Rabu, 03 Juli 2013

BBM dan Perlindungan Sosial

BBM dan Perlindungan Sosial
Iwan Nur Iswan ;  Konsultan, Managing Director of Incana Radita Inc
REPUBLIKA, 02 Juli 2013


Reaksi penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mudah ditebak, selalu panas. Boleh dikatakan, setiap kali pemerintah merencanakan pengurangan subsidi BBM, debat, protes, dan demonstrasi akan deras mengiringinya. Namun, ada satu hal menarik yang mungkin kurang dicermati khalayak terkait reaksi penolakan tersebut. Jika dibandingkan dengan reaksi pada 2011 dan 2012, gelombang penolakan tahun ini tak sepanas dan segempita sebelumnya. 

Secara cerdik, pemerintah dan koali si partai pendukungnya menanti momentum yang tepat untuk pengumuman tersebut. Pada saat yang sama, menyosialisasikan secara masif rencana pemberian kompensasi (BLSM) terhadap 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS), mengedukasi masyarakat dengan gencar tentang subsisi BBM yang tidak tepat sasaran, dan menjelaskan lambannya pemulihan ekonomi global yang menjadi sebab melambatnya pertumbuhan eko nomi nasional.

Namun, di balik `kisah sukses' pemerintah dalam menaikkan harga BBM dan sekaligus meredam reaksi penolakannya dengan pemberian kompensasi maupun aneka program perlindungan sosial, satu hal yang pasti adalah harga BBM telah telanjur dinaikkan. Dan, suka atau tidak, sebagain besar masyarakat mencoba menerimanya meski dengan kesedihan dan kepahitan mendalam. 

Di manapun, kebijakan pengurangan subsidi BBM atau biasa kita sebut kenaikan harga BBM akan melahirkan reaksi negatif masyarakat. Terlepas dari pro-kontra kenaikan harga BBM, merujuk data Bank Dunia (2012), harga BBM/liter di Indonesia yang dipatok pada kisaran Rp 4.500 beberapa waktu lalu, se cara relatif termasuk kelompok negara dengan harga BBM termurah, yakni di bawah 1 dolar AS/liter. 

Sulit untuk memberikan argumentasi bantahan bahwa konsumen di Indonesia memang telah menikmati harga BBM yang terjangkau dalam rentang waktu lama. Akan tetapi, argumentasi untuk menaikkan harga BBM dengan hanya bersandarkan pada alasan harga sekarang terlalu murah jika dibandingkan dengan harga BBM di seluruh dunia, tentu saja sulit untuk diterima. 

Mengapa? Karena, masalahnya bukan terletak pada harga yang terlalu murah, melainkan lebih pada dua hal yang berhubungan dengan akibat kenaikan harga.
Pertama, keengganan membayar harga lebih tinggi BBM karena belum mening- katnya daya beli masyarakat. Dan kedua, kekhawatiran yang kerap menjadi kenyataan tentang melesatnya harga-harga akibat kenaikan harga BBM. 

Gagasan pemerintah untuk memberikan kompensasi kepada masyarakat miskin dalam bentuk BLSM atau yang dipelesetkan dengan `balsem', sesungguhnya merupakan perluasan dari program perlindungan sosial yang telah ada sebelumnya. Di Indonesia, wacana dan konsep mengenai perlindungan sosial relatif baru dikenal, padahal di dunia telah menjadi wacana luas.

Lahirnya konsep perlindungan sosial disebabkan oleh pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang masih menyisakan kelompok miskin dan rentan. Untuk mengatasi hal ini, salah satu `jalan keluar terbaik' dalam mengatasi kemiskinan, di antaranya menurunkan angka pengangguran, peningkatan harapan hidup dan peningkatan partisipasi pendidikan, serta terlebih penting lagi adalah melindungi masyarakat dari berbagai risiko atau `tekanan kehidupan'.

Oleh karena itu, falsafah perlindungan sosial adalah bertujuan agar seluruh masyarakat tanpa kecuali dapat memperoleh hak dasar perlindungan sosialnya, termasuk anak-anak, orang tua, difabel, dan penduduk di daerah terasing/ tertinggal. Perlindungan sosial atau terkadang disebut sebagai jaminan sosial adalah seperangkat sistem, kebijakan, dan program dalam rangka membantu individu dan masyarakat mengelola risiko dan volatility serta melindungi mereka dari kemis- kinan dan destitution (World Bank, 2012). 

Instrumen-instrumen yang digunakan biasanya dalam upaya meningkatkan ketahanan, kepemilikan, dan kesempatan. Secara konsep, perlindungan sosial terbagi dalam empat skema besar, seperti: 

Pertama, Jaring pengaman sosial dalam bentuk bantuan langsung, school feeding, bantuan pangan. Kedua, asuransi sosial: asuransi/bantuan pensiun atau tunjangan hari tua, tunjangan/asuransi penyandang cacat, serta tunjangan/ asuransi PHK atau peng angguran. Ketiga, program untuk penguatan pasar tenaga kerja: program pelatihan keterampilan, program bantuan untuk pencarian kerja, penguatan regulasi ketenagakerjaan. Dan, keempat, program jaminan kesehatan. 

Nah, filosofi mendasar kompensasi dalam bentuk pemberian BLSM secara jelas mengacu pada hakikat program perlindungan sosial. Yakni, dalam rangka mengurangi dampak yang harus dihadapi kelompok miskin dan rentan dari keterkejutan atas naiknya harga BBM. 

Salah satu cara efektif saat ini dan terbaik untuk membantu kalangan miskin dan vulnerable adalah apabila pemerintah memberikan perhatian besar dengan mengedepankan dan menempatkan program perlindungan sosial dalam rancangan pembangunan, baik yang bersifat jangka menengah maupun panjang. Bolsa Familia Program di Brasil merupakan satu contoh keberhasilan yang mungkin dapat ditiru.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar