di sisi lain bangun ekonomi berupa koperasi juga menjadi amanat negara untuk menumbuhkan kehidupan koperasi.

Koperasi berkewajiban menyejahterakan anggota. Dengan adanya pajak tentu kesejahteraan (SHU) yang diperoleh anggota koperasi akan berkurang. Dengan demikian, saatnya kita menyikapi dan mengelola kewajiban perpajakan secara bijak supaya  kesejahteraan anggota koperasi juga bisa terwujud.

Bukan hal mustahil bahwa dengan melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai aturan, koperasi bisa tetap meningkatkan kesejahteraan anggota. Bentuk pengelolaan pajak dengan transformasi tersebut perlu pengkajian  mendalam dari aspek perpajakan dan perkoperasian. Jika gagasan itu dipandang sebagai suatu langkah tepat, tentu memerlukan pembakuan.

Dukungan dari Kementerian Koperasi dan UKM serta Ditjen Pajak Kementerian Keuangan berupa penerbitan aturan baru yang meringankan anggota koperasi akan lebih memberikan kepastian hukum. Transformasi sebagian pendapatan jasa menjadi bentuk simpanan kesejahteraan anggota atau sertifikat modal koperasi juga bisa menjadi solusi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar