Lanskap
Pilpres 2014
|
SUARA
MERDEKA, 23 Januari 2013
BAGAIMANA peta persaingan
pemilihan presiden tahun 2014? Masih samar-samar dan tidak mudah untuk
menerawang. Satu hal yang pasti adalah akan berlangsung seru karena incumbent
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak lagi ikut bertarung. Pakar politik
cenderung berhati-hati berbicara karena dinamika politik semakin lentur,
untuk tidak mengatakan makin sulit memahami politik di negeri ini. Walaupun
kenyataannya hasil survei tersedia dan bisa diperbarui tiap saat.
Maka menarik untuk menyimak
”Teori Politik JK” yang lucu dan sederhana tentang Pilpres 2014. Mantan
wapres itu mengatakan, memahami politik saat ini, khususnya menjelang
pilpres, tidaklah sulit. Pilpres ibarat Indonesian Idol atau pentas para
musisi yang akan dinilai masyarakat. Penyanyi membutuhkan group band sebagai
pengiring dan sebaliknya band harus mempunyai vokalis karena kalau tidak
hanya memainkan musik instrumentalia.
Sekarang ini ada penyanyi yang
dianggap bagus tetapi tidak punya band, dan sebaliknya ada band yang sangat
hebat tetapi masih kesulitan mencari penyanyi, atau mempunyai penyanyi namun
dianggap belum bisa diandalkan. Belum ada yang sudah memiliki keduanya yakni
penyanyi bagus dan band yang hebat.
Tentu kita paham dengan apa
yang dimaksud. Golkar termasuk partai yang sekarang ini berada pada urutan
teratas berdasarkan hasil survei, namun calon presidennya, Ketua Umum DPP
Aburizal Bakrie (ARB) belum bisa diandalkan karena elektabilitasnya cenderung
menurun.
Sementara Partai Demokrat
sebagai pemenang Pemilu 2009 belum mempunyai calon sama sekali, paling tidak
sekarang ini. Partai itu selalu berdalih belum saatnya membicarakan capres.
Bagaimana dengan PDIP? Juga sama, yakni belum jelas siapa yang akan
dicapreskan. Kongres partai itu hanya mengamanatkan Ketua Umum DPP Megawati
Soekarnoputri untuk memutuskan siapa ”penyanyi” tetapi tidak mengharuskan
sang ketua umum untuk menjadi capres lagi setelah dua kali kalah dalam
Pilpres 2004 dan 2009.
Partai-partai menengah, seperti
Partai Amanat Nasional (PAN) sudah memutuskan Ketua Umum Hatta Rajasa sebagai
capres. Demikian juga Partai Gerindra yang akan mengusung Prabowo Subianto,
dan Partai Hanura yang kemungkinan masih mencalonkan Wiranto.
Namun kita tahu partai-partai
itu belum tentu bisa mencalonkan karena presidential threshold yang cukup
tinggi. Tahun 2009 sebesar 20 persen perolehan suara dan atau 25 persen kursi
di DPR. Mereka diibaratkan sudah ada penyanyi dan band tetapi keduanya belum
bisa dipastikan ikut perlombaan.
Sementara tidak bisa dimungkiri
realitas yang berkembang, yakni kemunculan beberapa tokoh yang dianggap
memiliki kredibilitas, integritas, sangat kompeten, dan yang penting
elektabilitas yang relatif baik tetapi tidak mempunyai partai politik. Mereka
antara lain mantan wapres Jusuf Kalla dan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud
MD.
Otak-atik Pasangan
Melihat lanskap itu, yang
sangat mungkin terjadi adalah justru banyak partai yang mencari figur untuk
dicapreskan. Atau membuat kombinasi yang paling baik untuk pasangan
capres-cawapres dengan pertimbangan elektabilitas. Maka survei tetap menjadi
andalan untuk memotret keadaan dan memprediksi tingkat elektabilitas. Partai
Demokrat tampaknya akan cukup kesulitan kalau mengandalkan kader dari
dalam. Bahkan Partai Golkar pun masih bisa goyang dan kurang mantap dengan
ketua umumnya.
Sebaliknya capres-capres yang
telah memiliki partai, tetapi termasuk papan tengah, juga belum tentu bisa
mencalonkan diri, seperti Prabowo Subianto atau Hatta Rajasa. Itulah yang
membuat prediksi masih serbasamar-samar karena kelenturan politik makin
menjadi-jadi dan 2013 sesungguhnya adalah tahun pencarian. Yakni, mencari
siapa capres dan akan dipasangkan dengan cawapres siapa.
Sayang, berandai-andai
kemunculan capres dan cawapres di luar nama-nama itu juga makin tidak
terbayangkan. Walaupun keinginan ada capres dan cawapres yang lebih muda
selalu didengungkan, panggung politik Indonesia, khu-susnya dalam pilpres,
belum memberikan ruang bagi mereka. Se-andainya ketua umum partai yang
relatif paling muda seperti Anas Urbaningrum (partainya) tidak tersandung
masalah korupsi Hambalang, peta itu mungkin agak sedikit berbeda.
Mengotak-atik pasangan untuk
diduetkan akan menjadi sebuah pekerjaan menantang bagi para petinggi partai
meskipun hal itu baru bisa dilakukan dengan pasti setelah pemilihan umum
legislatif digelar. Karena dari sana akan diketahui peta kekuatan dan
kemungkinan sebuah partai untuk mengusung capres dan cawapres.
Untuk saat ini, otak-atik
pasangan baru sebatas simulasi. Pertim-bangan tradisional dan konvensional
masih menjadi acuan, seperti nasionalis-Islam, Jawa-luar Jawa, tua-muda dan
sebagainya. Walau-pun melihat fenomena Pilgub DKI Jakarta 2012, berbagai
kejutan bisa terjadi dan pemilih sudah mulai berjalan dengan rasionalitas
mereka. Apalagi pada pesta demokrasi tahun depan, struktur pemilih mulai agak
ber-ubah, terutama dengan pertambahan jumlah pemilih usia muda secara
signifikan.
Sandera Partai
Bagaimanapun kelak
perkembangannya, yang jelas pilpres tetap akan disandera partai politik
karena undang-undang mengatur demi-kian. Jumlah partai yang akan bertarung
dalam Pemilu 2014 hanya 10 dan diperkirakan lolos semua di Senayan dengan
ambang batas parlemen 3 persen. Maka, bagaimana partai politik menyiapkan
capres dan cawapres akan sangat menentukan karena rakyat tidak boleh
mempunyai pilihan lain selain itu.
Muncul aspirasi agar ambang
batas untuk pencalonan presiden dikurangi, katakanlah sama dengan ambang
batas parlemen, agar capres bisa bertambah banyak dan pilihan yang disodorkan
kepada rakyat pun bervariasi.
Namun tampaknya partai-partai
besar akan sulit melepaskan hegemoninya dan itulah yang mengakibatkan mereka
akan menyandera rakyatnya sendiri dalam pemilihan presiden.
Kita masih bisa berpikir
positif dan optimistis karena bagaimanapun partai-partai politik belajar dari
pemilu ke pemilu. Mereka ingin menang dan berkuasa maka proses penentuan
capres dan cawapres akan lebih mengutamakan elektabilitas figur. Pemilihan
presiden itu memilih figur, bukan partai. Sudah terbukti untuk kali ke sekian
tidak ada korelasi yang kuat antara parpol dan capres.
Maka diharapkan partai-partai
itu akan memilih figur yang sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.
Sekali lagi, survei dan pollingbisa menjadi indikator selain rekam jejak
masing-masing yang sudah pasti bisa dilihat bersama. Ada harapan bagi
penyanyi yang tidak mempunyai band karena band yang bagus pun masih akan
mencari penyanyi andal. Atau setidak-tidaknya sebagai pasangan duet untuk
memenangi persaingan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar