Kamis, 01 November 2012

Hambalang dan Reshuffle Kabinet


Hambalang dan Reshuffle Kabinet
Paulus Mujiran ;  Alumnus S-2 Universitas Diponegoro,
Ketua Pelaksana Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata Semarang
KORAN TEMPO, 31 Oktober 2012



SBY harus berkomitmen pada janjinya agar menteri-menteri yang terlibat kasus korupsi tahu diri dengan cara mengundurkan diri. Dan kenegarawanan Andi sebagai pakar politik diuji. Meski belum dijadikan tersangka, Andi semestinya bersikap kesatria. 
Isu reshuffle kabinet makin santer seiring dengan meningkatnya tensi penyidikan kasus Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan nama Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng yang sempat "raib" dalam audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan dipastikan tercantum di sana. Tak pelak nama Menteri Andi ramai disebutkan agar di-reshuffle dari Kabinet Indonesia Bersatu II. Keterlibatan Andi dalam kasus Hambalang pun kian santer ketika Deddy Kusdinar, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Olahraga, menyatakan, kok hanya dirinya yang dikorbankan. 
Ungkapan Deddy seperti menegaskan bahwa dia tidak bermain sendirian. Nyaris tidak mungkin dengan anggaran Rp 2,5 triliun seorang menteri tidak tahu soal proyek Hambalang. Terpidana kasus Wisma Atlet, M. Nazaruddin, bersaksi bahwa Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum ikut menikmati dana Hambalang. Karena itu, publik pun yakin cepat atau lambat siapa penanggung jawab proyek Hambalang segera terungkap. Kita berharap mereka yang saat ini di kursi pesakitan tidak mau dikorbankan dan berani membuka tabir kebenaran. 
Bagi Andi, kasus Hambalang seperti buah simalakama. Kasus itu bermula dari niatnya mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat bersama Anas Urbaningrum dan Marzuki Alie. Sebagai seorang yang melek politik, Andi sebenarnya tahu tindakannya akan membahayakan dirinya sendiri. Namun rupanya godaan menjadi ketua umum jauh lebih memikat. Jika tudingan Nazaruddin dan opini yang terbentuk di media benar, besar kemungkinan dana-dana itu dipergunakan ketika ia maju sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. 
Kini, ketika Andi kerap disebut-sebut ikut menikmati proyek Hambalang, publik pun semakin skeptis dan tidak percaya. Meski ia belum dijadikan tersangka, apalagi terdakwa, kredibilitasnya terasa merosot tajam. Pernyataan-pernyataan Andi tak lebih sebagai pembelaan diri yang kering makna. Karena itu, tak mengherankan bila publik mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar berani bersikap tegas dengan me-reshuffle kabinet, terutama kursi Menteri Pemuda dan Olahraga, serta menggantikannya dengan kader yang kredibel. 
Terkait dengan rumor yang menimpa Andi, SBY tampak gamang. Melalui Juru bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, isu reshuffle ditepis sebagai hal yang tidak benar. Meski demikian, rumor korupsi yang menimpa Andi dalam kabinet SBY telah membuat citra SBY kian terpuruk. Komitmen SBY berdiri di depan dalam pemberantasan korupsi pun layak dipertanyakan, ketika membiarkan salah satu menteri dan orang terdekatnya berlepotan dugaan kasus korupsi. 
Apalagi rumor reshuffle kabinet, terutama penggantian Menpora, cenderung berkembang menjadi bola liar politik yang menarik. Maklum, 18 di antara 35 menteri berasal dari kalangan partai politik sehingga isu reshuffle cenderung mudah dipolitisasi oleh elite-elite politik yang berkepentingan dalam kasus hukum. Partai Golkar, misalnya, sudah menyatakan siap jika kadernya ditunjuk SBY menjadi Menpora. Apalagi DPR pun sudah menangkap peluang mempolitisasi kasus Hambalang yang tentu saja menjadi santapan empuk menyudutkan Partai Demokrat. 
SBY memang dalam posisi dilematis. Meski santer disebut-sebut di media massa mengenai dugaan keterlibatan Andi dalam kasus Hambalang, faktanya Andi belum dijadikan tersangka, apalagi terdakwa oleh KPK. SBY pun memilih tetap mempertahankan Andi meski sadar bahwa citra Kabinet Indonesia Bersatu II ikut menjadi sorotan publik. Keberadaan Andi pun dalam KIB II seperti kerikil dalam sepatu yang lama-kelamaan kian menyakitkan. Kinerja menteri-menteri yang bagus ikut terpengaruh oleh rumor kasus Hambalang, karena SBY tidak berani bertindak tegas. 
Andi sebagai kader Partai Demokrat adalah orang kepercayaan SBY semenjak Partai Demokrat didirikan. Andi, selain menjadi think thank Demokrat, pernah menjadi orang yang sangat dipercaya sewaktu menjadi juru bicara Presiden SBY. Rasa "berutang budi" SBY kepada Andi sangat memungkinkan SBY tidak akan berani bertindak tegas. Lagi pula mengambil tindakan terhadap Andi bisa-bisa mencoreng wajah sendiri di hadapan publik. 
Sebagai orang yang taat asas dan norma, SBY tampaknya lebih memilih bersikap menunggu sampai Andi ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus Hambalang. Masalahnya, mana lebih cepat, proses politik di pemerintahan dan pengadilan opini di media massa ataukah penyidikan oleh KPK yang sampai sekarang jalan di tempat. Lepas dari status hukum terhadap Andi, sebaiknya SBY berfokus agar pemerintah tidak tersita oleh kasus Hambalamg. 
Reshuffle kabinet harus dilakukan semata-mata untuk meningkatkan kinerja kementeriannya. Kasus Hambalang yang didahului oleh Wisma Atlet menyebabkan Kementerian Olahraga kian terpuruk dan tidak mendapat kepercayaan publik. Persoalan olahraga nasional pun kian terbengkalai karena fokus menteri hanya pada kasusnya sendiri. Liga Indonesia, yang kian berlarut-larut, mencerminkan semakin tidak efektifnya kinerja Kementerian. 
Reshuffle kabinet memang hak prerogatif presiden. Meski demikian, masukan-masukan dari publik hendaknya tetap menjadi masukan bagi pemerintah. SBY harus berkomitmen pada janjinya agar menteri-menteri yang terlibat kasus korupsi tahu diri dengan cara mengundurkan diri. Dan, kenegarawanan Andi sebagai pakar politik diuji. Meski belum dijadikan tersangka, Andi semestinya bersikap kesatria. 
Kini, semua orang berpikir apa yang dilakukan Menteri Andi sebagai kader Demokrat dalam kasus Hambalang diketahui dan direstui SBY. Dan ini sangat berbahaya, karena publik mengira semua tindakan Andi dalam kasus Hambalang dilaporkan kepada SBY. Hal demikian terjadi karena terlambatnya SBY dalam merespons banyak persoalan sehingga terkesan lamban dan kurang tegas. 
Karena itu, mengganti seorang menteri jauh lebih baik. Ibarat memotong bagian tubuh yang kanker justru menyembuhkan bagian yang lain. Pertama, begitu beratnya persoalan kebangsaan yang harus dihadapi bersama, sehingga dibutuhkan seorang menteri yang mau bekerja untuk rakyat. Yang utama dan pertama adalah para menteri baru haruslah seorang pekerja keras. Bukan pejuang-pejuang partai, golongan, atau suku. 
Kedua, buktikan kepada rakyat bahwa pemerintah masih bisa melakukan gerakan yang nyata untuk mereka. Di tengah persoalan kemiskinan, ketidakpastian hukum, mahalnya harga pangan, dan maraknya aksi-aksi kekerasan, buktikan bahwa pemerintah masih ada dan dapat melakukan sesuatu. Solusinya, SBY harus bertindak tegas! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar