Senin, 20 Januari 2014

Prospek Ekonomi di Tahun Politik

Prospek Ekonomi di Tahun Politik

Firmanzah  ;   Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
KORAN SINDO,  20 Januari 2014
                                                                                                                        


Di berbagai kesempatan, sejumlah investor, baik dalam maupun luar negeri, bertanya kepada saya mengenai ekonomi Indonesia di tahun politik 2014. 

Fokus perhatian mereka terpusat pada sejumlah hal. Pertama, apakah Indonesia akan mampu mempertahankan kinerja ekonomi di saat dinamika politik tinggi? Kedua, bagaimana keberlanjutan program-program pembangunan yang tengah berjalan, terutama pembangunan infrastruktur dan sektor riil? Ketiga, apakah transisi kepemimpinan dapat menjamin stabilitas kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil terus dipertahankan? 

Ketiga pertanyaan besar ini merangkum perhatian khusus banyak pihak, bagaimana ekonomi Indonesia berjalan di tengah kontestasi politik, sementara tantangan dari perekonomian global juga masih akan terus terjadi. Tahun 2014 merupakan tahun krusial bagi Indonesia dan mengingatkan kita pada bagaimana ekonomi Indonesia di tahun politik, yaitu 1999, 2004, dan 2009. 

Meski secara detail ketiga periode tersebut memiliki karakteristik unik bila dibandingkan dengan 2014, terdapat sejumlah tren dan arah kesamaan kondisi, di antaranya pembangunan ekonomi dijalankan di tengah persaingan politik. Bahkan bila dibandingkan dengan 2009, situasi 2014 memiliki kemiripan, yaitu satu tahun sebelumnya ekonomi nasional menghadapi tantangan yang bersumber dari lingkup eksternal. 

Bila pada 2009 kita fokus untuk memitigasi dampak krisis subprime-mortgage, pada 2014 ekonomi kita juga masih harus memitigasi risiko gejolak pasar keuangan dunia akibat pengurangan stimulus moneter Bank Sentral Amerika Serikat (AS). Secara umum ekonomi Indonesia satu tahun jelang Pemilu 2014 semakin menunjukkan resiliensi. Pertumbuhan ekonomi 2013 diperkirakan berada dalam rentang 5,7-5,8%. 

Produk domestik bruto (PDB) nominal pada 2013 mencapai lebih dari USD946 miliar. Rasio defisit fiskal terhadap PDB tetap terjaga sehat di bawah 3%. Realisasi investasi diperkirakan melampaui Rp390 triliun. Inflasi 2013 sebesar 8,38% jauh lebih kecil dibandingkan dengan inflasi di mana pemerintah juga menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM)bersubsidi pada 2005, yaitu 17% dan di 2008 sebesar 11%.

Cadangan devisa juga semakin kuat dan mencapai USD99,4 miliar. Sementara kredit investasi, modal kerja, dan konsumsi, meskipun melambat,masih menunjukkan peningkatan signifikan. Pencapaian ini akan menjadi modal berharga bagi ekonomi Indonesia menghadapi tahun politik 2014. 

Untuk memahami bagaimana ekonomi di tahun politik ada baiknya kita melihat apa yang terjadi pada periode pemilu sebelumnya, yaitu 1999, 2004, dan 2009. Sejumlah data ekonomi menunjukkan kinerja ekonomi nasional cenderung tumbuh positif di tahun pergantian kepemimpinan nasional. Tahun 1999, pascapertumbuhan minus 13,8% di 1998 akibat krisis multidimensi, pertumbuhan ekonomi kembali positif menjadi sebesar 0,79%. 

Bahkan pertumbuhan konsumsi di triwulan II dan III di masa Pemilu 1999 tercatat tertinggi pascakrisis 1998 dan mencapai di atas 7%. Aktivitas penyelenggaraan Pemilu 1999 telah memberi andil besar pada peningkatan konsumsi sepanjang periode tersebut. Indeks harga saham gabungan (IHSG) sepanjang tahun tumbuh positif 70% secara agregat. 

Begitu juga Pemilu 2004 dengan tantangan yang berbeda mengingat beberapa bulan setelah transisi kepemimpinan terjadi bencana tsunami Aceh dan beberapa bencana alam lainnya. Tahun 2004 merupakan periode penataan kelembagaan dan peletakan fondasi perekonomian nasional yang kokoh. Sepanjang 2004, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,13%. 

Dari sisi sektoral, pertumbuhan terjadi di semua sektor ekonomi, kecuali pertambangan dan penggalian dengan variasi pertumbuhan 7–12%. Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga, ekspor-impor, dan pembentukan modal tetap menjadi katalis pertumbuhan sepanjang 2004. IHSG juga mengalami kenaikan sepanjang 2004 sebesar 46%. Di tahun 2009 atau pascakrisis global 2008, ekonomi nasional masih dapat mempertahankan kinerja positif, termasuk di saat digelarnya pemilu. 

Pertumbuhan ekonomi masih dapat dipertahankan positif di level 4,6%. Pendapatan per kapita 2009 mampu ditingkatkan menjadi 23,6 juta dibandingkan 10,4 juta di 2004. Cadangan devisa di akhir 2009 melonjak hingga mencapai USD66,1 miliar atau dua kali lipat dari 2004, USD36 miliar. IHSG sepanjang 2009 tumbuh hingga 87%. 

Konsumsi rumah tangga, investasi, dan sektor industri sepanjang 2009 menjadi katalis yang mempertahankan pertumbuhan positif di tengah tertekannya ekonomi dunia pasca-2008. Lantas bagaimana dengan ekonomi Indonesia di tahun 2014? Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat kabinet paripurna, Kamis (16/ 1), telah menginstruksikan dua hal penting yang menjadi prioritas ekonomi di tahun 2014. 

Pertama, pentingnya menjaga stabilisasi harga, terutama pangan dan memastikan kecukupan pasokannya. Kedua, arah pembangunan nasional tetap mengedepankan upaya menciptakan lapangan pekerjaan baru dan menekan sekecil mungkin angka pengangguran. Sementara pembangunan sejumlah proyek infrastruktur dan sektor riil akan terus dipercepat untuk meningkatkan daya saing nasional. 

Terkait dengan memitigasi munculnya gejolak di pasar keuangan dunia, saat ini Indonesia memiliki kelengkapan kelembagaan yang jauh lebih baik dibandingkan periode sebelumnya. Otoritas moneter, fiskal, dan sektor riil terus melakukan koordinasi sekaligus simulasi atas semua kemungkinan yang dapat membahayakan perekonomian nasional. 

Sejumlah mekanisme koordinasi yang berjalan baik seperti forum koordinasi stabilitas sistem keuangan dan komunikasi antarpimpinan lembaga negara telah memberikan andil sangat besar bagi pemantapan stabilitas ekonomi dan politik nasional. Penataan koordinasi dan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah juga terus ditingkatkan. 

Semakin baiknya koordinasi pusat-daerah tecermin dari keberhasilan pengendalian inflasi serta hal-hal lainnya, termasuk penanganan korban bencana alam yang akhirakhir ini terjadi. Kembali pada pertanyaan sejumlah kalangan di awal tulisan ini, sepertinya kita perlu optimistis, ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh positif di tengah hiruk-pikuk Pemilu 2014. 

Hal ini ditambah dengan realitas kedewasaan dan kematangan masyarakat Indonesia dalam berpolitik yang juga semakin tinggi. Saya juga optimistis, siapa pun pemimpin Indonesia yang akan terpilih memimpin periode 2014–2019 akan meneruskan capaian dan kinerja positif dari para pemimpin sebelumnya, sekaligus membenahi dan melengkapi hal-hal yang belum tuntas dan masih menjadi tantangan bagi perekonomian nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar