Minggu, 19 Januari 2014

Pemerintah Harus Konsekuen Terapkan UU Minerba

Pemerintah Harus Konsekuen Terapkan UU Minerba

Masdarsada  ;  Peneliti Senior di Kajian Nusantara Bersatu;
Alumnus Pasca Sarjana Kajian Strategik Intelijen (KSI), Universitas Indonesia
DETIKNEWS,  12 Januari 2014
                                                                                                                       


Pada 12 Januari 2014 ini ekspor mineral mentah tidak boleh lagi dilakukan. Jika ada perusahaan tambang yang masih melakukan ekspor maka dianggap sebagai perbuatan ilegal sehingga dapat diproses secara hukum. Pelarangan ekspor tersebut sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UU No.4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), dimana pemerintah sebelumnya sudah memberikan tenggang waktu selama 5 tahun kepada perusahaan swasta untuk menerapkan kewajiban membangun pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral di dalam negeri.

Yang menjadi masalah adalah selama kurun waktu 5 tahun (dari 2009 s/d 2014) hampir tidak ada perusahaan swasta yang membangun smelter dan hal ini lolos dari pengawasan pemerintah, bahkan terkesan pemerintah melakukan proses pembiaran. Akibatnya hampir tidak ada perusahaan yang siap mengolah sendiri hasil tambang mineral, jika peraturan itu tetap dilaksanakan sejumlah perusahaan terancam bangkrut dan balik mengamcam akan melakukan pemutusan hukuman kerja (PHK) karena perusahaan kehilangan pendapatan.

Rencana penerapan ekspor mineral mentah tersebut mendapat perlawanan dari para pekerja tambang karena dianggap akan membuat jutaan pekerja tambang terancam terkena PHK. Pada 2 Januari 2014 aktivis dan pekerja tambang menggelar aksi solidaritas di Tugu Proklamasi Jakarta.

Pada kesempatan itu koordinator aksi, Juan Forti Silalahi mengatakan saat ini perusahaan-perusahaan tambang telah melakukan PHK bergiliran kepada ribuan pekerjanya. Bahkan PHK itu dilakukan tanpa memberikan pesangon kepada para pekerja, perusahaan berpendapat PHK yang dilakukan bukan karena sebuah perselisihan industri akibat faktor kegagalan produksi dan kesalahan manajemen perusahaan, melainkan akibat dari kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang akan diterbitkan pemerintah pada 12 Januari 2014 mendatang. Karena itu para pekerja menuntut agar pemerintah menyiapkan dana untuk pembayaran pesangon kepada sekitar 40 juta pekerja tambang dan sektor pekerjaan terkait yang ikut terkena PHK seperti pekerja di kontraktor pengeboran, dan penyedia logistik. Selain itu pemerintah juga diminta menyiapkan lapangan pekerjaan bagi pekerja yang terkena PHK massal.

Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) melalui Sekretaris Daerah Ir Musyafirin, saat berdialog dengan aliansi organisasi Pemuda Sumbawa Barat, menyatakan Pemkab SB menolak penerapan pemberlakuan UU Minerba nomor 4 tahun 2009 pada tanggal 12 Januari 2014. Menurutnya, pelarangan ekspor bijih mineral mentah terhitung pada 12 Januari 2014 sama artinya dengan menutup tambang Batu Hijau, dan kondisi ini akan berpengaruh buruk bagi masyarakat.

Pelarangan ekspor bijih mineral mentah akan mengakibatkan perusahaan melakukan skenario penurunan produksi. Itu berarti akan terjadi pengurangan aktivitas, pengurangan belanja, pengurangan tenaga kerja, dan dampaknya akan sangat buruk bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat KSB. KSB yang selama ini aman akan mulai terancam dengan aksi-aksi kriminal, masyarakat akan shock dan merasa tidak aman jiwa dan harta. Maka menjadi tugas Pemkab Sumbawa Barat untuk mencegah hal-hal negatif itu terjadi.

Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Syahrir AB menegaskan pihaknya bersama perusahaan dan individu serta asosiasi pekerja akan mengajukan judical review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU No.4 tahun 2009 tentang Minerba. Salah satu pasal yang akan diuji adalah pasal 5 ayat (2). Namun sebelumnya pihaknya akan meminta fatwa ke Mahkamah Agung (MA) bahwa UU No.4 tahun 2009 isinya tidak ada larangan ekspor, yang ada hanya pengendalian dan bukan pelarangan ekspor seperti yang dikemukakan pemerintah.


Semangat UU tersebut sangat bagus untuk melindungi kekayaan alam negeri ini yang berlimpah dari gerogotan korporasi asing. UU ini sangat bagus untuk mendongkrak nilai tawar industri pertambangan Indonesia yang selama ini terus berada dalam dikte perusahaan asing. Seharusnya selama masa transisi kurun waktu 5 tahun, pemerintah tidak tinggal diam saja. 

Pemerintah sepertinya membiarkan perusahaan asing berjalan sendiri tanpa memberikan dukungan untuk membentuk aturan, infrastruktur, ataupun intensif yang bisa meringankan perusahaan dalam membangun smelter. Akibatnya hampir tidak ada perusahaan yang siap mengolah sendiri hasil tambang mineral. Perusahaan terancam bangkrut dan balik mengancam akan melakukan PHK karyawan jika larangan ekspor tetap diberlakukan.

Perusahaan juga nampaknya memakai para karyawan yang terlibat dalam pengelolaan tambang untuk turut menekan pemerintah lewat aksi unjuk rasa yang sudah dilakukan di Jakarta dan di Kabupaten Sumbawa Barat. Bahkan Pemkab Sumbawa Barat jelas-jelas mendukung penolakan penerapan pemberlakukan UU Minerba tersebut. Selain akan kehilangan pendapatan asli daerah (PAD), Pemkab Sumbawa barat juga memperkirakan akan terjadi hal-hal lain yang merugikan daerah serta dampak ikutannya yang diperkirakan lebih luas dari pada penerapan kebijakan tersebut. 

Sikap Pemkab Sumbawa Barat adalah sikap kompromi atas situasi dan kondisi saat ini. Pemda KSB prinsipnya setuju dengan semangat Undang-Undang Minerba, tetapi jika proses pelaksanaannya nanti merugikan masyarakat, maka pemerintah daerah sebagai pelayan masyarakat wajib melindungi dan memberikan sikap kritis kepada pemerintah pusat yang mempunyai tanggung langsung atas kebijakan ini. Dukungan serta penolakan yang sama juga diperkirakan akan disampaikan oleh Pemkab Timika. 

Penulis sependapat dengan berbagai kalangan bahwa pemerintah sepertinya terlihat gamang, di satu sisi pemerintah tampaknya ingin konsisten menjalankan aturan pelarangan ekspor mineral mentah itu sebagai amanat UU. Pada sisi lain pemerintah mulai khawatir pelarangan itu akan mengurangi pendapatan negara dari pajak ekspor, serta kemungkinan PHK sekitar 40 juta karyawan. Bahkan pemerintah cenderung mulai melunak. 

Menteri ESDM, Jero Wacik mengatakan, saat ini sejumlah perusahaan memang masih meminta pengecualian untuk tidak melaksanakan UU Minerba, dengan alasan menimbulkan dampak negatif. Pihaknya tetap melaksanakan UU, tapi kepentingan negara yang lebih luas juga kami pikirkan. Menurutnya, pemerintah memahami dampak negatif penerapan aturan tersebut adalah bakal adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pelarangan ekspor mineral mentah. 

Pemerintah sekarang masih memiliki cukup waktu untuk memikirkan cara mengatasi dampak negatif UU Minerba. Bagaimana caranya mengambil keputusan tanpa melanggar UU, tetapi kepentingan lain bisa kita penuhi. Mungkin tidak bisa seluruhnya juga, harus ada pengorbanan. Menurut penulis, kemungkinan besar pemerintah akan memberikan tambahan tenggang waktu antara 2 s/d 3 tahun lagi kepada perusahaan untuk menyiapkan smelter.Namun demikian, diharapkan pemerintah melakukan pengawasan ketat, serta membantu perusahan dengan berbagai kemudahan sehingga perusahaan mampu membangun smelter tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar