Laporan Akhir
Tahun Internasional
Harapan
Perdamaian di Kolombia
|
KOMPAS,
24 Desember 2012
Akhir tahun 2012 membawa harapan baru bagi
Kolombia untuk menyelesaikan konflik bersenjata dengan gerilyawan sayap kiri
Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (Fuerzas Armadas Revolucionarias
Colombianas/FARC). Konflik telah berlangsung hampir lima dekade.
Setelah persiapan selama tujuh bulan, pada
akhir Agustus Presiden Juan Manuel Santos mengatakan Pemerintah Kolombia akan
memulai fase baru perundingan damai dengan FARC. FARC—melalui pemimpinnya,
Rodrigo LondoƱo, dikenal sebagai Timochenko—menyampaikan hal serupa. Kedua
pihak ingin mengakhiri konflik yang berkepanjangan itu.
Santos berulang kali menekankan bahwa
perundingan ini akan berbeda dari perundingan yang dilakukan presiden
pendahulunya, yang semua berakhir dengan kegagalan. Santo menegaskan tak ada
gencatan senjata, dan pemerintah tetap melakukan operasi militer terhadap
gerilyawan selama perundingan.
Ini adalah upaya keempat untuk membawa
perdamaian ke Kolombia sejak dekade 1980-an. Pemerintah direpotkan oleh
perang gerilya yang dilakukan FARC sejak organisasi perlawanan itu dibentuk
dan angkat senjata tahun 1964 karena pemerintah dianggap tidak memedulikan
petani.
Harapan pun tumbuh bahwa perundingan damai
ini akan berhasil mengakhiri konflik bersenjata itu, tak seperti perundingan
sebelumnya. Perundingan damai terakhir dilakukan Presiden Kolombia Andres
Pastrana pada Januari 1999. Namun, upaya itu berantakan pada Februari 2002
ketika FARC membajak pesawat Kolombia dan menculik seorang senator yang
berada di dalamnya.
Tebusan
Penculikan untuk mendapatkan uang tebusan
adalah salah satu modus FARC mengumpulkan dana. Ribuan orang diculik dan
dibebaskan setelah uang tebusan dibayarkan walau ada sekitar 500 korban
penculikan yang hingga kini tak diketahui nasibnya. Cara lain adalah
perdagangan narkoba yang sangat menguntungkan.
Upaya perundingan terhenti setelah Alvaro
Uribe menggantikan Pastrana. Uribe, presiden konservatif yang populer,
mengambil garis keras dan tidak mau berdamai. Dengan bantuan Amerika Serikat,
dia meningkatkan operasi militer saat FARC berada pada puncak kekuatannya
dengan 16.000 pejuang. Perundingan
damai bukan pilihan kedua pihak.
Lalu, mengapa Santos—yang menggantikan
Uribe—memilih jalan perundingan? Mantan menteri pertahanan yang dikenal
pragmatis sejak terpilih tahun 2010 itu ingin mengakhiri konflik bersenjata
karena menggerogoti anggaran pemerintah.
FARC menerima tawaran itu karena kehilangan
pemimpin mereka satu demi satu: Manuel Marulanda meninggal karena serangan
jantung (2008), Mono Jojoy tewas dalam serbuan tentara (2010), dan Alfonso
Cano tewas dalam pertempuran (2011).
Keanggotaan FARC menyusut, terutama karena
desersi, menjadi sekitar 8.000 orang.
Harapan yang muncul sempat tersendat ketika
pada sesi pembuka perundingan damai di Oslo, Norwegia, pertengahan Oktober,
Ivan Marquez, komandan senior FARC yang menjadi salah satu negosiator utama,
selama setengah jam berpidato memaki-maki kelompok elite, pejabat Kolombia,
serta perusahaan minyak dan tambang asing. Hal ini membuat orang berpikir
apakah sejarah kegagalan perundingan akan berulang.
Pertengahan November, lokasi perundingan
dipindah ke Havana, Kuba, untuk membicarakan lima poin. Kelima hal itu adalah
penyelesaian konflik, reformasi agraria, perdagangan narkoba, kompensasi
korban, dan kembalinya pemberontak ke dalam masyarakat. Dua penjamin
perundingan, Norwegia dan Kuba, yang sejak awal menyadari tugas mereka tidak
ringan merasa mulai ada titik terang. Suasana perundingan semakin bersahabat
dan rasa percaya tumbuh di antara para negosiator kedua pihak yang
bermusuhan.
Menurut peserta perundingan, sungguh
menarik melihat dua musuh lama yang puluhan tahun saling membunuh itu
bersikap baik. Di saat jeda, mereka mengobrol soal sepak bola atau berbagi
rokok dan cerutu. Marquez masih memanfaatkan media untuk memberikan
pernyataan kritisnya, tapi dia mengakui meningkatnya rasa saling percaya.
Bukan berarti tugas tim negosiasi
pemerintah dan FARC, yang masing-masing terdiri atas 10 negosiator utama dan
20 pendukung, akan selesai dalam waktu singkat. Namun, tanda-tanda baik mulai
terlihat dari perundingan yang memasuki masa reses pada 21 Desember dan
dimulai lagi pada 8 Januari.
Santos telah memberi tenggat satu tahun.
Bila berhasil baik, harapan perdamaian bagi Kolombia semakin nyata. Terlebih,
kelompok gerilyawan ELN— yang jauh lebih kecil dari FARC—juga tertarik untuk
berunding. (Diah Marsidi) ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar