SEBANYAK 33 ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat
se-Indonesia menandatangi pakta integritas yang disodorkan oleh majelis
tinggi partai itu. Dokumen itu yang digagas oleh ketua majelis
tinggi, yang tak lain Susilo Bambang Yudhoyono, dimaksudkan guna
menyelamatkan partai supaya lebih banyak berkhidmat pada pembangunan negara
ketimbang makin terjerumus dalam berbagai konflik dan persoalan internal.
Banyak pengamat menyebut sebenarnya secara
tidak langsung SBY sedang melucuti wewenang Ketua Umum DPP Partai Demokrat
Anas Urbaningrum, yang tampaknya akan dijadikan tersangka oleh KPK terkait
kasus Hambalang. Pakta integritas menegaskan siapa pun elite partai yang
menjadi tersangka maka ia harus mundur dari partai supaya lebih fokus
menghadapi persoalan yang dihadapi.
Tapi ada akibat lain, yakni kisruh dalam
tubuh Demokrat makin melebar. Ketua umum partai seakan-akan dihadapkan
secara kutub biner dengan ketua majelis tinggi. Bahkan sebelumnya Anas
diminta mundur secara legawa oleh beberapa elite internal. Pasalnya, selain
Anas harus menyelesaikan kasus Hambalang, dalam sebuah survei, Demokrat
dinyatakan mengalami penurunan elektabilitas secara signifikan.
Mula-mula, yang menyebabkan nasib Anas
terasa di ujung tanduk adalah tuduhan Nazaruddin, yang makin dikuatkan
dengan pengakuan Mindo Rosalina Manullang saat persidangan. Partai Demokrat
diterpa badai politik bertubi-tubi akibat ìnyanyianî Nazaruddin, yang
paling serius tentu saja soal dana haram yang mengalir saat kongres di
Bandung, yang menempatkan Anas terpilih sebagai ketua umum menyingkirkan
Andi Alifian Mallarangeng dan Marzuki Alie.
Bagi Nazaruddin, Anas ibarat musuh utama.
Saat diwawancara salah satu televisi swasta, Nazaruddin mengatakan,
”Keluarga saya hancur. KPK boleh periksa adakah dana APBN barang sepeser
pun masuk ke rekening pribadi saya. Ini semua atas perintah Anas, dia
menang di kongres menggunakan dana APBN dari proyek Jakabaring (SEA Games
XXVI Palembang dan Hambalang. Saya kecewa pada Anas, padahal saya dukung
dia saat kongres”.
Pernyataan itu memantik Anas untu
menanggapi, dan ia meyakini Nazaruddin ditunggangi seseoranguntuk
mencemarkan dan menjelekkan nama baiknya. Pada kalangan pemerhati, apa yang
disangkakan Nazaruddin bahwa tim sukses Anas menerapkan praktik politik uang
saat kongres di Bandung bukan hal aneh. Justru saat Anas melakukan apologi
defensif, bahwa haram baginya melakukan politik uang, menimbulkan dua
pertanyaan.
Pertama; apakah Anas sedang berbohong.
Kedua; ataukah ia memang terlalu suci dalam arus kekuasaan politik
sehingga keterpilihannya sebagai ketua umum memang melalui proses yang dia
sebut dukungan arus bawah?
Kemungkinan keterpilihannya berkat dukungan
arus bawah kemungkinan sulit bisa diterima logika. Di tengah perilaku
politik bangsa ini yang sangat memprihatinkan, jangankan pemilihan ketua
umum partai besar, untuk pemilihan pengurus DPD atau DPC saja, aroma
politik uang itu sangat terasa. Siapa pun yang punya duit, dimungkinkan
bisa berkuasa. Gerbong HMI
Karena itu, banyak pihak di Demokrat merasa
bahwa isu yang terus menerpa Demokrat terkait apa yang terungkap dalam
persidangan kasus hukum terhadap mantan Bendahara Umum DPP Muhammad
Nazarudin cepat selesai. Mereka juga berharap hal itu bisa mengembalikan
kepercayaan publik terhadap citra positif partai yang selama ini sudah
terbangun dalam kesadaran publik.
Adapun kekhawatiran banyak pihak bahwa Anas
akan melakukan langkah kuda-kuda seandainya akan "disingkirkan"
memang menjadi poin penting. Mungkin saja Anas membawa gerbong alumni HMI
untuk melakukan perlawanan politik pada SBY secara langsung dan melakukan
upaya delegitimasi secara masif terhadap partai.
Kekhawatiran itu beralasan mengingat dalam
internal kader Demokrat memang banyak bercokol alumni HMI sehingga
tampaknya partai itu akan menghadapi kendala yang cukup pelik seandainya
ingin menyingkirkan Anas.
Namun publik harus memercayai bahwa politik
pun akan ditopang dengan sendi-sendi da-sar, seperti nilai kebenaran.
Seandainya Anas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah maka memang
sudah sepatutnya harus tergeser secara otomatis. Apalagi jika Demokrat
ingin kembali menarik simpati massa menjelang Pemilu 2014. Pembangunan
kepercayaan harus dimulai dari sekarang.
Tak ada lagi gerbong-gerbong politik
seperti HMI, yang mencoba membela kebatilan politik, jika Anas memang
bersalah, karena publik atau siapa pun akan menghakiminya secara otomatis.
Kebatilan politik tak akan bisa bertahan
meski ditopang sebuah kekuatan atau gerbong politik yang kokoh karena akan
berhadapan langsung dengan publik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar