|
KELEMAHAN tata kelola menjadi
penyebab timbulnya berbagai masalah dalam suatu negara. Kampanye pembenahan
tata kelola menuju good governance
(GG) telah menjadi komitmen berbagai negara sejak terjadinya krisis ekonomi
parah di Asia pada 1998 dan beberapa megaskandal korporasi, termasuk Enron di
Amerika Serikat.
Kampanye good
governance
Pada 1999 Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian mendirikan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang berubah menjadi Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) pada 2004. Di 2006, KNKG menerbitkan Pedoman Good Corporate Governance (GCG) sebagai
acuan organisasi korporasi, dan pada 2010 menerbitkan Pedoman Good Public Governance (GPG) sebagai
acuan organisasi publik, meliputi lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Terbitnya Pedoman GCG ternyata berhasil memperbaiki kinerja
GCG korporasi, berdasarkan penilaian beberapa pihak independen. Di lain pihak,
tersedianya Pedoman GPG agaknya kurang mampu meningkatkan kinerja GPG karena
berbagai kendala, antara lain jumlah lembaga publik sangat banyak, dengan
beragam susunan dan kedudukan, dan selain itu, tampaknya belum ada komitmen
kuat untuk menerapkan GPG. Kendala itu harus diatasi, mengingat banyak lembaga
publik berfungsi sebagai pengawas, pengendali, dan regulator yang berpengaruh
besar terhadap kinerja organisasi lain, yang pada gilirannya menentukan ke
berhasilan organisasi secara nasional.
Pemeringkatan di
Asia
Pada 2012, sebuah lembaga independen, Asian Corporate Governance Association (ACGA) melakukan penilaian
terhadap tata kelola korporasi (corporate
governance/CG) dari sejumlah negara Asia. Penilaian dilakukan melalui
survei pasar berdasar lima unsur: (1) pedoman dan praktik tata kelola korporasi
(corporate governance rules &
practices), (2) penegakan aturan (enforcement),
(3) politik dan regulasi (political and
regulatory), (4) Pedoman Akuntansi Internasional (International Generally Accepted Accounting Principles/ IGAAP), dan
(5) budaya tata kelola korporasi (CG
culture).
Hasil penilaian semua unsur dirata-ratakan untuk memperoleh
skor CG, yang dipakai untuk menentukan peringkat CG. Hasilnya sebagai berikut;
Singapura berperingkat teratas dengan skor CG 69, Hong Kong kedua dengan nilai
66, dan Thailand ketiga dengan nilai 58. Selanjutnya, Jepang bernilai CG 55,
Malaysia 55, Taiwan 53, India 51, dan Korea Selatan 49. China, Filipina, dan
Indonesia berada di peringkat bawah dengan skor 45, 41, dan 37.
Indonesia berperingkat terbawah, dan posisi seperti itu
telah terjadi sejak 2007. Tentunya ada beberapa korporasi nasional yang bertata
kelola baik. Sayangnya penilaian tidak dilakukan terhadap individu korporasi
dan/atau berdasarkan Pedoman GCG, melainkan lebih terkait dengan regulasi,
kebijakan publik, iklim politik, dan penegakan aturan/hukum. Dengan kata lain,
penilaian meliputi juga kinerja GPG.
Korupsi vs good
governance
Banyak faktor yang menghambat kinerja GG, salah satunya korupsi.
Secara hipotesis, negara yang tingkat korupsinya rendah akan mempunyai kinerja
GG bagus, dan sebaliknya. Pada 2012, lembaga Transparency International menerbitkan daftar peringkat korupsi
dari 174 negara. Singapura berperingkat kelima (setelah Denmark, Finlandia,
Selandia Baru, dan Swedia), atau tergolong negara bersih korupsi. Tingkat
korupsi ditentukan oleh nilai indeks persepsi korupsi (corruption perception index/CPI). Semakin besar CPI semakin bagus
pering katnya, atau semakin bersih dari korupsi, dan sebaliknya.
Nilai CPI beberapa negara Asia ialah sebagai berikut;
Singapura 87, Hong Kong 77, Jepang 74, Taiwan 61, Korea Selatan 56, Malaysia
49, China 39, Thailand 37, India 36, Filipina 34, dan Indonesia 32. Tampak
bahwa Indonesia di peringkat terbawah. Data yang diterbitkan Transparency International juga
menempatkan Indonesia di peringkat 118 dunia, mengisyaratkan bahwa penyakit
korupsi sudah sangat serius.
Perbaikan tata
kelola
Perbaikan tata kelola merupakan pekerjaan kompleks yang memerlukan
upaya keras, serius, dan menerus. Seperti telah diuraikan di muka, kinerja GCG
di Indonesia telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Hal itu tampaknya
karena sifat korporasi yang: (1) berorientasi mencari keuntungan, (2) selalu
meningkatkan reputasi, dan (3) diawasi intensif oleh pemegang saham. Oleh
karena itu, upaya perlu difokuskan untuk perbaikan GPG karena akan menentukan
kinerja tata kelola secara nasional.
Dewasa ini telah tersedia sejumlah metoda perbaikan tata
kelola. Salah satu yang populer dan diacu oleh banyak negara ialah metode COSO
(Committee For Sponsoring Organization Of
The Treadway Commision), Amerika Serikat.
Metode itu terdiri dari lima elemen. Pertama, penciptaan lingkungan
pengendalian yang memadai, meliputi berbagai aspek termasuk penegakan
integritas dan etika. Kedua, penerapan manajemen risiko melalui identifikasi
semua risiko organisasi. Ketiga, pengendalian terhadap semua risiko. Keempat,
penyelenggaraan sistem informasi dan komunikasi atas semua kegiatan organisasi,
dan kelima, evaluasi dan monitoring secara rutin seluruh kegiatan.
Sistem COSO telah diadopsi menjadi Peraturan Pemerintah
(PP) No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Dengan
demikian, sebenarnya telah tersedia suatu alat andal dalam penegakan GPG.
Masalahnya, PP yang telah berumur lima tahun itu agaknya belum diterapkan
secara efektif. Maka, pemerintah perlu melakukan penegakan hukum secara tegas
agar PP dapat diefektifkan.
Telah menjadi best
practice bahwa pembenahan GG harus dikawal oleh satuan pengawasan internal
(internal audit). Oleh karena itu,
keberadaan lembaga itu sangat vital, dan pemberdayaannya perlu diprioritaskan.
Selain itu, perlu penilaian terhadap pelaksanaan GG secara berkala oleh pihak
independen, dan hasilnya diumumkan ke publik.
Jika dibandingkan dengan sejumlah negara Asia lain,
Indonesia ternyata berperingkat rendah dalam tata kelola, termasuk isu korupsi.
Informasi itu selayaknya membangkitkan semangat untuk membenahi diri.
Pembenahan dipastikan akan mencakup berbagai aspek yang kompleks sehingga
diperlukan upaya serius dan sistematis untuk mengatasi tantangan sulit ini. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar