Gerakan Ekonomi Buruh
Dodi Mantra ;
Anggota Koperasi Riset Purusha;
Pegiat Aliansi Pemuda Pekerja
Indonesia (APPI)
|
KOMPAS, 03 Mei 2016
Apalagi cita-cita
perjuangan gerakan buruh, jika bukan kebebasan dari segala bentuk penindasan?
Tak bisa disangkal, bahwa penindasan adalah sesuatu yang tidak mungkin enyah
dari kehidupan buruh. Pengisapan nilai kerja, ketimpangan, dan ketidakadilan
adalah satu paket yang integral dari identitas buruh. Terkecuali jika buruh
bergerak membebaskan diri dan keluar dari identitasnya sebagai buruh.
Hal ini hanya bisa
dicapai jika perjuangan buruh dikerahkan menuju terwujudnya suatu bentuk
penghidupan di mana kebutuhan dapat dipenuhi melalui pengorganisasian ekonomi
secara otonom dan mandiri. Pengorganisasian aktivitas ekonomi yang berjalan
tanpa berlandaskan dan mensyaratkan perbedaan serta ketimpangan di dalam
relasi sosial buruh-pengusaha. Sebuah organisasi ekonomi, di mana
kolektivitas dan kesetaraan menjadi pilar utamanya.
Koperasi adalah
perwujudannya. Di Indonesia, meskipun diamanatkan konstitusi, keberadaan
koperasi masih berada di sisi pinggir dari perekonomian. Hal ini berbeda
dengan di banyak negara lain, di mana koperasi justru memperlihatkan geliat
pertumbuhan dan keberhasilan yang semakin nyata, pesat, dan luas. Bahkan di
negara-negara industri maju, koperasi mulai menjadi pemompa denyut nadi
perekonomian masyarakatnya.
Di Perancis, jumlah
koperasi pekerja (worker cooperatives) justru meningkat 14,20 persen pada
masa krisis ekonomi 2008-2011 (Eum, Dovgan, dan Terrasi, 2012). Perubahan
struktur kegiatan produksi di Perancis juga berlangsung seiring geliat
pertumbuhan koperasi ini.
Kegiatan produksi yang
tadinya berlangsung di dalam bingkai perusahaan, diubah menjadi koperasi
pekerja. Dinamika ini terjadi seiring banyaknya perusahaan mengalami
kebangkrutan akibat krisis. Lewat kekuatan kolektif pekerja dan dana
kompensasi yang mereka peroleh, mereka membeli perusahaan-perusahaan itu dan
mengubahnya jadi koperasi pekerja.
Ketika bertransformasi
menjadi koperasi, mutlak kegiatan usaha itu menjadi milik seluruh anggota
yang tadinya buruh. Sehingga, terhapuslah perbedaan, ketimpangan, dan
ketidaksetaraan di antara pengusaha dan pekerja. Koperasi-koperasi ini
terbukti juga memiliki daya tahan terhadap krisis.
Di sektor perbankan,
misalnya, di tengah hantaman krisis yang meluluhlantakkan perbankan di
negara-negara maju, tak satupun bank koperasi yang kolaps (Eum, Dovgan, dan
Terrasi, 2012). Demikian pula di sektor lain (Birchall dan Ketilson, 2009).
Potensi di Indonesia
Gerakan buruh di
Indonesia pun memiliki potensi sangat besar untuk dapat membangun kekuatan
ekonomi berbasis koperasi. Alasannya, pertama, gerakan buruh di Indonesia
telah berhasil membangun kekuatan berbasis pengorganisasian jumlah anggota.
Jumlah adalah basis utama kekuatan gerakan buruh di tengah relasi yang
berlandaskan pada kepemilikan kapital secara timpang. Menurut data
Kementerian Ketenagakerjaan, pada 2015 jumlah anggota serikat pekerja di
Indonesia mencapai 3.414.455 orang, tersebar di 11.852 serikat pekerja
tingkat perusahaan dan 170 serikat BUMN, yang sebagian besar tergabung ke
dalam 101 federasi dan delapan konfederasi.
Kedua, gerakan buruh
di Indonesia juga menunjukkan kapasitas pengorganisasian anggota ke dalam
bangun organisasi yang cukup tertata dan terkoordinasi. Membentang mulai dari
jenjang pimpinan unit kerja atau serikat pekerja tingkat perusahaan, hingga
ke tingkatan federasi dan konfederasi, agenda, dan program perjuangan buruh
berjalan. Ketiga, gerakan buruh tiga tahun terakhir juga memperlihatkan
sebuah dinamika baru, yang jangkauannya telah menyentuh agenda perjuangan dan
pengorganisasian kekuatan politik di ranah legislatif dan eksekutif. Sebuah
dinamika, yang sesungguhnya membuktikan kapasitas gerakan buruh dalam
mengorganisasikan jumlah anggota menjadi kekuatan politik yang patut
diperhitungkan.
Selaras dengan
kapasitas dan potensi yang dimiliki gerakan buruh, koperasi pun menyandarkan
kekuatan ekonominya pada agregasi kekuatan kolektif yang dimiliki anggota. Itulah
kenapa koperasi merupakan perkumpulan orang bukan perkumpulan kapital. Kunci
dari keberhasilan koperasi terletak pada pengorganisasian kekuatan anggota
secara kolektif untuk mencapai satu tujuan yang sama.
Dalam membangun
kekuatan ekonomi, gerakan buruh berpotensi mengorganisasikan kekuatan
finansial yang besar berbasis iuran anggota bulanan. Sebagai contoh, dengan
iuran, misalnya, sebesar Rp 20.000 per bulan, sebuah konfederasi serikat
pekerja dengan anggota 200.000 orang, dapat menghimpun dana hingga Rp 4
miliar per bulan. Dalam setahun, sedikitnya dapat terhimpun hingga Rp 48
miliar di dalam konfederasi tersebut.
Sayangnya, selama ini
dana tersebut bukan dikerahkan untuk membangun kekuatan ekonomi kolektif
buruh, di mana kebebasan dari sistem yang mensyaratkan eksploitasi atas
kehidupan mereka dapat diretas. Dana tersebut justru dipakai untuk membiayai
perjuangan perlindungan dan menjamin hak buruh di dalam suatu sistem yang
sama. Sistem yang keberlangsungannya selalu mensyaratkan ketimpangan dan eksploitasi
buruh.
Potensi kekuatan
ekonomi yang terbangun akan lebih besar lagi jika berbasis simpanan. Melalui
simpanan, dana yang disetorkan tetap jadi milik anggota, yang kemudian
dialokasikan untuk membiayai kegiatan usaha bersama. Dengan basis simpanan Rp
10.000 per bulan, sebuah koperasi konfederasi serikat pekerja beranggotakan
200.000 orang, dapat mengumpulkan simpanan Rp 2 miliar per bulan, atau Rp 24
miliar setahun.
Dengan dana sebesar
ini, berapa hektar lahan yang dapat dimiliki secara kolektif oleh seluruh
anggota koperasi guna memproduksi kebutuhan pangan berkualitas bagi mereka
dan keluarga. Atau, membangun unit produksi tekstil secara kolektif yang
dapat memenuhi kebutuhan sandang, seperti pakaian sekolah bagi anak-anak
mereka, yang tentunya berkualitas sekaligus dengan harga murah. Bahkan,
menyediakan kebutuhan perumahan, pendidikan, dan pelayanan kesehatan secara
kolektif bagi anggotanya. Jika kekuatan ekonomi kolektif ini terus dibangun,
bisa dibayangkan berapa ribu dari anggota konfederasi serikat pekerja yang
akhirnya tak lagi harus bekerja sebagai buruh guna memenuhi kebutuhan hidup
mereka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar