Kamis, 04 Juli 2013

Menjelang Pilpres 2014

Menjelang Pilpres 2014
Indra J Piliang ;   Ketua Dewan Pelaksana Balitbang DPP Partai Golkar 
SUARA KARYA, 03 Juli 2013


Sejumlah nama akan bertarung dalam Pilpres 2014. Yang pertama adalah Aburizal Bakrie, calon presiden dari Partai Golkar. Kedua, Prabowo Subianto dari Partai Gerindra. Ketiga, Wiranto dan pasangannya, Harry Tanoesoedibjo, dari Partai Hanura. Di luar ketiga nama itu, partai-partai politik lain masih melihat perkembangan. Dua partai politik yang kemungkinan mengajukan capres adalah PDIP dan Partai Demokrat.

Diperkirakan, lima pasangan capres-cawapres tampil bersaing--sama dengan pada Pilpres 2004. Namun, mengingat ketatnya persaingan meraih kursi DPR, yang diikuti oleh 12 partai politik nasional, lima pasangan itu terasa optimistis. Analisis objektif memang capres-cawapres bisa dihadirkan 3-5 pasangan, mengingat syarat dukungan DPR untuk itu adalah 20 persen kursi atau 25 persen jumlah pemilih dalam pemilu legislatif yang digelar 9 April 2014. Pengalaman dua kali pilpres, yakni tahun 2004 dan tahun 2009, lima dan tiga pasangan bisa tampil.

Sejumlah lembaga survei sudah menunjukkan hasil. Prabowo Subianto menempati urutan pertama, disusul Aburizal Bakrie dan Megawati Soekarnoputri. Elektabilitas Prabowo dan Aburizal Bakrie menanjak. Sebaliknya Megawati menurun. Dibanding nama Wiranto, misalnya, nama Prabowo dan Aburizal selalu menempati urutan atas. Elektabilitas Megawati pernah di atas. Namun, keikutsertaannya dalam Pilpres 2004 dan Pilpres 2009 juga menjadi alat ukur. Memang, negara-negara di kawasan Asia-Pasifik belum sepenuhnya stabil. Contoh mutakhir adalah terpilihnya (kembali) Nawaz Syarif sebagai Perdana Menteri Pakistan dan Kevin Rudd sebagai Perdana Menteri Australia.

Nama baru yang banyak disebut adalah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (PDIP) dan mantan Kepala Staf TNI-AD Pramono Edhie Wibowo (Partai Demokrat). Keduanya menjadi sorotan pada bulan lalu terkait survei yang menempatkan Jokowi di urutan atas dan bergabungnya Pramono Edhie Wibowo ke dalam Partai Demokrat. Kedua nama itu diperkirakan masuk daftar pertanyaan lembaga-lembaga survei--sampai Pilpres 2014 benar-benar dihelat.

Bagi Partai Golkar, pencapresan Aburizal Bakrie sudah bersifat final. Namun, dibanding Wiranto yang sudah berpasangan dengan Harry Tanoesoedibjo, Aburizal masih diberi beban oleh Partai Golkar untuk menemukan pasangan yang tepat. Nama Joko Widodo dan Pramono Edhie Wibowo ada dalam daftar yang disebut oleh politikus Partai Golkar. Keduanya dianggap memiliki massa yang kuat di Pulau Jawa.

Walaupun begitu, hasil survei Indonesian Research Center (IRC) menunjukkan bahwa pendukung terbesar Aburizal justru berasal dari Pulau Jawa -- berkebalikan dengan Joko Widodo yang berasal dari luar Pulau Jawa. Ini membuktikan bahwa metode blusukan yang ditempuh Aburizal menunjukkan hasil signifikan. Sementara kehadiran Jokowi di luar Pulau Jawa lebih banyak terlihat lewat pemberitaan masif media massa. Jokowi tetap menjadi sosok populis akibat efek media tersebut.

Setahun menjelang pilpres, itu tentu menaikkan tensi politik. Mau tidak mau, Partai Golkar perlu bekerja lebih keras lagi mengingat, menurut IRC, baru sekitar 38 persen pemilih Partai Golkar yang memilih ketua umumnya untuk menjadi presiden. Sisanya 62 persen masih tersebar ke kandidat lain. Salah satu tugas Badan Koordinasi Pemenangan Pemilu yang dibentuk DPP Partai Golkar adalah menyatukan pemilih Partai Golkar dengan pemilih Aburizal Bakrie. Persatuan itu minimal akan berdampak elektoral yang baik, yakni menyaingi dan mengalahkan Prabowo Subianto.


Masih ada waktu untuk bekerja ke arah itu. Hanya saja, waktu memang sangat berharga dan susah untuk dibeli. Kerja keras seluruh kaderlah yang bisa memastikan kemenangan, baik bagi Partai Golkar maupun bagi Aburizal Bakrie. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar